Selesai bertemu dengan ketua panitia, Tara melenggang secepat mungkin dari kafe Alaska. Sebelum segerombolan pegawai yang tadinya memasuki restoran ayam di seberang jalan keluar, dia harus cepat-cepat pergi. Gedung agensinya masih sama ramai seperti hari biasa. Terlebih para penggemar kerap menunggu di luar untuk memotret kedatangan idola ataupun aktor dan aktris kesayangan mereka.Kalau sudah begini, biasanya Tara harus berdesak-desakan sebelum memasuki pintu utama lobi. Terlihat dari papan kecil yang terangkat tinggi-tinggi, sepertinya penggemar yang menghalangi jalannya itu merupakan penggemar si bocah mesum—siapa lagi kalau bukan Noah."Kok belum datang ya? Bukannya katanya Noah bakalan datang sama Malvin jam segini?" tanya salah seorang penggemar. Tara menggeleng-gelengkan kepala. Entah dari mana mereka bisa mengetahui jadwal pribadi Noah maupun Malvin. Terkadang Tara tidak paham, bagaimana bisa mereka senekat itu hanya untuk sekadar melambaikan tangan. Tapi bodo amatlah! Dia se
Plak!Suara tamparan yang terdengar bersamaan dengan adegan gebyuran air itu tak terdeteksi oleh barisan staf di depan. Namun bagi Cell, tamparan yang dilayangkan oleh Tara kepada Noah barusan tentunya sangat menyakitkan. Noah mematung. Rasa perih yang menjalari pipi kirinya seakan menyadarkan pemuda itu bahwa pertanyaannya tadi mengandung seribu satu luka yang tak dapat Tara tahan. Deru napas wanita muda yang menamparnya itu beradu dengan pendingin ruangan yang berada tepat di atas mereka. Entah mengapa, Noah jadi enggan mendongak untuk memastikan bagaimana raut wajah seorang Hantara Gantari yang baru disulut emosinya itu."Aku tau kamu memang kaya dan bisa membayar wanita panggilan manapun untuk berada di bawah kamu, Noah. Tapi asal kamu tau, enggak semua perempuan mau merendahkan dirinya buat kamu. Perlukah kamu ketahui? Kamu sendiri adalah bocah kemarin sore yang kebetulan mempunyai paman dan bibi di dunia hiburan, lalu mendulang kesuksesan dengan cara menjual tampang?"Tara meng
Tara pikir, dia takkan bertemu dengan Noah setelah mengkritik akting pemuda itu. Maka dengan semangat membara, Tara tak keluar dari kubikelnya barang sejenak. Wanita muda itu mulai mengirim proposal dalam berbahasa Latin, mengenai kunjungan ke salah satu agensi milik penyanyi Kuba terkenal.Selesai dengan tugas terbesarnya itu, Tara berniat untuk berkeliling kantor. Suasana hatinya sedang masih terombang-ambing, maka membutuhkan waktu ekstra untuk menaikkan anak panah yang berada dalam meteran suasana hatinya untuk perlahan naik. Omong-omong, dia jadi bersyukur telah menjadi seorang interpreter di agensi seterkenal dan sebesar Hacer. Pekerjaannya di hari-hari biasa tak terlalu banyak, namun jika sudah saatnya, tidur pun bisa terlupakan. Seperti sekarang ini, dia sedang mencecap kebebasan lantaran telah menyelesaikan seluruh tugas yang disodorkan Señora Rosalie padanya. Dengan gaji yang masih sama besar, malah bisa lebih besar lagi saat turun ke lapangan langsung. Tara menyambut seka
Mau tak mau, Noah mengantarkan Julian dan manajer pria muda itu untuk menemui Heru di ruangannya. Anehnya, setelah Julian memasuki ruangan sang paman, Noah tak kunjung pergi. Justru pemuda itu menyandarkan tubuhnya pada dinding yang berada tepat di samping papan penanda ruangan.Noah memiringkan kepala, dengan bodoh malah mencabut anak rambutnya satu per satu. "Aduh! Ini aku kenapa sih? Kenapa malah nungguin di sini? Ck! Ada yang nggak beres nih! Kayaknya aku lapar? Atau butuh tidur ya?"Mengabaikan ketidakberesan yang menyerang, Noah melangkah perlahan meninggalkan lorong tersebut. Namun baru saja berbelok, tidak taunya dia berpapasan dengan Tara yang terlihat akan menuju ruangan sang paman. Lagi pula, tidak ada ruangan lagi pada lorong yang dijejakinya selain milik paman dan bibinya."Eh! Mau ke mana?!" Tau-tau saja, Noah menghadang langkah kesekian yang akan Tara tempuh. Wanita muda itu menyimpan ponsel pada saku kardigan, kemudian melayangkan tatapan tajam. "Seharusnya aku yang t
Begitu keluar dari ruangan Heru, Tara terlonjak mundur saat mendapati Noah yang menyandarkan dirinya pada kerangka pintu. Julian yang berada tepat di belakang Tara pun menahan punggung wanita muda itu agar tidak terjengkang. Tara berbalik, bertemu tatap dengan Julian. "Te-terima kasih, Pak! Eh? Mas? Kak?"Julian tersenyum meneduhkan. "Panggil Julian saja, sepertinya kita seumuran kok!" Tatapan pria muda itu beralih pada Noah. "Kamu kenapa bikin kaget Tara sih, Noah?"Noah berjengit tak suka. Pemandangan macam apa yang sedang tersaji di depannya ini? Apakah ini salah satu adegan dalam web dramanya yang ditampilkan secara nyata? Baru saja hendak membuka mulut, Tara malah menyelanya dengan segenggam kalimat yang membuat kesal. "Ya mau bagaimana lagi ya, Jull? Anak ini memamg sukanya membuat saya jantungan. Biasa, bocil kemarin sore."Noah melotot, sedangkan Julian terlihat menahan senyum entah karena apa. Merasa sudah tak memiliki kepentingan apa pun, Tara pamit undur diri. Sesungguhny
Tara sangat ingin menjotos pemuda tengik itu sekarang juga. Mendengar ucapan Noah yang sengaja dikeraskan itu, tentu saja Julian cukup terkejut. Bahkan pria muda itu menurunkan americanonya secara perlahan, nyaris tumpah.Cell memberi tanda bagi Radu untuk menyeret Noah dari hadapan mereka. Begitu tersadar dari keterkejutan yang sama, Radu mencubit tengkuk Noah seperti ibu kucing yang membawa anaknya pergi. Tara mendengus lega, akhirnya si biang kerok itu pergi juga. Akan tetapi, terdapat satu hal yang harus dibenahi secepat mungkin. Wanita muda itu menengok ke arah Julian Wiratmaja yang masih mematung. Di tengah momen tersebut, Tara sempat mengagumi bagaimana wajah tampan Julian bisa tetap memesona meski sedang linglung."Ta-tadi, Noah ....""Jangan dipedulikan, Kak Julian!" Cell menyahut, memutuskan untuk memanggil Julian demikian. "Noah memang suka begitu, bercanda yang kelewatan. Tanya saja sama staf perempuan yang ada di sini, mereka pasti pernah mendengar perkataan Noah yang se
Terlalu penasaran, Noah segera berdiri untuk mengekori Tara. Wanita itu masih bercakap-cakap dengan seseorang yang dipanggil sebagai Rendi dalam keakraban yang mampu terdengar. Saat pintu lift terbuka, tau-tau saja terdapat Radu yang muncul dari besi berjalan tersebut.Radu menyapa Tara, lalu menarik lengan kaus Noah untuk tak mengejar wanita muda itu. Noah mendengus kesal. Kalah sudah. Padahal dia ingin mengetahui sosok bernama Rendi yang tadi sempat terdengar sudah menunggu di lobi entah untuk apa."Bang! Udahlah! Jangan dipegangin kayak gini! Ada Bang Julian tuh!" Dagunya terarah ke sisi ruang tunggu yang dihuni oleh Julian. Aktor tampan yang satu itu malah senyam-senyum sendiri saat melihat catatan yang diberikan oleh Tara tadi. Noah mencibir pelan, hatinya terganggu dengan senyuman yang pria muda itu layangkan."Ya terus, kenapa? Udah dibilang jangan gangguin Tara lagi, kok malah mau diam-diam ngikutin dia masuk lift. Memangnya kamu mau buat adegan roman picisan di dalam sana? Bu
"Jadi, disfungsinya termasuk parah tidak, Dok?" tanya Radu.Dokter kelamin bernamakan Dokter Widjianto itu berdecak pelan. "Kata kamu, kamu benar-benar tidak bisa merasakan ketegangan itu lagi kan? Kalau begitu, sebelum parah, harus diobati. Saya resepkan obatnya, nanti kamu tebus ya, Noah."Radu menyenggol lengan Noah yang tak ada semangat-semangatnya sejak diseret keluar dari gedung Hacer. Akhirnya pemuda itu berkunjung ke dokter untuk memeriksakan kesehatan aset berharganya. Entah mengapa, langkahnya terasa begitu berat. Seperti enggan datang, padahal dia sendiri mendambakan malam panas bersama para wanita panggilannya."Tapi, Dok ...." Noah baru membuka suara. "Pas saya sama perempuan lain, saya memang nggak merasakan ketegangan itu lagi, Dok. Tapi pas saya sama satu perempuan yang menyebabkan tongkat saya jadi begini, saya langsung turn on, Dok!""Ha?"Radu menepuk kening. Antara polos dan sengaja memancing emosi, Radu tak paham bagaimana jalan pikiran seorang Noah Alejandro. "Ma