Share

Terluka

Author: Ayaya Malila
last update Huling Na-update: 2024-09-30 06:16:37

Bukan hanya Jati yang terkejut atas pernyataan Aira itu, melainkan Mira juga. Wanita paruh baya yang sedari tadi bersembunyi di balik pintu, langsung melotot pada Aira.

"Yang benar, Ra?!" bisik Mira pada Aira yang masih bergeming di ambang pintu.

Akan tetapi, Aira tak menghiraukan sang tante. Dia terlalu fokus pada wajah cantik Senja yang tampak pias.

"Apa maumu, Senja? Kamu sudah berhasil merebut Kak Jati, kan? Sudah kurelakan biduk rumah tangga kami hancur, supaya kalian bisa bersatu. Apa masih kurang pengorbananku?" cerca Aira dengan napas menderu.

"Bukan aku yang merebut Mas Jati, tapi kamu!" Senja tak mau kalah. "Aku yang lebih dulu mengenalnya. Kami saling mencintai!"

"Baguslah, kalau begitu. Kuucapkan selamat untuk kalian. Semoga kalian berdua selalu bahagia. Sekarang, cepat pergi dari sini dan jangan pernah ganggu aku lagi!" titah Aira.

Bukannya tersinggung, Jati malah berjalan mendekat ke arah Aira. Sontak, dada Senja semakin bergemuruh melihatnya.

"Apa benar kamu akan menikah, Ra?"Jati melayangkan tatapan sendu. Seolah tak ada hal lain yang lebih penting selain perkataan Aira tadi.

"Iya!" Aira mengangguk yakin.

"Siapa laki-laki itu?" Sudut bibir Jati bergetar saat berucap demikian.

"Kenapa? Apa itu penting untukmu?" desis Aira.

"Sudahlah, Mas. Kita pulang saja! Sampai kapan kamu mempermalukan aku seperti ini?" keluh Senja. Sebulir air mata jatuh membasahi pipi mulusnya. Dia kini tak bisa lagi menahan cemburu dan sakit hati, akibat sikap Jati.

"Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu mendapatkan pria yang tepat dan baik," kilah Jati.

Mendengar hal itu, Aira tertawa. "Serius, Kak Jati ngomong begini?" ejeknya. "Pria pilihanku jelas jauh lebih baik dibanding kamu. Setidaknya dia tak ada niat untuk menduakanku di awal pernikahan," sindir Aira.

"Ini bukan akal-akalan kalian saja, kan?" sela Senja lirih. Satu tangannya sibuk mengusap air mata yang terus mengalir. "Bisa saja kalian bersandiwara, seakan-akan tidak memiliki hubungan apapun. Tapi di belakang ...."

"Astaga! Jauh sekali pikiranmu, Nja!" Jati mengacak-acak rambutnya kasar. "Dengar, ya! Seharusnya kamu juga merasa bersalah pada Aira, sama sepertiku dan Ibu! Kita ini sudah menghancurkan hidupnya!"

Entah mengapa, hati Aira seperti teriris mendengar perkataan itu. Sekarang, dia baru memahami arti dari sikap lembut dan perhatian Jati. Tidak lebih hanya karena perasaan bersalah serta kasihan. Sedangkan Aira paling benci dikasihani.

"Sebenarnya, aku tidak peduli. Mau kamu percaya atau tidak. Tapi, ucapanmu tadi sungguh mengusik harga diriku! Aku bukan pembohong seperti Kak Jati, Senja!" geram Aira.

"Kamu mau bukti, kan? Oke, kubuktikan sekarang!" Dengan penuh percaya diri, Aira merogoh ponsel dari dalam ransel, lalu menekan kontak Manggala.

Namun, belum sempat nada sambung berbunyi, sebuah mobil Jeep Wrangler berwarna hitam metalik, berhenti tepat di depan halaman rumah Mira.

Tak berselang lama, seorang pria berparas sangat menawan, turun dari sana. Rambut gondrong serta outfit kasual yang dipakai, sama garangnya dengan kendaraan yang dia naiki.

Pria yang tak lain adalah Manggala itu, berjalan gagah ke arah Aira sambil memasang senyuman lebar. "Hai, apa aku mengganggu?" sapanya ramah.

Aira tertegun untuk sesaat. Setelah sadar, dia segera mematikan panggilannya dan berlari menyambut Manggala. "Sayang! Baru saja mau kutelepon!" seru Aira manja. Sesaat kemudian, dia mengalihkan pandangan pada mantan suaminya.

"Kak Jati, kenalkan! Dia atasan di tempatku bekerja! Tepatnya pimpinan redaksi, sekaligus merangkap sebagai calon suamiku," kelakar Aira seraya tertawa renyah.

Dengan percaya diri, dia menggelayut di lengan kekar Manggala. Beberapa kali Aira mengedipkan mata penuh teka-teki, seperti tengah memberikan isyarat pada atasan sekaligus mantan kekasihnya itu.

"Sayang?" ulang Manggala seraya mengernyit kebingungan. Sesaat kemudian, dia mengarahkan tatapan pada Jati dan Senja secara bergantian. Barulah Manggala menyadari bahwa Aira pasti tengah bersandiwara.

"Siapa mereka, Aira?" tanya Manggala penuh selidik.

"Kenalkan, Sayang. Dia mantan suamiku, beserta istrinya. Mereka tak percaya kalau kita akan segera menikah!" Lagi-lagi, Aira mengedip-ngedipkan kedua matanya.

"Oh!" Manggala tergelak. Dia harus bisa mengimbangi drama Aira. Satu tangannya kemudian melingkar di pinggang ramping wanita cantik itu, lalu menariknya mendekat. Tubuh keduanya kini benar-benar menempel, tak ada lagi jarak.

"Minggu depan kami menikah. Kuharap kalian bisa hadir. Hanya resepsi sederhana saja, kok," ujar Manggala dengan percaya diri.

Sementara, Aira melotot. "Minggu depan?" desisnya teramat lirih. Ingin rasanya dia protes, tapi segera diurungkan karena Jati terus memperhatikannya. "Eh, iya! Benar!" celetuk Aira kemudian.

"Kebetulan Mas Jati berada di sini sampai dua minggu ke depan. Selain bulan madu, rencananya suamiku juga akan meninjau lokasi pembangunan peternakan sapi hasil kerjasama dengan rekannya yang ada di sini," terang Senja. "Iya kan, Mas!"

Jati tampak salah tingkah. Namun, secepat mungkin dia menguasai diri. "Iya!" sahutnya sambil mengembuskan napas panjang.

"Tidak apa-apa kan, kalau kami hadir di pernikahan kalian? Maaf jika terkesan mengganggu. Aku hanya ingin memastikan bahwa Aira sudah benar-benar lepas dari Mas Jati," tutur Senja.

"Senja!" hardik Jati. Dia sungguh tak paham dengan jalan pikiran istrinya itu.

"Oh, tidak masalah. Kalian datang saja! Menambah dua undangan tidak akan menjadi masalah besar bagi kami. Iya kan, Sayang!" Kini, giliran Manggala yang mengedipkan sebelah matanya.

Lain halnya dengan Aira yang mendadak pias. Bagaimana mungkin Manggala menyanggupi sebuah resepsi jika sebenarnya pernikahan itu tak pernah ada. Bahkan pria itu dengan percaya dirinya mengundang Jati dan Senja agar turut hadir.

"Tenang saja. Percayalah padaku. Kita beri mereka pernikahan palsu yang akan terlihat sangat nyata," bisik Manggala tepat di telinga Aira. Dia juga menggigit kecil daun telinga berhias anting emas itu.

Deg!

'Apa-apaan ini?'

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Janda Tapi Perawan   Bahagia Untuk Semua

    "Hei, Manggala. Kau datang?" sapa Cynthia dengan suara yang sengaja dibuat manja dan menggoda. "Ya, bersama Aira. Dia sedang ke toilet." Manggala mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dari wanita yang sampai detik itu masih menyimpan rasa cinta untuknya. "Hm, anakmu tampan," sanjung Cynthia sambil iseng menyentuh pipi gembul Enzo. "Terima kasih," ucap Manggala singkat. "Di mana William dan Sammy?" tanyanya mengalihkan perhatian Cynthia. "Sedang bersiap bersama kru event organizer," jawab Cynthia dengan tatapan tak lepas dari wajah tampan Manggala. "Kalau begitu, aku permisi hendak menyusul Aira ke toilet," pamit Manggala. Sejak awal, dia merasa tak nyaman dengan interaksi Cynthia. Sebisa mungkin, Manggala akan berusaha mati-matian untuk menjauh dari ibunda Sammy itu. "Minggu depan adalah sidang pertama ayahku!" seru Cynthia, mencegah langkah Manggala agar tak buru-buru menjauh. "Baguslah!" sahut Manggala singkat. "Banyak saksi baru yang memberatkan ayahku. Ditambah m

  • Janda Tapi Perawan   Undangan Pesta

    Aira mengajak Catherine ke ruang tamu. Untuk menuju ke sana, mereka harus melewati taman belakang. Masih ada Ibra dan Arka yang betah nongkrong di bangku taman. "Kak," sapa Arka dengan sorot penuh arti. Aira yang memahami maksud adik iparnya, langsung tersenyum lebar. "Cat, kenalkan, mereka adik-adikku yang tampan!" Merasa dirinya dipanggil, Catherine yang awalnya berjalan dengan tatapan lurus ke depan sambil menggendong Enzo, segera menoleh. Sementara Ratri yang berada di gendongan Aira, mulai rewel. Bayi cantik itu merengek ingin bersama ibunya. "Ibra, Arka. Kalian berdua mengobrol dulu saja dengan Catherine. Aku mau mengantar Ratri ke ibunya," pamit Aira. Dia langsung pergi tanpa menunggu tanggapan ketiga orang itu. Beberapa langkah menjauh, Aira bisa mendengar gelak tawa dan obrolan ringan yang berasal dari Catherine beserta dua adik iparnya. Sesekali, Enzo ikut berceloteh. Aira pun tersenyum lega. Ternyata, tak sulit bagi mereka bertiga untuk saling mengakrabkan di

  • Janda Tapi Perawan   Jelas Berbeda

    "Hah, menikah?" Aira terkejut luar biasa. "Bukankah Tante Mira memutuskan untuk melajang seumur hidup?" serunya.Teringat oleh Aira, dulu sang tante mengikrarkan bahwa dirinya tidak akan menikah. Alasannya hanya satu, yaitu ribet. Namun, siapa sangka jika hari ini, prinsip itu roboh."Coba tebak, siapa calonnya?" sela Kartika tak kalah antusias."Alex!" sahut Manggala enteng. "Lho, kok tahu?" Kartika melongo."Kapan hari kami melihat Tante Mira dilamar oleh Alex," beber Manggala sambil tersenyum geli."Ya, ampun!" Aira menepuk dahi."Jadi, kedatangan kami kemari adalah mengundang keluarga Manggala untuk hadir dalam resepsi sederhana yang akan diadakan di rumah," tutur Kartika."Tentu, Jeng. Dengan senang hati, kami akan hadir!" balas Imelda tak kalah antusias."Syukurlah!" Kartika berdiri memeluk Imelda, kemudian menyalami Bayu yang lebih banyak diam dan hanya senyum-senyum saja."Eh, tunggu! Enzo dan Ratri ke mana?" Saking hebohnya, Aira sampai melupakan keberadaan putra semata waya

  • Janda Tapi Perawan   Cinta Selamanya

    Manggala menahan napas. Menelan ludah pun terasa sulit. Tak disangka Aira bersedia menuruti keinginan gilanya. "Ra, sudah, Ra. Kamu menang," desis Manggala saat Aira terus meliukkan tubuh yang kini hanya terbalut pakaian dalam. "Nanggung, Sayang." Rupanya Aira terbawa permainan sendiri. Dia begitu menghayati hingga tanpa sadar kini hanya tersisa segitiga hitam berenda yang menutupi inti tubuhnya. "Oke, stop!" Manggala bangkit dari ranjang dan menerjang Aira. Dicumbuinya sang istri dengan sedikit kasar. Manggala lalu mendudukkan Aira di sofa, mengungkung dan menyerangnya dengan ciuman. Ketika Manggala hendak melepas segitiga berenda itu, Aira tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan suaminya. "Tunggu!" pinta Aira. "Lepas, Ra," geram Manggala yang sudah tak dapat menahan gairah. "Kamu masih marah, kan? Masih cemburu?" cecar Aira. Manggala menggeleng lemah. "Aku memaafkanmu, Sayang. Sekarang, ayo kita lanjut!" Manggala mendorong lembut tubuh Aira hingga berbaring di sofa. Dia l

  • Janda Tapi Perawan   Debat Panas

    "Sayang, kamu marah, ya?" Aira menarik-narik ujung lengan T-shirt yang dikenakan Manggala. "Sungguh aku tidak tahu kalau Hilda akan mengajakku ke rumah itu," beber Aira membela diri. Manggala masih diam, meskipun jemari Aira sudah menggerayangi bagian-bagian sensitif di tubuh tegapnya. "Sayang, please. Jangan diamkan aku. Aku tak kuat," rayu Aira tak putus asa. Kini, dia mengalungkan tangan di leher Manggala, lalu menariknya pelan. Dikecupnya leher kokoh itu berkali-kali. "Aira, geli!" hardik Manggala kesal. Dia jadi tidak bisa berkonsentrasi mengendarai mobil. Namun, Aira seakan tak menghiraukan protes suaminya. Dia malah meninggalkan bekas merah keunguan di leher bawah Manggala. "Astaga!" Manggala menyerah. Dia tak mau membahayakan istrinya akibat tidak bisa konsentrasi saat mengemudi. Dengan penuh emosi, Manggala membelokkan kemudi di sebuah hotel yang kebetulan dia lintasi. "Lho, Ngga? Kok belok ke hotel? Mau ngapain?" cecar Aira grogi. "Menurutmu?" sahut Mang

  • Janda Tapi Perawan   Cinta Dan Percaya

    "Tadi rencananya Tante mau mengajak kamu makan pagi menjelang siang bersama-sama, tapi Hilda buru-buru berpamitan pulang," ujar Andini. "Oh, iya, Bu. Kebetulan suami saya juga barusan menelepon. Saya harus cepat-cepat kembali ke kantor," pamit Aira. "Iya, tentu! Tapi, sebelum kamu pulang, tolong bawa ini untuk makan siang kalian. Ini untuk Hilda dan suaminya juga." Andini menyodorkan lima kotak makanan pada Aira. "Banyak banget, Tante?" Sambil berkata demikian, Hilda langsung meraih kotak-kotak makanan yang ditata dalam paperbag itu. "Biasanya para pria porsi makannya lebih banyak," timpal Andini seraya tertawa. "Ah, Tante memang yang terbaik!" sanjung Hilda. Dipeluknya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. Tak lupa ciuman pipi kanan dan kiri. Begitu pula Aira. Dia memeluk Andini cukup lama. Ada rasa haru terselip di dada. Bagaimanapun, sejak menjadi menantu, ibunda Jati itu selalu bersikap baik dan lembut padanya. "Sering-sering main ke sini ya, Nak," pinta

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status