Share

Bab 2

Penulis: Moody Moody
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-09 13:59:54

Saat itu juga Alice pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, dia hanya di suruh membersihkan rumahnya. Alasan sebelumnya Antonio menyuruhnya pulang adalah karena di rumahnya tidak ada yang mengurus rumah. Ketika Alice selesai membersihkan rumahnya, dia kemudian masuk ke kamarnya dan mengerjaan tugas yang sebentar lagi mendekati deadline dengan cepat dirinya mengerjakan tugas itu sampai larut malam. Tidak terasa waktu berjalan lebih cepat dari pada yang dia duga, sekarang dia harus mandi dan bersiap untuk tidur. Namun, sebelum dia hendak mandi dia kemudian menyiapkan makan malam. Setelah semuanya selesai, akhirnya dirinya bisa beristirahat dengan tentram tanpa ada yang memanggilnya untuk di suruh-suruh. Setelah malam tiba Alice di balik selimutnya dia membayangkan dirinya yang masih bahagia karena keluarganya lengkap. Ingatan itu terus bermunculan seperti tamu yang tidak di undang. Dirinya yang sudah merasa kantuk kemudian tertidur. Dia tertidur dengan lelap. Keesokan harinya, dirinya bagun pagi dan melakukan aktivitas pagi dengan kondisi yang masih ngantuk dirinya membereskan rumahnya dimulai dari tempat tidurnya. Setelah selesai membereskan semuanya dia kemudian mandi. Tapi sebelum mandi dia harus mengantri dulu karena Antonio pergi ke kamar mandi terlebih dahulu. Setelah berabad-abad menunggu, Antonio yang dari tadi di kamar mandi akhirnya giliran Alice. Seperti halnya Antonio, dia juga di kamar mandi sampai berabad-abad hingga akhirnya selesai. Alice yang kemudian berganti pakaian dan merias diri bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Jadwal kuliah pagi ini akan di mulai pukul 08.00 karena itulah dirinya berangkat lebih awal. Setelah dia selesai sarapan kemudian berangkat menuju kampus. Dirinya menaiki bus tidak perlu berlama-lama menunggu, bus pun akhirnya datang dan Alice kemudian menaikinya. Dia duduk di kursi paling belakang sambil mendengarkan musik. Suasana pagi yang begitu cerah membuat harinya berwarna. Tidak lama kemudian dia telah sampai dan memasuki kelas.

Suasana kelas yang begitu ramai membuat hari semakin bersemangat. Mereka semua sedang menunggu materi di mulai seperti halnya dirinya. Alice duduk sendirian dia kemudian meletakan catatannya dan memeriksa sekilas. Suasana kelas yang ramai itu pun berubah menjadi hening seperti kuburan begitu profesor datang dan memberi salam. Materi pertama pun di mulai. Alice yang memiliki saudara laki-laki yaang pertama memang memiliki perbedaan usia yang cukup jauh yaitu 5 tahun dengannya sementara yang kedua hanya berbeda 3 tahuan saja. Mereka memang tidak terlalu dekat dan lagi seperti memliki kecanggungan sesama saudara. Keluarga yang cukup unik karena mereka terlihat ramai meski kadang bertengkar sampai seperti sedang perang dunia. Berbeda dengan lingkungan di rumahnya yang cenderung mengekang dia hidup di luar sana sebagai anak yang independent dia tidak suka bergantung kepada orang lain. Alice memang seperti itu semenjak dia beranjak dewasa dia juga tidak berkencan meskipun wajahnya cantik dia sama sekali tidak tertarik dengan dunia percintaan yang penuh drama. Dia lebih seperti anak rajin tapi tidak serajin itu. Pulang dari kuliah dirinya selalu pergi ke tempat kerja yang merupakan sebuah kantor pegadaian. Dia sudah lama bekerja di sana sebagai pekerja paruh waktu dimulai ketika dirinya dulu magang di sana dan sampai sekarang dia melanjutkan sebagai pekerja paruh waktu. Demi mencari kesibukan dan uang tambahan dia melakukannya dengan bahagia setiap hari dia selalu bekerja kecuali hari minggu. Kehidupan Alice sangat jauh dari kata mewah meskipun ayahnya seorang fisioterapi tapi mereka hidup sederhana. Dan lebih mempercayakan semuanya kepada kedua saudaranya itu. Berbeda dengan Alice yang cenderung di suruh di rumah saja bahkan dirinya yang bekerja paruh waktu itu pun tidak diketahui oleh keluarganya. Sudah beberapa tahun berlalu semenjak ibunya bercerai dia tidak pernah lagi bertemu dengannya terakhir kali ketika dirinya masih berumur 7 tahun. Memang berat tapi semua itu dia terima dengan alasan takdir yang tidak adapay dia ubah. Karenanya dia terus berambisi menjadi sukses meskipun dia perempuan yang di kekang oleh keluarganya.

Alice adalah anak yang sebelumnya sering sekali mendapat perlakuan yang tidak adil dari keluarganya hanya karena dirinya merupakakn perempuan. Selama ini dia menahan amarah itu dan menjadikan dirinya semakin berambisi bahwa perempuan itu bisa berada di posisi tinggi mereka yang membuatnya rendah dan tidak melangkah sampai sejauh itu jelas sekali pemikiran mereka msih sangat kuno. Terlebih lagi keluarganya ini selalu mebuatnya menjadi seperti pembantu. Sebelumnya kejadian seperti ini juga terjadi berdasarkan beberapa kerabat dekatnya. Seharusnya Alice memang tinggal dengan ibunya saja tapi ada masalah dengan itu dulu statusnya pacar ibunya untuk saat ini pasti berbeda karena itu dirinya lebih memilih berada di penjara putus asa dari pada masuk ke kandang kesengsaraan. Setiap harinya Alice memang terlihat baik-baik saja tapi semua itu hanya kebohongan dirinya lebih memilih kerja lembur dengan alasan tidak mau pulang ke rumah itu membuktikan bahwa dirinya sangan tida nyaman berada di sana.

Keesokan harinya ativitas sehari-hari membuat dirinya merasa bosan tapi dia terus melakuaknnya. Dia dengan perasaan yang tertahan itu membuat suasana moodnya ancur dan pada akhirnya meluap. Alice hari ini masuk kuliah seperti biasanya dia pergi mengiuti kelas dengan rutin dan belajar kemudian mengerjakan tugas. Tiba-tiba seseorang memanggil dirinya dari belakang dengan suara samar. Semakin dekat suara itu memanggil dirinya dan ternyata dia adalah teman sekelasnya bernama Theresa.

“Alice hari ini kau akan ikut ke acara pertemuan angkatan?”

“Apa? sekarang?”

“Benar acaranya akan di mulai di cafe depan kampus kau mau ikut?”

“Bagaimana ya?”

“Ayolah semua orang pasti akan datang masa kau tidak datang.”

“Baiklah aku akan ikut.”

“Oke.”

“Kenapa kau sendirian?”

“Hmm? Memangnya tidak boleh aku sendirian?”

“Tidak aku hanya bertanya saja.”

“Sudah jelaskan aku benci keramaian karena itu tidak bergabung dengan mereka lagi pula mereka selalu membicarakan hal yang tidak penting karena itulah aku menjauh. Ku harapa kau paham.”

“Sudah ku duga. Ternyata kau juga anti sosialnya.”

“Hey bukan itu maksudku. Mereka itu toxic. Kau dengar toxic.”

“Iya iya aku dengar.”

“Sekarang kita mau kemana?”

“Perpustakaan.”

Theresa adalah anak yang sangat populer karena kecantikannya tapi kepribadiannya yang sedikit kekanakan membuat dirinya selalu menjadi bahan pembicaraan. Dia juga tipikal anak yang pendiam dia hanya akan mendekati orang yang menurutnya baik untuk dijadikan teman. Sebelumnya dia pernah tergabung dalam club seni karena kepopuleran dirinya membuatnya tidak nyaman. Memang dia berbeda dari anak lainnya yang haus akan sorot panggung dia lebih memilih untuk tidak terkenal sama sekali. Theresa merupakan orang yang pintar dia juga sering mendapatkan nilai yang bagus. Selama lima semester bersamanya diriku banyak mengetahui tentang Theresia. Dia memang orang baik. Kebaikannya yang ku ingat sampai sekarang yaitu dimana dia selalu membela diriku ketika semua orang menganggap diriku antisosial dan dia juga memiliki kesamaan denganku yaitu sama-sama berjuang sebagai perempuan. Theresia yang merupakan anak seorang dokter di sebuah rumah sakit di kota ini yang selalu mendapat banyak pujian karena kepintarannya tapi dirinya selama ini tidak bisa menyembunyikan kesedihannya dia setelah lulus dipaksa keluarganya untuk menikah dengan anak teman dari ayahnya meskipun anak itu terlihat menyukainya wajar saja memangnya siapa yang akan menolak perempuan seperti Theresia. Tapi jauh di lubuk hatinya dia ingin sekali mencapai tujuan hidupnya kami memang sama-sama masuk jurusan biologi dengan harapan di masa depan bisa mencapai tujuan. Tapi ternyata kenyataan sebenarnya sangat menjijikan selama ini orang yang menghancurkan diriku sebenarnya bukan musuh atau pun teman yang iri dengki melainkan keluarga sendiri. Setelah mendengar tekanan hidup Theresia saat itu masih semester 4 diriku merasa ada teman. Teman yang berada di jalan yang sama tentunya dia dapat membantu bahkan bertumbuh bersama. Awalnya diriku yang payah ini tidak memiliki tempat di mana pun bahkan teman sekali pun itu terasa tidak pantas bagi diriku yang seperti pengecut ini.

Tepat di perpustakaan mereka berdua menghabiskan waktu dengan membaca buku sambil memgerjakan tugas yang mendekati deadline. Mereka berdua sesekali mengobrol dan kemudian fokus kepada tugas. Pemandangan yang sangat indah dua orang yang memiliki visual diatas rata-rata bersama-sama menciptakan pemadangan yang fantastis. Anak-anak di kampus ini memang selalu memabdang penampilan mereka sangat terkesan dengan penampilan seseorang dan menjadikan orang tersebut menjadi populer. Alice yang tidak mempedulikan pandangan orang lain membuat dirinya terlihat dingin namun karena wajahnya itu membuat para penggemarnya banya. Karena semua orang penggila penampilan sering kali di sini terdapat bullying dan body shaming yang membuat sebagian orang yang menjadi korban merasa tidak nyaman dengan perlakuan mereka.

Itu memang tidak bisa di benarkan karena itulah orang-orang berlomba-lomba untuk memiliki penampilan yang menarik. Sangat menyedihakan itulah manusia mendengarkan kritikan yang membangun ke dalam kebaikan itu sangatlah pantas di ikuti. Namun jika mendengakan kritikan yang hanya akan menyaiti diri sendiri tidak sepantaskan di lakukan. Semua orang sangat berharga dan bagus di lihat dari kebaikan hatinya. Mereka memang aneh dan selalu saja seperti itu bahkan sangat banyak yang menjadi frustasi. Ini sungguh gila orang-orang tidak bermoral mereka seharusnya berbenah diri sebelum mengatakan kritikan terhadap orang lain apalagi jia itu sangat menyakitkan.

Alice dan Theresia yang masih berada di perpustakaaan kemudian mereka pergi karena tugasnya telah selesai. Mereka memutuskan untuk pergi ke pertemuan angkatan. Tepat di depan cafe mereka kemudian langsung masuk dan di sana ternyata sudah banyak orang.

”Oh kalian datang. Kesini,” ucap seseorang dan ternyata itu adalah ketua kelas. Dia memanggil Alice dan Theresia. Dengan cepat mereka berdua pergi menuju ke tempat ketua kelas.

“Kalian tadi kemana saja?”

“Kami baru saja pulang dari perpustakaan,” ucap Alice

“Mengerjakan tugas ya? Wah rajin sekali. sepertinya setelah acara ini selesai aku juga harus cepat mengerjakannya.”

“Benar-benar akan sangat merepotkan bukan jika terlambat.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 133

    Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 132

    “Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 131

    Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 130

    “Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 129

    Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn

  • Jangan Bungkam Suaraku!   Bab 128

    Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status