Ketika semua orang tengah berkumpul di acara perkumpulan angkatan ini tidak di sangka bahwa selama ini membuat Alice merasakan sensasi yang berbeda kerena sebelumnya dirinya tidak pernah datang ke acara seperti ini. Alice dan temannya kemudian duduk di kursi tidak jauh dari tempat mereka semua berada dengan perasaan sedikit canggung kemudian acara ini dimulai dengan beberapa perkataan ketua angkatan yang sudah seperti ceramah motivator. Di sana suasananya sangat ramai namun tidak tahu kenapa rasanya tidak nyaman dan setelah makanannya datang Alice langsung menikmatinya tanpa berlama-lama. Melihat teman-temannya yang sedang asik bercanda tiba-tiba saja Alice merasa ingin pergi ke toilet. Dan kemudian dirinya pergi ke sana.
“Aku pergi ke toilet dulu.”
“ Oh okay.”
Suasananya semakin ramai dan terus seperti itu sampai acaranya selesai. Ketika Alice berada di dalam toilet dirinya membuka kotak obat dan kemudian dia mengambil beberapa obat untuk dia telan. Akhir-akhir ini dirinya sering sekali diare karena itulah kemana-mana wajib membawa obat diare. Alice yang sudah kembali dari toilet kemudian melihat orang-orang sudah mabuk dan tidak ada yang masih dalam keadaan sadar. Waktu masih menujukan pukul 7 malam namun mereka semua sudah seperti ini membuat dirinya harus membangunkan temannya itu dan membawanya pulang dengan menggunakan taksi. Ketika Alice hendak mengangkat temannya itu tidak lama kemudian dia melihat seseorang yang sangat familliar datang ke tempat itu dan melihat dirinya dengan tatapan dingin. Dalam sekejap Alice langsung memalingkan wajahnya dan kembali mengangkat temannya tersebut.
“Pak, tolong antarkan dia ke alamat ini,” ucap Alice sambil menunjukan alamat rumahnya itu lalu kemudian dia menelpon adik perempuan temannya itu untuk menunggu kakaknya di depan rumahnya dan ternyata adiknya menurut dengan sangat baik.
Setelah dirinya terbebas dari beban itu Alice langsung pulang ke rumahnya dengan menggunakan bus. Tidak perlu menunggu waktu lama tidak lama kemudian bus datang dari arah kanan dan kemudian Alice menaikinya. Di dalam bus banyak sekali orang sehingga membuat dirinya harus berdesakan untuk duduk di kursi belakang. Tidak terasa dirinya sekarang sudah akan sampai begitu 30 menit berlalu. Terpat di depan pemberhentian bus dirinya keluar dengan perasaan lega dan kemudian berjalan untuk sampai ke rumahnya yang tidak jauh dari sana. Alice melihat sebuah minimarket dan dirinya kemudian datang ke sana untuk membeli beberapa botol beer lagi. setelah dirinya pergi dari tempat itu kemudian Alice sampailah di rumahnya.
“Aku pulang,” ucap Alice.
“Kau habis dari mana?” ucap Antoni
“Perkumpulan angkatan. Memangnya kenapa?”
“Lalu kenapa kau membeli beer sebanyak itu?”
“Ah ini karena aku sedang ingin saja. Memang kenapa kau seperti itu terus.”
“Tidak perlu marah segala.”
“Kau menyebalkan.”
Alice kemudian memasuki kamarnya dan di sana dirinya kemudian membaringkan badannya yang kelelahan itu. suasana di rumah ini terasa begitu sumpek dimana Alice selalu frustrasi dan ingin sekali pergi tapi ternyata dia harus melakukan berbagai tugasnya karena selama ini dirinya lah yang selalu berkorban. Beberapa jam kemudian dirinya sudah menghabiskan banyak beer yang barusan dia beli di minimarket terdekat. Tidak hanya itu saja Alice langsung mabuk dan kemudian dia tertidur pulas. Selama ini banyak sekali hal yang terjadi dan seketika membuat dirinya merasa kacau.
Keesokan harinya Alice banguan dengan dikejutkan oleh bunyi alarm yang membangunkan dirinya itu. Melihat jam sudah menunjukan pukul 7 pagi akhirnya dirinya beranjak dari tempat tidur dan kemudian memulai harinya dengan membersihkan rumahnya seperti pembantu. Setelah dirinya selesai dengan tugas rumahnya barulah dia harus bersiap untuk pergi ke kampus. beruntung hari ini dirinya harus berangkat pukul 2 siang karena jadwal kuliah siang sehingga dirinya yang masih sakit kepala itu biasa beristirahat sebentar. Matahari sudah mulai meninggi sekarang Alice yang sedang beristirahat harus mulai bersiap untuk berangkat ke kampus. Tidak perlu menunggu waktu lama untuk dirinya yang bersiap pergi ke kampus tersebut cukup dengan waktu 30 menit saja dirinya sudah siap.
“Alice apa itu kau?” ucap seseorang kepada dirinya ketika hendak menaiki bus.
“Iya. Ada apa?”
“Wah ternyata kau ini cukup nekad juga yak.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tidak tahu rupanya. Kudengar banyak gossip tentang dirimu loh.”
“Mau sampai kapan kau akan seperti itu? kekanak-kanakan saja tahu.”
“Ini bukan soal kenak-kanakan tapi teputasimu bisa saja hancur. Kau tidak mau dengar?”
“Tidak. Terimakasih pergi saja sana.”
“Hey. Kau ini.”
“Astaga ada apa? kau sampai mebuntutiku begini.”
“Maaf. Hanya ingin bareng saja.”
Kemudian Alice duduk di kursi belakang bersama dengan orang itu bernama Flora. Dia memang menyebalkan sikapnya yang terus menerus bergossip membuat dirinya seakan muak hanya dengan melihat wajahnya saja. Dan kali ini anak ini berada disampingnya seolah teman dekat itu membuat ingin muntah saja. Begitu sampai di tempat tujuan mereka berdua berjalan bersama dan tidak lama kemudian seseorang memanggil Alice dan ternyata itu adalah Theresia.
“Alice.”
“Theresia. Kau sudah datang.”
“Ya. Aku baru saja datang. Oh siapa kau?”
“Kau tidak mengenalku?’ ucap Flora
“Tidak. Apa kau temannya Alice? Jurusan apa?”
“Tidak juga hanya kami pernah dekta. Komunikasi.”
“Begitu ya.”
“Iya benar. kalian akan pergi ke kelas?”
“Tentu. Lagi pula kami tidak satu kelas denganmu jadi sampai jumpa,” ucap Theresia
“Ah iya. Sampai jumpa.”
Alice dan Theresia kemudian memasuki kelasnya disana mereka di kejutkan dengan semua anak yang sedang berkumpul dan kemudian mereka semua melihat ke arah Alice. Tatapan mereka seolah memperlihatkan kebencian. Alice kemudian duduk di kursi yang berdekatan dengan Theresia. Mereka terus melirik ke arahnya namun Alice tidak mempedulikannya sama sekali. akhir-akhir ini banyak beredar berita tidak menyenangkan mengenai Alice. Dan berita tersebut tersebar dengan cepat dari mulut ke mulut dan bahkan melalui grup-grup chat yang membicarakan dirinya. Tidak lama kemudian professor datang sehingga kelas dimulai. Mereka yang menatap dirinya dengan tatapan seperti itu sama sekali tidak membuatnya takut.
“Alice. Kau baik-baik saja?” ucap Theresia
“Tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa.”
“Syukurlah.”
“Jangan dipkirkan. Itu tidaklah penting.”
“Okay.”
2 jam berlalu mereka kemudian bubar dan sekarang Alice bersama dengan Theresia menuju ke cafetaria. Ketika mereka hendak pergi ke sana, suasana terasa begitu mencekram namun lagi-lagi itu tidak berpengaruh apa pun kepada dirinya. Theresia memang teman yang baik dan satu-satunya yang selalu bersama dengan Alice berbeda dengan mereka yang terus berpura-pura baik. Sesampainya di cafetaria mereka berdua memesan minuman dan juga makanan. Kali ini suasananya terasa lebih lega dari sebelumnya dan kemudian mereka berdua berbincang membicarakan berbagai hal bersama. Semuanya terasa begitu menyebalkan itulah yang ada dalam pikiran Alice.
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti