"Nama ibu ini Pelangi Senja, dok, dan sesungguhnya ibu ini memang bisa dibilang bukan siapa-siapanya saya. Saya bahkan baru saja mengenalnya di kantor, dan memang benar dia baru saja mengalami KDRT. Tapi karena yang bersangkutan tidak berkeinginan sedikitpun untuk melaporkan pelaku yang tak lain merupakan suaminya sendiri apalagi sampai memperpanjang proses hukum dan bersedia menjalani visum, maka untuk saat ini kami hanya bisa menghargai keputusan yang bersangkutan terlebih dahulu. Perihal keputusan saya yang berinisiatif untuk membawanya ke Puskesmas ini, karena tadi ia sempat pingsan, sesaat setelah hendak meninggalkan Polsek ..."Usai berbasa-basi yang terkesan begitu cepat akrab dalam sekejap, Tria pun berucap panjang lebar, berusaha menjelaskan kejadian yang menimpa Senja sehingga membuatnya mengambil keputusan untuk membawa wanita itu langsung ke Puskesmas terdekat."Oh, ternyata seperti itu ..." dokter Richard pun mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan dirinya cukup paham
'Ternyata Pak Komandan ini orangnya cukup keras kepala juga ...'Senja bergumam dalam hati, sembari menghembuskan napasnya berat.Dalam hati ia merutuki dirinya yang sempat terdiam berjenak-jenak seolah kehilangan perbendaharaan kata. Tidak hanya sampai disitu, ia juga merasa sedikit kesal karena tanpa sadar sempat terpukau."Ehem, baiklah, kalau begitu berikan saya alasannya.""Alasan apa?""Alasan tentang kenapa 'harus' ...?"Pertanyaan tersebut dilontarkan Senja dengan nada suara yang seolah menantang."Apanya yang kenapa?"Tria yang bak memiliki kesempatan untuk terus membalikkan sepatah dua patah pertanyaan datar dari Senja, terlihat kembali menatap wajah kaku dihadapannya dengan ekspresi yang stay kalem."I-Iya, kenapa ...? Saya hanya merasa, sepertinya saya butuh penjelasan tentang kenapa Pak Komandan mengatakan harus ..."Satu tarikan napas Tria seolah tak mampu menambah kesabaran Senja dalam menanti jawaban."Jadi ibu Senja benar-benar tidak ingat kalau tadi ibu Senja pingsa
"Terima kasih."Tria terkesima. Lagi-lagi alisnya bertaut sempurna menerima tanggapan Senja yang justru berucap terima kasih di saat dirinya dengan sengaja dan begitu rendah hati memperkenalkan diri, demi mengurangi situasi canggung yang ada diantara mereka."Maksud saya, terima kasih karena Pak Komandan sudah menolong saat saya pingsan bahkan membawa saya ke Puskesmas ini ..."'Itu kan yang ingin kamu dengar, Pak Komandan, yang nyebelin ...?''Mau berbuat kebaikan kok mengharapkan pamrih dan ucapan terima kasih ... Huhh ...'Diam-diam dibalik kalimatnya barusan ternyata Senja malah membathin hal yang lain, hal yang justru berkebalikan seratus delapan puluh derajat dari ucapannya sendiri "Tidak apa-apa, Ibu Senja, tidak usah sungkan. Melindungi masyarakat itu memang merupakan bagian dari tugas saya juga ..."Kali ini Tria belum menemukan tanggapan berarti atas balasan kalimatnya untuk ucapan terimakasih yang terucap tanpa setitik pun senyuman itu.Detik selanjutnya keheningan sempat
"Tutup dulu pintunya, Ben." Tria berucap sambil berusaha menepis sejuta pemikirannya yang mulai berspekulasi saat menyadari langkah Beno mulai terayun ringan, hendak memasuki ruangannya yang terasa sejuk oleh hembusan hawa dingin dari air conditioner."Siap, Ndan."Beno mengatupkan pintu ruangan Tria terlebih dahulu dengan sigap, sebelum kembali meneruskan langkahnya mendekati meja biro, dimana sang komandan tengah duduk menunggui dirinya dengan posisi bersandar penuh di kursi sambil melipat kedua lengan diatas dada."Gimana, Ben?" tanya Tria dengan mimik wajah yang belum apa-apa sudah bergelayut kecewa, seolah ia sudah bisa menebak ketidakberhasilan sang anak buah dalam mengemban 'misi pribadi' yang ia perintahkan kira-kira sejam yang lalu."Maaf, Ndan, menurut perawat yang bertugas hari ini, katanya Ibu Senja sudah gak dirawat di Puskesmas Beo lagi."Dalam hati Tria terhenyak mendengar kabar tersebut, namun ia berusaha untuk mempertahankan wajah dan gestur tubuhnya agar rasa terkeju
"Buah darimana ini, Ben?" tanya Sayub yang baru saja ikutan nimbrung bersama rekan-rekannya yang lain, yang ternyata sudah lebih dahulu mengerubungi sebuah keranjang rotan berisikan aneka buah-buahan segar didalamnya."Dari Komandan ..." jawab Beno tanpa menoleh, sibuk mengupas kulit jeruk yang berwarna kuning terang."Kok bisa?" tanya Sayub lagi, yang langsung mencaplok dua buah rambutan sekaligus dari dalam keranjang yang sama."Bisa lah. Emang gak boleh pimpinan kasih sesuatu yang seger-seger sama anak buahnya?"Bukan Beno yang menjawab, melainkan Stenly, seorang anggota yang lumayan senior dengan pangkat AIPDA alias Ajun Inspektur Polisi Dua, yang memangku jabatan sebagai Kanit Sabhara Polsek Beo."Bukan gitu, Kanit, tapi lucu aja sih dikasih buah sama keranjang-keranjang rotannya sekalian. Udah kayak hantaran orang yang mau lamaran aja ..." Sayub nampak terkikik."Yaelah, nih anak, udah di service pimpinan dengan sebaik-baiknya masih protes aja ...""Ha ... Ha ... Ha ... Siap sal
"Baik-baik di sana, dan jaga dirimu."Sebuah nasihat sederhana yang terucap dari suara parau yang khas milik Surya Narajendra terdengar jelas di telinga Tria."Iya, Yah, aku pasti akan mengingat semua pesan ayah." jawab Tria sambil tersenyum dan mengangguk, meskipun ia tau gerak tubuhnya itu tak mungkin dilihat ayahnya yang berada di seberang, nun jauh di sana, namun Tria yakin kesungguhannya bisa dirasakan oleh pria tua kebanggaannya itu."Yah, aku boleh nanya sesuatu gak?""Hemm, apa?""Anu yah ..."Keraguan Tria dijawab oleh sebuah tarikan napas berat, seolah menandakan bahwa kebimbangan Tria tersebut bahkan bisa terbaca dengan mudah dihadapan sang ayah."Setelah sekian lama, kamu masih memikirkannya, Nak?" lembut suara Surya terdengar lagi.Tria terdiam.Sejujurnya Tria memang sangat ingin tau, tentang apa yang terjadi dengan Calista, sang mantan kekasih yang sudah menoreh pengkhianatan yang begitu besar, bahkan hampir saja mencelakai karir cemerlang Tria yang baru saja terbuka pi
'Finally ...'Senja meraih map yang disodorkan Rudi Hartono sembari tersenyum getir, karena pada akhirnya apa yang dirinya coba ikhlaskan sejauh ini akan benar-benar terjadi, bahkan sudah berada di depan mata."Ibu Pelangi Senja pastinya sudah tau bahwa Bapak Yusuf Akhyar adalah seorang ASN, bukan?"Senja hanya mengangguk perlahan, mulutnya masih bungkam."Jadi, karena beliau adalah seorang Aparatur Sipil Negara, otomatis dalam gugatan perceraian, tentu saja prosesnya cenderung agak rumit, tidak semudah masyarakat pada umumnya ..."Senja masih betah tertunduk dalam. Berusaha sekuat tenaga menenangkan diri, sadar bahwa dirinya benar-benar harus bisa menerima kenyataan pahit dengan merelakan suaminya pergi dari kehidupannya.Padahal seharusnya ia tidak perlu kaget, mengingat keinginan Yusuf bukan hanya terucap sekali dua kali melainkan begitu sering.Tapi tetap saja, wanita mana yang bisa menahan kesedihan hati, jika berada di posisi seperti ini ...?"Iya Pak Pengacara, saya mengerti ba
Kedatangan Tria yang didampingi oleh Beno dalam rangka menghadiri undangan tasyakuran langsung disambut dengan hangat serta suka cita oleh keluarga besar Haji Ramli.Mengingat undangan tasyakuran tersebut merupakan sebuah refleksi dari rasa ungkapan syukur atas kelulusan sang putra bungsu yang baru saja sukses menjalani pendidikan Bintara Polisi di SPN Karombasan Manado, guna menjadi seorang aparat penegak hukum di masa yang akan datang, jadi rasanya wajar saja jika kehadiran Tria yang saat ini menjabat sebagai Kapolsek di wilayah tersebut terkesan sebagai tamu kehormatan bagi keluarga besar Haji Ramli.Haji Ramli bahkan terlihat sangat antusias dan beliau sendiri langsung menyongsong kedatangan Tria dengan senyum semringah."Assalamualaikum ...""Waalaikum salam ..."Sapaan salam Tria telah dibalas bersahut-sahutan baik oleh pihak keluarga maupun para tamu undangan yang sudah terlebih dahulu memenuhi pekarangan depan rumah Haji Ramli yang dihiasi tenda.Tak dipungkiri kehadiran pria