Satriadi Narajendra, yang kerap disapa Tria, berasal dari keluarga terpandang, dan sejak kecil selalu menjadi anak yang berprestasi.
Cita-cita Tria sejak dini adalah menjadi seorang Aparat Penegak Hukum, mengikuti jejak sang ayah yang saat ini mulai memasuki masa purna bakti.Sepertinya bagi Tria bukanlah hal yang sulit untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang Perwira Polisi, karena selain pintar dan memiliki jasmani sehat yang membuat Tria menjadi salah satu lulusan terbaik di Akademi Kepolisian, latar belakang ayah Tria yang seorang Jenderal bintang dua tentu saja cukup berpengaruh pada jenjang pendidikannya.Dalam kehidupan percintaan, sudah pasti Tria juga digilai banyak wanita.Namun dibalik sejuta kelebihannya, ternyata Tria merupakan sosok laki-laki yang benar-benar setia.Sungguh pria idaman, bukan?Yah, tentu saja.Betapa beruntungnya seorang gadis yang bisa memenangkan hati pria seperti Tria, dan gadis beruntung itu adalah Calista, pujaan hati Tria yang cantik dan begitu lemah lembut.Saling mengenal karena berasal dari lulusan SMA yang sama, Calista yang saat lulus memilih masuk fakultas kedokteran itu juga merupakan salah satu penyemangat hidup Tria dalam menjalani jenjang pendidikan takkala menjadi seorang Taruna.Lulus dengan segudang prestasi cemerlang, tak berapa lama Tria yang kala itu masih seorang Perwira muda berpangkat IPDA atau Inspektur Polisi Dua, dipindah tugaskan ke salah satu Polda, sehingga mau tak mau Tria dan Calista lagi-lagi berada dalam zona LDR, Long Distance Relationship, alias hubungan jarak jauh.Meskipun menjalani hubungan jarak jauh, hubungan Tria dan Calista tetap terjalin harmonis.Mereka terus saling bertukar kabar tanpa jeda, memupuk cinta, kemudian sesekali menuntaskan rindu yang menggunung dengan bertemu muka, saling bersua.Ibarat kata Tria telah yakin seribu persen dengan Calista, karena sejauh ini Calista juga sudah sedemikian sabar menjalani hubungan mereka, sejak masa pendidikan hingga Tria benar-benar mulai berkutat dengan tugas dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara.Bertahun-tahun membina hubungan, pada akhirnya Tria yakin untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.Tria pun mengungkapkan maksud hatinya yang hendak melamar Calista, dan keinginan hatinya tersebut diterima dengan suka cita oleh Calista, begitupun dengan keluarga kedua belah pihak bak gayung bersambut.Tepat setelah moment kenaikan pangkat, yang disertai keberhasilan Calista menjadi seorang dokter muda, Tria sengaja mengambil cuti sejenak untuk pulang ke kota metropolitan, menemui keluarga besarnya juga sang pujaan hati beserta keluarganya.Singkat cerita, mereka pun resmi bertunangan.Sesuai rencana, tahun depan Tria akan resmi mempersunting Calista menjadi bhayangkarinya. Namun apa boleh buat, ternyata takdir malah berkata lain.Alih-alih bisa mewujudkan setiap jengkal asa yang terajut, yang ada semua mimpi dan harapan Tria yang begitu indah itu harus kandas dalam sekejap mata.Sekembalinya bertugas, awalnya semuanya tetap baik-baik saja, sampai akhirnya bak petir di siang bolong Tria mendapat informasi mencengangkan dari pihak keluarganya sendiri.Berawal dari pingsannya Calista saat sedang menghadiri sebuah seminar yang menyangkut dunia kedokteran, yang telah membuat semua orang menjadi panik.Alih-alih mengkhawatirkan kesehatan Calista, kenyataannya Calista justru kedapatan sedang hamil muda.Saat itu semua orang sontak menuding bahwa sudah pasti itu adalah hasil perbuatan bejat Tria, sehingga ayah Tria bahkan menelpon langsung demi menuntut pertanggungjawaban dari perbuatan putranya sendiri.Oh, my ... Big no ...!Tentu saja Tria kaget setengah mati!Kenyataannya sejauh ini Tria bahkan tidak pernah sekalipun 'menyentuh' Calista.Benar-benar gila!Disaat dirinya berusaha mati-matian menjaga keutuhan Calista begitupun juga dengan kehormatannya, lalu bagaimana mungkin hal mencengangkan itu merupakan hasil perbuatannya ...?Demi Tuhan, tak ada apapun yang bisa menggambarkan betapa hancur dan terpuruknya Tria, terlebih saat tabir pengkhianatan Calista sedikit demi sedikit mulai terbuka lebar.Arka, adalah sahabat Tria sejak di bangku SMA, sehingga otomatis pria itu adalah sahabat Calista juga.Keluarga besar mereka juga cukup dekat satu sama lain, sebelum akhirnya merenggang dengan tiba-tiba usai kasus pemukulan yang dilakukan oleh Tria.Bersama Tria, Arka menjalani jenjang pendidikan yang sama sebagai seorang Taruna, dan ayah Arka juga seorang perwira tinggi berpangkat jenderal bintang dua, sama persis dengan ayah Tria.Bedanya, jika karir ayah Tria dalam institusi Polri dalam kurun waktu beberapa bulan telah memasuki masa purna bakti, karir ayahnya Arka sekarang justru sedang berada di puncak kejayaan karena membawahi sebuah divisi yang cukup bergengsi di Mabes Polri.Yah ... Arka!Pria brengsek itu adalah Arka, sahabat dekat Tria yang begitu tega menikung Calista, kekasih hatinya.Rasanya Tria tidak ingin mempercayainya, saking merasa shock.Nekad pulang tanpa ijin resmi sehingga melalaikan tugas dan tanggung jawabnya ditempat bertugas, Tria pun tak membuang waktu guna menyambangi Arka dengan gelap mata.Saat itu Tria tau Arka tidak sendirian. Arka sedang hangout dengan beberapa orang teman sesama aparat disebuah cafe yang memang menjadi tempat favorite mereka nongkrong selama ini jika tidak sedang bertugas.Kedatangan Tria yang langsung menghadiahi beberapa bogem mentah sekaligus di wajah dan tubuh milik Arka membuat Arka tumbang tanpa perlawanan,Arka langsung dilarikan ke rumah sakit bhayangkara akibat beberapa luka serius di seluruh wajah dan beberapa bagian tubuh yang cukup vital.Untung saja beberapa teman yang ada mampu melerai pergerakan brutal Tria yang telah gelap mata, dan sejak saat itulah episode kehidupan Tria seolah berbalik seratus delapan puluh derajat.Dalam sekejap Tria telah berubah menjadi seorang pesakitan, manakala Arka dan keluarga besarnya yang tak terima dengan tindakan Tria yang main hakim sendiri tentu saja tak tinggal diam.Tidak butuh waktu lama, Tria pun mendapati dirinya telah menjadi seorang tahanan propam.Tria harus menjalani proses atas tindakan konyolnya, dan yang paling apesnya lagi karena saat itu Tria juga kedapatan tengah mengantongi sepucuk pistol di pinggang, posisi Tria semakin tersudutkan.Saat itu, Ayah Tria berusaha sekuat tenaga guna mewujudkan jalan damai, demi kelangsungan masa depan serta karir putra bungsu kebanggaannya yang nyaris berantakan karena perkara seorang wanita yang tidak bisa menjaga marwah dirinya sendiri.Alhasil, lewat sebuah sidang kode etik yang harus dijalani Tria sebagai babak akhir dari drama kehidupan percintaannya yang membawa petaka, berujung dengan sangsi demosi setelah Tria mengucapkan kata maaf kepada Arka dan keluarganya.Sesungguhnya Tria tak pernah sudi mengemis kata maaf untuk Arka, masih lebih memilih menerima konsekwensi terburuk dalam karirnya sekalipun dirinya harus di PTDH alias dipecat dengan tidak hormat.Bagaiamanapun harga diri Tria sebagai seorang lelaki teramat sangat terluka.Namun perjuangan sang ayah hingga detik terakhir, mampu membuat kekerasan hati Tria luluh ...To be Continued.Pembicaraan antara Senja dengan sang calon mertua ternyata tidak berakhir hanya sampai disitu. Usai menasehati Senja sekaligus memberikan sedikit motivasi agar Senja lebih percaya diri kedepannya, Surya Narajendra juga tak segan untuk membangun komunikasi tentang banyak hal, termasuk bertanya tentang latar belakang keluarga Senja, sebaliknya juga dia tak lupa bercerita tentang silsilah keluarga besar Narajendra yang tak lama lagi Senja pun pasti akan menjadi bagian didalamnya. Senja sama sekali tak menyadari, betapa Surya Narajendra sangat menyukai kepribadian seorang Pelangi Senja meskipun dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pembawaan Senja, kesopanannya dalam bertutur kata, terlebih kerendahan hati saat berhadapan dengan siapa saja terlebih dirinya selaku orang yang lebih tua. Bisa dibilang, Surya Narajendra sudah yakin betul bahwa kali ini putra kebanggaannya memang tidak salah pilih. Tapi, seolah bertolak belakang dengan kekaguman Surya Narajendra yang semakin menggunung
"Abang gak memintanya, Yah. Semua ini atas inisiatif aku sendiri kok ..." ucap Senja menjawab rasa keheranan Surya Narajendra yang cukup kaget mendapati kehadiran Senja di rumah dinas Tria pagi itu, beserta tiga buah kue bolu pandan sekaligus. Bahkan salah satu dari ketiga kue tersebut kini telah terhidang apik diatas meja kecil yang ada di teras rumah dinas milik Tria, tempat dimana dirinya saat ini duduk ditemani segelas kopi hitam yang lagi-lagi merupakan buatan tangan sang calon menantu. "Tinggal dua hari lagi mau menikah, sebaiknya jangan melakukan pekerjaan yang berat dulu, Nak ..." ucap Surya Narajendra. Mendapati perhatian yang tulus dari calon mertuanya, Senja buru-buru menggelengkan kepala. "Hanya mengisi waktu senggang, Yah, sama sekali gak merepotkan kok. Lagipula belakangan ini karena gak ada kesibukan berarti jadi agak bosan juga. Makanya aku terpikir untuk membuat kue untuk ayah dan abang saja ..." Surya Narajendra tersenyum mendapati penjelasan Senja yang terd
Saat Tria dan Senja tiba di rumah dinas milik Tria yang berada di kawasan Mako, tepat didepan selasar kantor sudah terlihat banyak anggota polisi yang berkumpul menunggu apel pagi yang akan dimulai tak lama lagi.Sebagian besar dari mereka terlihat berseragam dinas seperti halnya Tria, namun ada beberapa diantaranya memakai kemeja putih lengan panjang dipadu celana hitam berbahan kain."Yang satunya biar aku aja yang bawa." ujar Senja yang buru-buru turun dari mobil begitu menyadari pergerakan Tria yang begitu mesin mobil dimatikan terlihat tergesa-gesa turun dan langsung membuka pintu mobil belakang."Oke, kalo gitu abang bawa dua sekalian ..." jawab Tria sembari menyodorkan satu buah kotak kue ke tangan Senja yang buru-buru menyambut pemberian Tria.Detik berikutnya, dengan gesit Tria terlihat sudah menumpuk dua buah kotak kue yang tersisa dan tanpa banyak bicara langsung mengangkat dan membawanya masuk kedalam rumah dinas yang terlihat lenggang.Melihat hal tersebut alhasil secara r
Bertepatan dengan Tria yang sukses memarkirkan mobilnya di seberang jalan, tepat didepan gang sempit yang biasanya menjadi akses masuk ke rumah Senja, secara bersamaan pula sosok yang hendak ia jemput itu terlihat berjalan keluar dari mulut gang.Sangat jelas terlihat bagaimana Senja cukup kerepotan dengan keberadaan tiga buah dus kue berbentuk persegi yang saling bertumpuk dalam genggamannya, ditambah lagi dia harus mengepit tas kecil yang tersampir di bahu kanan.Mendapati pemandangan tersebut sontak Tria melompat turun dari mobil secepat kilat, langsung berlari kecil menyongsong sosok Senja yang ternyata juga langsung notice akan keberadaan Tria dengan outfit khasnya yakni seragam dinas."Bisa-bisanya diborong sekali angkut. Kenapa gak ngomong kalo bawaannya sebanyak ini sih, Nja?" ujar Tria sambil buru-buru mengambil alih tiga buah dus kue yang saling bertumpuk itu sekaligus."Banyak gimana? Cuma tiga dus kue kok ..."Tria terlihat menggelengkan kepalanya mendapati jawaban ngeyel
Usai berbincang dengan Mpok Hindun hingga nyaris menjelang Isya, mendadak Senja seolah mendapatkan sebuah pencerahan, yang membuatnya menyesal mengapa tidak terpikir olehnya sama sekali dalam kurun waktu dua hari terakhir ini.Untuk itulah setelah Mpok Hindun pamit pulang, Senja buru-buru menunaikan sholat Isya kemudian dengan langkah pasti dia menuju ke warung terdekat dari rumahnya, yang menjadi tempat dirinya berbelanja kebutuhan sehari-hari."Beragam amat belanjaannya, Nja? Mau bikin kue ya?" tanya pemilik warung dengan nada suara yang ramah, begitu menyaksikan belanjaan Senja yang meliputi beberapa butir telur, tepung terigu, gula pasir, pengembang kue, pasta pandan dan masih ada beberapa jenis barang lainnya yang identik dengan bahan-bahan untuk membuat kue "Iya, Bu." jawab Senja, singkat."Emang rencananya mau bikin kue apa, Nja?" ujar ibu itu lagi, yang kini sudah mengambil ancang-ancang untuk menjumlah berbagai barang belanjaan Senja yang teronggok diatas meja kasir."Bolu pa
"Untuk anggota yang piket saya harap bisa bertanggung jawab penuh sampai besok pagi. Sementara untuk yang lain, silahkan pulang dan beristirahat, jaga kesehatan, dan jangan lupa seperti biasa besok pagi kita akan tetap melaksanakan apel pagi bersama di jam biasa, diteruskan dengan pelaksanaan operasi cipkon di sektor wilayah. Delapan enam?""Siap, delapan enam, Komandan!" Jawaban yang solid terdengar dari seluruh anggota yang ada, menanggapi titah yang diberikan oleh Tria, sebelum mengakhiri kegiatan patroli di malam itu.Jika kondisi kamtibmas sedang adem ayem begini, semua pihak pastinya merasa lebih lega karena tidak perlu bekerja ekstra, meskipun harus tetap siaga dengan kondisi apapun.Pelaksanaan operasi cipkon yang merupakan kepanjangan dari operasi cipta kondisi itu sendiri memang sudah menjadi kegiatan rutin yang wajib di tingkatkan oleh pihak kepolisian, dan biasanya dilaksanakan setiap akhir pekan dengan melibatkan personil dari berbagai fungsi.Namun mengingat moment perga
Senja sedang duduk lesehan diatas tikar sambil memilah dan mengemasi tumpukan baju-baju miliknya untuk dimasukkan ke dalam sebuah kotak kardus dan sebuah koper besar, saat Mpok Hindun datang menyambangi rumahnya ba'da maghrib."Assalamualaikum ...""Waalaikumsalam. Eh, Mpok? Masuk, Mpok ..." jawab Senja semringah, menyadari salah satu sosok terbaik yang dia miliki muncul di bingkai pintu.Mpok Hindun pun bergegas masuk dengan tatapannya yang tak henti mengawasi tumpukan baju yang berjejer rapi diatas tikar."Udah mulai beberes rupanya ..." gumam Mpok Hindun sambil ikutan duduk lesehan diatas tikar, tepat dihadapan Senja yang kini menjeda sejenak aktifitasnya karena fokus dengan kedatangan Mpok Hindun."Iya, Mpok, ini lagi dipisah-pisahin. Soalnya kemarin kata abang jangan bawa banyak barang, karena selain rumah dinasnya kecil, ntar kalo hijrah ke kota juga gak mungkin dibawa semua ..."Mpok Hindun terlihat manggut-manggut sejenak mendengar penjelasan Senja yang panjang lebar."Trus baj
Semilir angin yang menerpa lembut di wajah sesaat membuat Senja merasa semakin terbuai, sebelum akhirnya dia bak mendapatkan setitik kesadaran yang datang dalam sekali sentak."Astagfirullah ... Aku ada dimana ...?"Punggung Senja sontak menegak, sepasang matanya yang masih terasa sepat mengerjap berkali-kali, sedangkan kepalanya celingak-celinguk kebingungan.Kini Senja sudah sadar sepenuhnya, bahwa ternyata dirinya sedang berada didalam mobil yang terparkir tanpa suara mesin, juga tanpa seorang pun selain dirinya.Di kursi sebelah terdapat seragam dinas yang tersampir begitu saja di jok pengemudi.Seragam tersebut menguarkan perpaduan aroma parfum manis dan maskulin, yang mulai terasa familiar di indera penciuman Senja.Dua kaca depan kiri dan kanan seolah sengaja diturunkan setengah demi memudahkan kesejukan angin laut masuk dengan leluasa.Di ufuk barat, kolaborasi warna yang khas membuat suasana yang mulai temaram terasa semakin syahdu.Sungguh, bahkan hanya dalam sekejap kesadara
Matahari mulai condong ke arah barat saat mobil yang dikemudikan Tria memasuki area Mapolsek Beo."Gak usah dibangunin ..."Tria urung menyentuh pundak dari wanita yang ada disebelahnya."Biar ayah turun dulu, nanti kamu antarkan saja Senja pulang ke rumah. Kasian dia, kayaknya kecapean ..."Tria pun mengangguk patuh, menerima titah ayahnya yang langsung melarangnya untuk membangunkan Senja.Surya Narajendra membuka pintu disebelahnya dengan hati-hati sembari beringsut keluar, begitupun juga dengan Tria yang akhirnya ikut melakukan hal yang serupa yakni membuka pintu yang ada disamping dan keluar dari mobil.Keduanya seolah kompak bergerak perlahan, sepertinya dengan tujuan yang sama yakni sekecil apapun pergerakan mereka tidak akan mengusik wanita yang sedang tertidur nyenyak di kursi depan.Sementara itu, mendapati pergerakan mobil berwarna merah yang melesat masuk ke area Mapolsek Beo, para anggota polisi yang sejak awal sudah standby di sana sontak mendekat dengan sigap.Surya Nara