__🍓🍓🍓🍓__Dua hari aku habiskan untuk mengemas hati dan memikirkan apa yang akan kulakukan, antara lebih dulu menggugat perceraian atau melaporkan perbuatan Mas Imam pada pihak berwajib.Aku tahu bahwa masalah ini bisa dibawa ke pengadilan agama, bahkan kantor polisi atas pemalsuan dokumen sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 pasal 93 Tentang Perubahan Administrasi Kependudukan yang berbunyi : Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat atau dokumen kepada Instansi pelaksana dalam melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak lima puluh juta. Ditambah juga Mas Imam bisa dijerat pasal 97 Setiap penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara
Orang-orang yang kebetulan berkerumun mencibir dan menyoroti mertua Mas Imam dengan nada cemoohan."Wuu ... Nggak ingat umur apa, masih mau mencuri," ujar seorang wanita."Ya, ampun, tobat Nek sudah ada bukti yang jelas kenapa masih tidak mau mengaku?" timpal yang lain.Wanita tua itu terlihat kaget bingung dan malu, dia berusaha menjelaskan namun tidak ada seorangpun yang mau mendengarkan orang orang mencibir dan menyoroti sementara penjual itu menuntut dia membayar.."Iya Pak saya akan bayar," ujarnya terbata-bata sambil mengeluarkan dompet. Namun karena mendengar keriuhan dan tertawaan orang, wanita itu jadi gemetar dan dompet yang dipegang jatuh koin-koin berserakan dan ibu itu berusaha meraih uangnya yang tercerai-berai di antara orang orang yang berdiri.Melihat dia yang kelimpungan dengan uangnya orang-orang bukan yang membantu tapi malah menertawakan.Tiba-tiba Sari datang dan kaget melihat keadaan ibunya yang di kerumuni massa."Ada apa ini? permisi ....""Ibu itu mencuri, d
Senin pagi, aku mendapatkan panggilan dari perusahaan Mas Imam, menurut informasi, aku harus ke sana untuk menemui manager cabang dan bicara. Tapi, entah untuk apa. Seusai membereskan rumah dan memastikan anak anak sudah sarapan, aku bergegas menuju kantoras Imam dengan menumpang taksi online.Sesampainya di sana, kutemui resepsionis dan memberi tahu bahwa aku dipanggil manager, setelah tiga puluh menit menunggu, dan manager datang, aku langsung menemui di dalam ruangannya."Silakan duduk Ibu Yanti," ucapnya."Terima kasih Pak.""Jadi, saya memanggil Ibu Yanti untuk memberi tahu bahwa Ibu berhak mendapatkan tunjangan bulanan dari perusahaan kami.""Benarkah, Pak, Alhamdulillah," ucapku bahagia."Iya, Bu. Namun itu hanya tunjangan, gaji pokok dan bonus tetap masuk ke rekening Pak Imam. Ini adalah bentuk bantuan dan kebijakan perusahaan atas nasib ibu Yanti dan anak-anak, maaf jika tak bisa membantu lebih."Aku tahu, sebagian dari kebaikan perusahaan ini adalah bentuk agar aku tak t
Aku kembali ke rumah, diantar dua orang polisi, anak anak syok, tetangga juga heboh, dan berita yang terdengar menyebar cepat. Bahwa aku nyaris dibunuh suami sendiri."Ya, Allah, Mbak yanti ..." Tetangga menatap iba, ada juga yang geleng-geleng kepala entah apa maksudnya, mungkin tidak habis pikir atau malah senang."Bunda, gimana keadaan Bunda?" Anak ana memeriksa, mereka nampak sedih dan hancur hatinya, terlebih ketika melihatku yang lebam dan terluka."Allahu Akbar, kenapa ayah begitu keji akhir akhir ini," gumam Erwin."Bersiaplah untuk kehidupan yang lebih sulit dari ini, mungkin kita akan terusir dari rumah ini Nak," ucapku."Apa? Kita akan diusir?""Ya, bisa jadi mengingat cara Ayah, kayaknya kita memang harus berakhir dengan pergi jauh dari sini.""Kalo memang harus begitu, ya sudah, mau bagaimana lagi," timpal Vito."Mulailah berkemas Nak," pintaku pelan."Iya, Bund."Kebetulan tetangga yang datang ke rumah untuk melihat keadaanku, mendengar itu, mereka hanya bisa mendecak
"Eh, Mbak, ... Saya dengar kabar Pak Imam dipecat dari kantornya," ucap Mbak Dita yang mendatangi ke rumah ketika aku sedang sibuk membuat cream kue."Oh ya, kok bisa, Mbak?""Mungkin perbuatan Suaminya Mbak sudah diketahui oleh bosnya.""Kalau benar maka mungkin dia akan semakin dendam kepada kami," balasku menggigit bibir."Bisa jadi juga, itu adalah titik balik pak imamnya mendapatkan hidayah untuk bertaubat," ucap tetangga dekat rumah itu."Tapi, Mbak, tahu dari mana?""Kan' suami saya pekerjaannya hampir sama dengan Pak Imam, cuma beda perusahaan aja, tapi mereka sering kok berasa di lokasi yang sama," ujar wanita itu."Iya, juga ya," gumamku pelan."Oh, ya, Mbak sudah punya rencana pindah?" tanyanya dengan mimik ingin tahu."Uhm, mungkin ... Tapi saya belum tau ke mana." Kulirik beberapa barang yang sudah masuk ke dalam kardus, sebagian sudah dikemas rapi dan sebagian lain belum dilakban."Sabar ya, Mbak. Saya sangat prihatin dan menyesalkan kejadian ini, mudah-mudahan Mbak bis
Karena tidak tahan lagi dengan semua gangguan dan bagaimana jahilnya Mereka mengganggu hidup kami, akhirnya kuputuskan untuk memgambil langkah bergerak dan bangkit dan memberi mereka pelajaran.Sepulangnya dari sekolah Vito, kuturunkan putraku sampai di depan rumah,emintanya masuk dan mengganti baju, sementara aku langsung memutuskan untuk pergi ke rumah Mas Imam.Sesampainya di depan rumah bercat putih itu, terlihat anak Mas Imam senang bermain dengan neneknya, sementara dia dan istrinya nampak belum kembali, karena mobilnya yang tidak berada di sana.Tanpa banyak bicara lagi aku langsung masuk ke halaman, melihatku datang wanita tua yang suka mengacaukan hidup kami, langsung berusaha menghalauku, dia berusaha mencegah, menghadang, dan mengusir. Namun aku tidak mengindahkan perbuatannya."Mau apa kamu ke sini?" tanyanya sambil berkacak pinggang.Aku tidak menjawab, melainkan langsung menyingkirkan wanita itu dari depanku dan masuk ke dalam rumah mereka.Ketika masuk ke ruang tamu,
Ketika aku bukakan pintu pria itu langsung masuk yang mencekik leherku, dengan beringasnya dia langsung marah dan berteriak di wajah ini."Beraninya kamu datang dan merusak rumahku!""Kenapa tidak, terlanjur kau juga sudah merusak hidup kami," balasku."Kau emang pantas dihajar dan dipukuli," ucapnya sambil menampar dan mendorong tubuhku hingga menabrak meja ruang tamu.Anak anak kaget, bangun dari posisi makan mereka, dan bersiap untuk menolongku namun aku juga mencegahnya."Jangan mendekat, biar ayah dan bunda menyelesaikan urusan kami," cegahku."Tapi ...."Belumlah selesai anak-anakku melanjutkan kata-katanya, Mas Imam sudah mendekat menarik bagian dada pakaianku dan mengangkatku dengan kasar. Dia mencoba mencekik kembali di diri ini."Ayah, tolong ...."Erwin dan vito mencoba menghalau tindakan ayahnya dengan menarik lengan pria itu, namun Mas Imam juga kuat dia mencekik dan menghempaskan tubuhku kembali ke lantai. Rasanya remuk tulang belulangku dan sakit sekali lengan ini terhe
Kudengar kabar dari orang yang kumintai tolong untuk menjadi kuasa hukum kami yang bernama Pak Rudi, bahwa polisi sudah mengirimkan surat pemanggilan pada Mas Imam.Menurutnya kali ini Mas Imam akan sulit melepaskan diri karena perbuatannya sudah begitu fatal. Beliau juga mengatakan paling lama jam delapan pagi Mas Imam sudah berada di kantor polisi.Baru saja kupikirkan dia tiba tiba orangnya sudah ada di belakangku.Aku terkejut bukan main, langsung menjaga jarak namun ia hanya terkekeh pelan dan menggeser kursi lalu duduk."Aku mau bicara," ucapnya dengan tegas."Apa?""Anak anak di mana?""Sekolah," jawabku waspada.Khawatir ia akan melakukan sesuatu. Melihat gelagat awas dariku, dia kembali tertawa."Jangan tuntut aku, akan kuberikan apa yang kau inginkan.""Hah?" Aku tertawa tak percaya."Bukankah kau menuntut agar mendapatkan tunjangan dan ganti rugi yang besar bukan?""Bukan, aku ingin kau dipenjara, aku ingin kau membayar atas luka yang kau torehkan padaku," jawabku."Tolo