Mag-log in**"Kau!"Emmeline melonjak kaget di dalam kubikelnya saat tiba-tiba saja sang direktur sudah muncul di hadapannya dan memanggil dengan suara dalam."Ada yang bisa saya bantu, Pak Direktur?" Em mengangkat kedua alis. Ia tidak merasa sudah membuat kesalahan apapun yang mengharuskan Daniel mendatanginya seperti ini."Ke ruanganku sekarang!" Daniel memandang ke seluruh penjuru ruang kerja lantai tiga yang ramai siang itu. Ia berdecak sebelum menggeleng dan meralat ucapannya. "Tidak, ikut aku ke ruang meeting di sebelah saja sekarang. Ke ruanganku terlalu jauh."Em tidak bertanya ada apa, sebab dengan melihat gelagat sang atasan yang gelisah saja ia sudah tahu ini pasti perkara urgent. Maka gadis itu kemudian berdiri dari kursinya dan mulai mengikuti Daniel yang sudah keluar ruangan terlebih dulu. Keduanya lantas memasuki ruang meeting yang kala itu sedang sepi tak berpenghuni.Daniel berbalik dan segera bertanya tanpa basa-basi. "Clara masih tinggal denganmu sampai sekarang, kan?"Sonta
**"Di mana gadis brengsek itu sekarang? Biar kubunuh dia sekalian! Aku sudah muak dengan kelakuannya yang seperti iblis itu!" Hailey berseru penuh amarah. Ia berdiri dari kursi kafetaria, kacamata hitamnya terjatuh hingga manik emerald-nya yang cantik memerah. "Katakan kepadaku di mana dia sekarang, atau kucari sendiri?""Nona, tolong jangan begitu. Jangan buat kekacauan di tempat umum seperti ini ....""Jalang sialan itu tidak berhak melakukan ini kepada siapapun! Memangnya dia pikir dia itu siapa?""Nona, tenanglah. Tenang ...."Gerard meraih tangan Hailey dan membantunya duduk kembali. Ia menyodorkan tumbler berisi air mineral yang dibawanya ke arah gadis itu. "Minumlah dulu agar kau tenang."Alih-alih tenang, Hailey justru memandang Gerard dengan sangat muak. "Kau sudah disakiti demikian besarnya, Gerard Reese! Bagaimana bisa kau masih setenang itu? Tunanganmu sendiri bermain belakang saat kau sakit sampai dia hamil dengan pria lain! Terbuat dari apa hatimu itu?""Dia pasti punya
**"Apakah anda tersesat atau semacamnya? Biarkan saya membantu anda ...."Hailey bergerak dengan tidak nyaman. Dan karena beberapa orang di sana mulai notice dengan dirinya, ia terpaksa segera mengenakan masker serta kaca mata hitam demi tetap terjaganya privasi."Aku harus begini agar orang tidak semakin mengenali kehadiranku, maaf," tuturnya canggung. Namun sebalknya, Gerard justru tertegun."Astaga, apakah anda adalah publik figur? Bisa-bisanya saya tidak mengenal anda. Anda ini sebenarnya siapa, Nona?""Lebih baik tidak usah mengenal saja." Gadis itu menjawab dengan muram. Semakin tidak enak hati sebab menghadapi keramahan dan kebaikan Gerard yang tidak kira-kira. Kendati demikian, ia sudah sampai di sini. Ia tidak pergi sejauh ini hanya utnuk pulang dengan tangan hampa."Ini tentang tunanganmu," kata Hailey lirih. Lagi-lagi Gerard terlihat terperanjat."Oh, jadi anda mengenal tunangan saya, Clara Anderson? Apakah anda temannya?"Hailey mendesah pelan. "Clara tunanganmu itu, bers
**"Dia sudah dua tahun bertunangan dengan seorang pria bernama Gerard Reese. Tunangannya sempat masuk rumah sakit selama berbulan-bulan. Belum lama ini mereka pindah dan tinggal di apartemen Orange Country, lantai empat nomor 295. Gerard bekerja di salah satu perusahaan lokal."Hailey tertegun membaca sebaris pesan virtual dalam layar ponsel yang baru saja dikirim oleh informan suruhannya. Selama beberapa saat ia diam, mencoba mencerna informasi itu."Tunangan?" gumamnya tak percaya. "Dua tahun? Jadi dia sudah punya tunangan saat merebut kekasihku? Demi Tuhan! Iblis betina macam apa dia ini?"Kemarahan membara dalam dada Hailey. Semua petaka yang ia dapatkan seperti berawal dari Clara. Tentang bagaimana Daniel yang semakin menjauhinya, dan puncaknya mendepaknya dari StarTech kemarin. Seperti tidak cukup sampai di situ, rekaman kamera pengawas mobilnya yang menabrak Clara di depan kafe itu juga entah bagaimana bisa tersebar luas. Nama besar Hailey runtuh dan semua orang menghujatnya h
**Clara berlari ke kamar mandi. Selama beberapa saat, ia terpaku di depan wastafel. Perutnya yang mendadak bergejolak sudah reda dan lebih baik, tapi sepasang lututnya masih gemetar kecil. Gadis itu menyeka keringat dingin yang muncul di permukaan dahinya sembari bertanya-tanya dalam hati."Apakah mungkin radang lambungnya kambuh lagi? Tapi dokter bilang aku akan lebih baik setelah konsumsi obatnya dengan teratur."Minggu lalu, Clara memang sempat pergi ke dokter karena gejala serupa. Indera penciumannya menjadi sangat sensitif. Beberapa hari ia terus muntah-muntah. Sementara ini dokter mendiagnosis radang lambung dan memberinya obat jalan. "Sayang, kamu baik-baik saja? Apakah perutnya sakit lagi?" Suara Gerard terdengar dari luar kamar mandi disertai ketukan pelan. Clara menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab."Aku baik-baik saja, Ger ....""Bolehkah aku masuk? Aku takut kamu tidak bisa jalan.""Pintunya tidak dikunci, Ger."Gerard mendorong pelan pintu kamar mandi. Wajahnya t
**Sudah lebih dari satu bulan berlalu. Clara memandang lama pada kalender lipat kecil yang ia letakkan di atas meja di hadapannya. Satu bulan setelah kepindahannya bersama Gerard ke kota baru. Segalanya seperti ia mulai kembali dari awal. Kehidupan, lingkungan, dan pekerjaan. Semuanya baik-baik saja sampai sejauh ini. Gerard sudah dua minggu bekerja di salah satu kantor perusahaan lokal, dan Clara masih dengan freelance remote-nya.Clara mengerling meja makan. Ia sudah menyiapkan beberapa makanan di sana untuk makan malam bersama Gerard. Gadis itu lantas mengalihkan pandang kepada jam dinding. Menyadari bahwa lagi-lagi Gerard pulang terlambat. Ini sudah ketiga kalinya dalam minggu ini, padahal Gerard baru bekerja dua minggu. Apakah atasannya menekannya sekeras itu untuk bekerja overtime?Clara menghela napas pelan.Ataukah karena sikapnya kepada Gerard seminggu yang lalu?"Sayang, bagaimana jika kita mendaftarkan pernikahan lebih cepat?"Baru satu minggu pindah ke apartemen baru, Ge







