Home / Romansa / Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami / Part 2 Rahasia Ibu Mertua

Share

Part 2 Rahasia Ibu Mertua

Author: Rat!hka saja
last update Last Updated: 2022-10-18 21:18:06

Tangisku kembali luruh seperti luruhnya hujan menyapa bumi. Sepertinya mendukung suamiku untuk terus leluasa memakiku tanpa ada yang bisa mendengar. Setiap kali dia berteriak dan membentakku, selalu saja disusul petir yang menggelegar.

"Aku hanya butuh sedikit kebebasan, Mas. Jangan pasung aku dengan semua aturan yang membuatmu seperti suami palsu. Sejak menikah denganmu, hanya sebulan pertama kamu memperlakukanku layaknya seorang istri. Kalau memang kamu tidak menyukaiku, lepaskan aku dan dapatkan kebahagiaanmu yang lain. Bukankah kamu menganggapku sebagai beban?" Dia kembali bungkam.

"Diam kamu! Habis makan apa kamu sampai bisa ngomel kayak gini?" tanyanya sembari mencengkram rahangku. 

Perlahan aku membuka mata dan kembali menatap dalam pasang telaga bening yang kini berkobar karena amarah. Tatapan cinta yang dulu kulihat di sana, seakan menguap tak bersisa. Sekarang aku sadar, aku benar-benar sendiri. Aku tidak bisa berharap pada pria yang bergelar suami ini. Pun demikian dengan keluarganya yang tentu saja akan membelanya. 

Hampir saja aku lupa jika dia anak dan cucu kesayangan. Meski aku mengadu pada kakek, ayah dan ibu mertuaku pasti akan membela putranya. Siapa aku? Gadis yatim piatu yang mereka pungut dan mereka jadikan menantu untuk melengkapi citra keluarga mereka untuk tampak bersahaja.

Kutepuk punggung tangannya yang mencengkram rahangku. Sakit sekali rasanya jari-jari besar itu menekan begitu kuat. Air mata ini sudah membanjiri pipi, bahkan menitik di ujung jarinya. Bisa kupastikan bekas jarinya akan jadi lebam di wajahku.

Lega rasanya cengkraman itu mengendur. Lemas aku berpegang pada salah satu lengannya. Akan tetapi hempasannya membuatku tersentak dan tubuhku terdorong. Berusaha kustabilkan kedua pijakanku, tapi aku justru tersandung tepi karpet. 

Karpet permadani merah yang cukup tebal itu sama sekali tidak terasa empuk. Sekujur tubuhku sakit. Terutama bagian perutku yang tidak lagi kram seperti tadi, melainkan seperti tertusuk-tusuk. Pandanganku mulai buram dan sulit kulihat punggung Mas Adi yang perlahan memudar.

"Mas… sa-sakit…," lirihku memohon sembari berusaha menggapai ujung jarinya. 

Tubuhku baru saja mendarat di lantai yang beralaskan karpet permadani. Bukan terhempas di tempat tidur seperti yang biasa dilakukannya. Kram dan nyeri menyerang dan aku mengerang kesakitan. 

"Ya Allah, Risa!" teriaknya.

Aku tidak tahu harus sedih atau senang. Sikap kasarnya padaku menyayat pedih, tapi untuk pertama kalinya sejak beberapa bulan terakhir aku kembali melihat wajahnya yang hawatir padaku. Pun demikian dengan suaranya yang bergetar.

Sandiwarakah semua sikapnya? Aku tak tahu. Hal yang aku tahu saat ini hanya diriku yang tidak baik-baik saja. 

Perlahan semua gelap dan suara teriakan Mas Adi yang memanggil namaku berkali-kali masih terdengar jelas di telinga. Bisa kurasakan tubuhku yang direngkuhnya. Sudah lama ia tidak memelukku. Miris, mengapa harus setelah disakiti ia baru mau memelukku lagi?

"Halo Bu! Risa keguguran!" teriaknya.

"Tidak! Jangan! Jangan renggut bayiku!" jeritku dalam hati. Aku tidak berdaya walau sekedar untuk bergumam lirih atau membuka mata. 

***

Mataku yang berat kini perlahan mengerjap. Gelap yang terlihat mulai sirna dengan secerna sinar putih. Kusadari itu lampu ruangan dan kulirik kanan kiriku. Tak ada siapa pun dan hanya ada tas seorang wanita yang kuyakini milik ibu mertuaku. 

Kudengar suara pintu bergeser dan pintu yang kembali ditutup. Terdengar dua langkah yang beradu. Sekilas aku tahu ibu mertuaku baru keluar dari kamar mandi dan suamiku baru saja masuk. Kembali kupejamkan mata karena sejujurnya aku masih mengantuk dan pusing.

"Kamu itu bagaimana sih, Aditya! Kalau dia mati, kamu bisa dipenjarakan!" Suara penuh penekanan itu milik ibu mertuaku. Kata 'dia' yang selalu terucap sejak aku jadi menantunya yang tak dianggap. 

Entah apa alasannya sampai sekarang ibu mertuaku seakan tidak menganggap keberadaannku. Tatapannya kadang benci, kadang pula sulit untuk kutafsirkan. Di depan ayah mertua dan juga kakek, wanita itu memperlakukanku dengan penuh kasih. Namun jika hanya berdua atau bertiga saja dengan putranya, maka tidak segan ia memperlakukanku seperti budak.

"Aku mana tahu kejadiannya akan seperti ini, Bu. Untung saja kandungannya itu tidak keguguran," ucap Mas Adi yang setidaknya membuatku lega. Kubiarkan mataku tetap terpejam menikmati perbincangan mereka.

"Bu, Devi datang ke rumah menemui Risa. Bagaimana kalau dia mengadu sama kakek?" tanya Mas Adi.

Ibu mertuaku mendesah gusar. Langkahnya terdengar jelas sedang bolak-balik karena alas kakinya terdengar nyaring mengetuk lantai. "Masalah kakekmu, biar ibu yang menanganinya. Kalau bisa ceraikan saja wanita tidak berguna ini. Ibu yakin kalau anak yang dikandungnya itu bukan anak kamu."

"Ibu yakin? Waktu aku sentuh Risa pertama kali, dia masih perawan, Bu." Mas Adi seakan ragu dengan ucapan ibunya sendiri. 

Kini aku mengerti dari mana sumber keraguan suamiku. Ternyata sumber itu tidak lain adalah ibu  mertuaku sendiri. Tidakkah wanita paruh baya itu punya empati sedikit saja? Apa pula dasar tuduhannya itu?

Bisa-bisanya ibu tega memfitnah tanpa bukti. Tidak adakah rasa kasihan di benaknya sesama wanita? Ingin rasanya kubuka dan kuperiksa rongga dadanya dan melihat isi hatinya terhadapku. Mungkin satu kata yang pasti kudapatkan di dalam sana. Benci.

Ibu mertua berdecak kesal lalu berkata, "Wanita seperti istrimu ini adalah jenis wanita murahan. Dia bersikap ayu, sopan, lemah lembut hanya untuk menjerat hati pria mana saja yang diinginkannya. Kakekmu ingin sekali kamu punya anak laki-laki. Lihat saja, setelah anak itu lahir, hilang sudah perhatian dan kasih sayang kakekmu padamu. Semua itu akan dia alihkan pada anak Risa. Kau lihat ayahmu? Apa kakekmu menyayanginya sama seperti dia menyayangimu?"

Hatiku mencelos mendengar tutur kata bibir culasnya. Mas Adi tak bersuara, mungkin sedang berpikir dan berusaha mencerna ucapan ibunya. Lebih tepatnya menelan, karena pria manja itu tidak punya kebiasaan menelaah kalimat yang ditangkap dan diproses gendang telinganya.

"Ibu benar," cetus Mas Adi. Benar bukan dugaanku? 

Setahun mengenalnya lebih dekat, aku sudah tahu luar dalamnya. Pemuda baik dan ramah itu entah kenapa berubah sejak beberapa bulan yang lalu. Aku tidak tahu kapan tepatnya sikapnya itu mulai berubah. Aku hanya tahu jika dua bulan terakhir, sikapnya sangat kasar. 

Sempat kukira jika dia kerasukan sesuatu, tapi kini aku semakin yakin jika dia mewarisi gen ibunya. Begitu pandai Mas Adi bersandiwara dan bersilat lidah. Setiap kali aku menemukan kesalahannya, Mas Adi akan berkilah. Aku lelah dan jujur saja, aku menyerah untuk pernikahanku yang seumur jagung ini.

"Bu, aku keluar beli makan dulu. Ibu pasti juga belum makan, 'kan?" tanya Mas Adi. Setelahnya aku mendengar ibu memesan sebuah menu yang sejujurnya sudah aku pinta pada Mas Adi untuk dibelikan siang tadi. Sayangnya suamiku itu pulang dengan tangan kosong. Saat kutanya, alasan lupa. 

Tadi Mas Adi pulang ke rumah dan langsung tidur siang di ruang tamu. Aku yang ketiduran karena lapar dan pusing tak menyadari kedatangannya. Alasan lupa yang diutarakan membuatku hanya bisa menelan ludah. 

Entah karena lapar atau memang mengidam, aku hanya bisa berlalu ke dapur berniat merebus mie instan. Meminta maaf pada bayi yang kukandung selama tujuh bulan ini kalau hanya itu yang bisa kubagi dengannya. Tapi kulupa jika mie instan terakhir sudah aku makan sehari sebelumnya karena Mas Adi tidak juga pulang.

Selama sepekan terakhir, pembantu dari rumah utama memang tidak pernah lagi datang ke rumah kami. Aku tidak tahu alasannya, mungkin sudah dilarang oleh ibu mertuaku. Sore menjelang, tubuhku semakin kedinginan. Aku hanya berharap pada selimut agar sedikit membuatku tenang.

Mas Adi bangun dan mengatakan dirinya lapar. Padahal dia tahu kalau di rumah tidak ada makanan. Sudah seminggu kami tidak ke pasar membeli bahan makanan. 

Terbiasa dengan hidup mewah dan serba tersedia, Mas Adi marah. Di meja makan tidak ada apa-apa, sementara dia lapar. Bukan salahku sepenuhnya, dia melarangku keluar rumah, tidak memberikan uang belanja dan malah pulang tanpa membawa makanan.

"Kapan sih ini anak mau bangun? Nyusahin orang saja!" ucap ibu, tapi aku tetap bergeming dan pura-pura tidur. 

Tak lama kudengar dia menghubungi seseorang. Samar telingaku mendengar jika yang dihubungi ibu mertuaku itu kakek. Kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut ibu mertuaku membuatku semakin takut membuka mata. Baru saja aku mendengar rahasia ibu mertuaku.

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cuman bisa ngebacot dlm hati dan tetap beetahan dg semua perlakuan suami dan mertua. berarti kamu yg cari masalah dan terlalu du dan besar mulut. nikmati aja kebodohan mu. orang bodoh dan lemah adalah santapan lezat orang2 jahat
goodnovel comment avatar
Lisani
aish... mertuanya lebih jahat dari pelakor
goodnovel comment avatar
babyblack
apa sih ... rahasianya? Bagi dong...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 106 Mereka Ingin Bertemu

    Hari sudah malam, tapi pria ini belum juga beranjak. Ia masih menikati memeluk Agam yang sudah pulas. Seharian ini putraku sudah banyak beraktivitas. Wajar jika Agam kelelahan dan kini merajut alam mimpi.Puas menemani Agam mencoba berbagai wahana. Jajanan di taman bermain ini pun tak mampu lewatkan.Dari interaksi dua pria berbeda generasi itu, aku pun bisa sedikit menerka. Obrolan mereka di telpon sebelumnya, salah satunya adalah membahas jalan-jalan ke taman bermain ini.Kalau aku sendirian yang membawa Agam ke sini, kuakui tidak akan sanggup. Dia itu hiperaktif dan jelas aku akan kewalahan. Hal baru yang dilihatnya, pasti ingin dicoba.Naik komedi putar saja aku takut, apalagi bianglala. Namun, kehadiran pria ini seakan memberikan jaminan rasa aman.Entah aku yang bodoh, atau memang dia yang pandai mengubah pikiran orang lain. Harus kuakui, kemampuannya berkomunikasi sangat handal. Kata-katanya penuh sugesti untuk membuat orang lain percaya dengan akal sehatnya.“Apa saya boleh be

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 105 Sebuah Fakta Lama

    Aku kira, hanya Agam yang merindukan Riswan. Namun, waktu beranjak dan malah membuatku bertanya-tanya. Ada apa denganku?Mengapa wajah dan suara pria itu sesekali hadir? Mengapa aku merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukannya? Ini lucu bukan?Tak memiliki siapapun berbagi masalah hati. Tadinya aku ingin bercerita pada Tita. Namun, kuurungkan mengingat dia pasti akan meledekku tanpa henti.Aku terjebak dalam labirin tentangnya. Ketidakhadirannya beberapa waktu ini mengundang hadirnya kenangan. Tanpa kusadari, saat-saat bersamanya menyimpan kesan khusus di hati.Kucoba membuka sosial media. Barangkali ada hal yang bisa kulihat tanpa sengaja. Tak sengaja tapi niat banget. Aku memang aneh.Aneh karena aku seperti menyusuri lorong panjang. Aku menanti bersama bayang-bayang. Rasanya ada berat menindih dada.Agam sudah pulas. Tita mengajaknya ke mall dan bermain hingga puas. Gadis itu juga sedang memberikan dirinya reward untuk bulan ini karena jualan produknya mencapai target.“Aya

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 104 Bahu Untuk Bersandar

    Suara klakson mobil Riswan menyapa gendang telingaku. Pagi ini dia datang untuk mengantarkan Agam ke sekolah. Bukan tanpa alasan, besok malam pria itu akan ke Singapura selama dua pekan. Itu berarti, selama itu ia tidak akan bertemu Agam.Putraku seperti memiliki stok energi yang terisi penuh. Binar matanya tampak begitu ceria. Seakan-akan mereka akan melakukan sesuatu yang luar biasa.Entah apa yang dibisikkan Agam pada pria berdasi biru tua itu. Tak lama kemudian, mereka sama-sama mengangguk. Aku jadi seperti obat nyamuk di antara mereka."Semalam kamu ingin bilang apa, Carisa?" tanyanya yang akhirnya menoleh padaku.Aku jadi bingung bagaimana harus menjawabnya. Kuletakkan botol air minum Agam di dalam tasnya. Lidahku seakan tak bertulang."Kalau kamu lupa, chat saja nanti kalau kamu sudah ingat," sambungnya karena aku masih meragu.Hanya sekilas ia menatapku lalu kembali fokus memperhatikan putraku. Bagi Riswan, Agam seperti magnet yang selalu menariknya.Agam masih sibuk memasang

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 103 Panggilan Ayah

    Setelah dua hari menikmati liburan di pulau, kami kembali ke Makassar. Keesokan harinya, aku dan Agam menemani Aditya membeli oleh-oleh. Mantan suamiku itu awalnya terkejut, namun ketika kulirik Agam, dia pun paham.Aditya begitu tersentuh ketika Agam mengatakan jika uang celengannya masih sedikit. Uangnya tidak akan cukup untuk membeli dua pasang baju. Jadilah dia hanya memilih dua bando karena menolak saat aku menawarkan untuk menambahkan uangnya.Sepulang dari pulau, Agam juga ikut menginap bersama Aditya. Dia juga sengaja memintakan izin untuk tidak masuk sekolah selama dua hari. Hari Selasa sore, Aditya datang bersama Riswan dan Agam. Sore ini kami akan mengantar Aditya ke bandara. Dengan mata kepalaku sendiri, kulihat keakraban dua pria itu."Agam ingat waktu ketemu Om Liswan di bandala dulu. Agam nda jadi naik pesawat. Agam sama ibu naik kapal laut," ujar Agam ketika kami mampir di sebuah kafe bandara."In sya Allah kalau kita ke Surabaya, Agam akan naik pesawat. Bukannya Agam

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 102 Taktik Licik Tapi Manis

    Kualihkan pandanganku ke arah laut. Kilau indah di permukaan air sana mempesona. Tak lama lagi, akan terlihat matahari tenggelam yang tak kalah indahnya."Kau benar. Selama ini aku selalu terhasut kata-kata ibuku. Ayah bahkan pergi meninggalkan kami setelah tahu perselingkuhan ibu dan kakek. Sama seperti yang kau lakukan dulu." Dia meliriku.Aku tidak menampik maupun mengakuinya dengan lidahku. Kuyakin dia sudah menyadarinya. "Kini aku mengerti mengapa sejak kembali dari rumah sakit, kau tidak pernah menunjukkan sopan santun lagi pada kakek." Kubalas tatapannya dengan anggukan pelan. Aku akui jika sudah lama mengetahuinya. Alasan itulah yang membuatku berani membawa anakku jauh dari orang-orang seperti mereka. Lingkungan yang rusak tidak akan baik untuk anakku.Aku bukannya tidak berharap mereka bisa berubah. Hanya saja aku sadar, itu hal yang sulit. Aku tahu, aku tidak memiliki kemampuan untuk membuat mereka bertobat."Devi juga sama. Sejak dia melihatnya, dia mulai mengacuhkan ibu.

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 101 Ajakan Riswan

    Pertanyaannya malam itu kini terjawab sudah. Setelah menjelaskan tentang janjinya pada Agam, Riswan menunjukkan foto di layar ponselnya. Aku dan Aditya akhirnya mengangguk setuju dengan ajakannya. Akhir pekan ini terasa berbeda. Aku dan Aditya pun sama-sama menepis ego. Apalagi alasannya jika bukan demi Agam. Ketika Aditya menelpon Agam, mengatakan jika Riswan mengajak mereka ke pantai, Agam langsung mau ikut. Aditya memintanya mengajakku seolah-olah aku tidak tahu. Ketika aku setuju, Agam tampak begitu bahagia. Begitu juga halnya dengan Tita.Sama seperti Agam, gadis itu juga sibuk packing. Katanya, di sana dia akan membuat banyak foto dengan beberapa outfit yang khusus dibawanya. Tidak ketinggalan si Moi. Omong-omong, itu nama kameranya.Di atas kapal yang menampung lebih dari 20 orang, aku duduk menikmati angin laut. Aroma khas air laut yang terbawa akan jadi satu kenangan untukku. Ini pertama kalinya aku naik kapal seperti ini. Dulu saat kabur, aku dan Agam naik kapal yang lebih

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 100 Mengalah Bukan Berarti Kalah

    'Rawatlah ikhlas dalam hatimu, biarkan seorang ayah bertemu putra kandungnya. Mungkin setelah itu … kamu tidak akan lagi hawatir dengan kemungkinan-kemungkinan yang selama ini membayangimu. Termasuk dengan kemungkinan perasaanmu yang akan kembali terluka.'Aku sudah melakukan seperti sarannya. Aku ikhlas dan mengizinkan Aditya bertemu dengan Agam, bahkan keluarganya pun ikut datang. Namun balasan yang kuterima adalah rasa sakit. Dia malah datang membawa niatan baru untuk rujuk. Membuatku seperti wanita penggoda suami orang. Dia bodoh atau bagaimana? Bagaimana bisa dia berpikir aku mau menelan luka?'Memang tidak mudah, mungkin juga akan menyakitkan. Cobalah, mungkin sakitnya hanya sebentar, karena yang saya tahu … setiap rasa sakit selalu ada obatnya. Obat yang paling ampuh adalah … memaafkan.' Lagi-lagi kalimat yang pernah dituturkan Riswan terngiang. Benarkah rasa sakitnya hanya sebentar? Sebentar itu … berapa waktu yang harus kulalui untuk bisa bertahan?Sambil menata kembali jilb

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 99 Cinta Tak Bisa Dicegah

    Lelah dan jengah dengan sikap Aditya, aku akhirnya tiba di penghujung kesabaranku. Dua pekan ini dia benar-benar mengujiku."Aku tidak akan membiarkanmu bertemu Agam lagi, jika kau tidak kembali pada keluargamu. Aku tidak ingin kedua adik kembar dari pernikahanmu dan Devi punya hubungan buruk dimasa depan dengan Agam. Sikapmu ini, membuatku kembali kehilangan rasa percaya padamu. Aku, tidak sudi rujuk denganmu, Aditya." Kulihat raut wajahnya berubah drastis."Kenapa? Karena Devi mengancammu?"Aku menggeleng. "Bukan. Karena kau selalu mengingatkanku pada rasa sakit. Aku juga tidak sudi punya mertua seperti ibumu. Aku tidak bisa lupa saat dia menuduhku selingkuh, padahal dialah yang berselingkuh dengan, mertuanya sendiri," balasku mengatakan inti dari alasan penolakanku."Risa, aku hanya i-""Jika kau tidak berhenti mengusikku, maka aku akan memberitahu Agam tentang penyebab perceraian kita. Biar saja dia tahu kalau papanya suka memukuli ibunya. Itulah alasan kenapa aku membawanya pergi

  • Janda Tangguh Dikejar Mantan Suami   Part 98 Ancaman Terakhir yang Mutakhir

    Aku hanya bisa memandang taksi yang baru saja dihentikan oleh Aditya. Mantan suamiku itu sempat pamit pada Agam dengan mengatakan kalau dia harus pulang lebih dulu. Besok akan kembali menemuinya di rumah."Carisa …." Aku menoleh ke belakang dengan tatapan penuh harap."Kamu kenapa menangis?" Riswan dengan raut wajah cemasnya menghampiriku."Bagaimana bisa Kak Riswan tahu kami di sini?" Dia tersenyum menunjukkan riwayat chat dengan Tita."Kamu belum menjawab pertanyaan saya. Jelas bukan debu jalanan yang membuat kamu menangis," tebaknya dan dari ucapannya itu aku tahu dia masih menunggu penjelasanku.Kuceritakan apa adanya sambil menunjuk ke arah pintu ruko di seberang jalan. Aditya saat ini menemui si pemilik ruko kosong itu. Dia berniat untuk membuka toko sembako di sana. "Memangnya dia berniat pindah dan menetap di sini? Kenapa tidak cari rumah terlebih dulu? Kasihan istri dan bayi kembarnya kalau tinggal di sana. Ruko sebelahnya itu warung 24 jam, pasti akan berisik," ujarnya denga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status