maap Thor telat... gatahu Wifi-nya error dari siang huhuhu....
“Papa gila?!”Seruan Erick tak tertahan, ia menatap tajam pada sang ayah yang kedua alisnya menukik ke bawah, nyaris bersinggungan.Ini adalah penghinaan baginya.Di depan Damien, ayahnya sendiri memintanya membuka celana?Apa tidak ada hal yang lebih gila daripada itu?!“Kenapa memintaku untuk melakukan hal seperti itu, Pa?”“Kamu sudah tahu alasannya, Erick!” balas Tuan Kael. “Kalau kamu memang benar tidak melakukan apa yang dikatakan oleh Pak Gio, harusnya kamu tidak perlu keberatan untuk melakukan itu, ‘kan?”“Justru karena aku tidak melakukannya aku tidak sudi! Ini pelecehan!”“Pelecehan?” ulang Giovanni dengan disusul oleh tawa yang hampir pecah.Damien yang masih tenang duduk di sebelahnya pun malah dengan santainya menyandarkan punggung ke kursi, meneguk air minumnya hingga habis.Sepersekian detik matanya mengarah pada Erick yang gusar di tempatnya duduk.Seakan ia memang sudah menunggu waktu ini sangat lama dan dapat menyaksikannya dengan mata kepalanya sendiri sekarang.Gio
Seisi ruangan bergemuruh. Sekitar sepuluh orang yang ada di dalam sana saling berbisik—atau malah tidak—ditujukan untuk Erick yang bergerak gusar di tempatnya duduk.Tampak sangat ingin melarikan diri dari sana tetapi tidak bisa.Erick meremas pena yang ia genggam. Punggungnya terasa kaku, pandangan marah Tuan Kael tajam menghujam jantungnya.Helaan napas Erick terasa berat saat mendengar salah seorang dari anggota tim pemasaran itu mengatakan, “Jangan-jangan ‘orang dekat’ yang menikam Tuan Damien itu adalah Pak Erick?”“Tapi kenapa?”“Entahlah ... sepertinya memang ada sesuatu yang tidak beres.”“Apa Pak Erick tidak suka karena mantan istrinya memilih Tuan Damien?”“Kalau itu ‘kan memang kesalahannya yang lebih dulu berselingkuh.”“Ya bagus kalau mantan istrinya memilih pria tampan yang setia, ‘kan? Soal kaya itu bonus.”Genggaman jemari Erick di pena itu menguat. Sangat ingin menggunakan benda ini untuk membungkam mereka semua agar tak bisa lagi berbicara.Rahangnya menggertak kala
Giovanni pergi setelah mengatakan hal itu. Ia menenteng paper bag dari Anna menjauh dari meja tempat mereka bertemu sebelumnya. Dari sudut matanya, Giovani yakin bahwa gadis itu terkejut dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Perihal janji akan ditemuinya Anna pada hari minggu itu, Giovanni memang tidak berbohong. Memang ada yang harus ia lakukan dan ia memutuskan untuk mengajaknya. Ke mana Giovanni akan membawa Anna ... sepertinya nanti baru akan ia katakan saat pertemuan. Giovanni berjalan dengan gegas meninggalkan kafe, ia masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikannya menjauh dari sana. Ada sesuatu yang ingin ia pastikan, yakni mengetahui di mana Erick sekarang tinggal. Dari penjelasan yang diberikan oleh Anna, pria itu pasti tinggal di sekitar apotek yang didatanginya itu. Dengan keadaan langkah yang tertatih-tatih, sepertinya ucapan Damien soal tikaman cukup dalam di paha sebelah kanannya itu benar. Dan tentu saja, Erick tak akan berobat ke rumah sakit. Pria itu melakukan per
.... Rasa malunya bahkan masih bisa diingat oleh Anna, apalagi saat Giovanni kala itu dengan tanpa bebannya mengatakan, ‘Apa ada yang salah dengan kalimatku? Bukannya memang warnanya—‘ ‘Kalau Pak Gio tidak diam akan saya adukan ke Tuan Damien. Staf mesum, rating bintang satu!’ Giovanni saat itu berdeham, ia memalingkan wajahnya selama beberapa detik selagi Anna sibuk menutupi bagian rok di sisi kirinya yang sobek. Setelah itu, barulah Giovanni selangkah mendekat. Membuka jas yang tadi terkatung-katung di tangannya, ia bebatkan di pinggang Anna sehingga jas itu menutupi pinggulnya. Meski masih kesal setengah mati, tapi Anna sangat berterima kasih padanya. Pipinya menghangat. Seandainya ada sensor panas yang diarahkan padanya, ia jamin wajahnya lah yang paling menyala. ‘Terima kasih,’ lirih Anna saat itu. ‘A-akan saya kembalikan nanti setelah saya ... cuci.’ Giovanni mengangguk tak keberatan, menjawab ‘Ya’ yang singkat sebelum keduanya berjalan menuju kembali ke rumah Samantha.
.... Kembali sebentar pada hari itu .... Setelah Giovanni mengatakan pada Anna agar mereka meninggalkan ruang makan sehingga Samantha bisa berdua dengan Damien, mereka keluar dari pintu gerbang. Awalnya tak ada yang bicara, Anna pun ingin segera pulang setelah tugas dari ibunya—mengantar madu dan lukisan dari luar kota—usai. Tapi, suara Giovanni membuatnya bertahan di sana. Ia urung masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di belakang sedan milik Damien. ‘Beri aku kartu namamu!’ ucap Giovanni dari samping kiri Anna. Suaranya bahkan seperti masih terngiang di telinganya hingga saat ini. Anna yang saat itu kebingungan pun membalas, ‘Kartu nama? Untuk apa?’ ‘Kalau aku ada perlu dengan Nona Samantha tapi dia tidak bisa dihubungi selama jam kantor, aku bisa menghubungimu.’ Terdengar aneh, tapi ... masuk akal juga. Anna melihat Giovanni telah mengarahkan tangan kanannya ke depan. Di mana di jepitan antara jari telunjuk dan jari tengahnya itu terdapat sebuah kertas berpoto
Rasanya benar-benar pening. Sebagian dari diri Samantha melayang, tidak ada di atas ranjang saat kecupan beberapa detik itu terjadi. Damien memikatnya secara sempurna. Apalagi dengan panggilan yang membuat Samantha merasa tubuhnya mendadak tak bertulang. Ia ditarik mundur ke belakang, rengkuhan tangan Damien membawanya kembali berbaring dengan nyaman. “Tutup matamu, aku akan bilang pada ayah dan ibumu kalau semisal nanti kamu masih belum baikan. Kita bisa menginap di sini nanti malam.” Samantha tak cukup tenaga untuk menjawab. Ia menuruti Damien untuk menutup matanya. Efek obat yang tadi diminumnya memberinya rasa kantuk. Ia meringkuk di bawah selimut lembut saat belaian tangan Damien singgah di pipinya berulang kali. Rasa aman yang diterimanya ini seperti sedang menggoda Samantha bahwa ia memang bisa mempercayakan dirinya pada Damien. Perihal alasan pria itu mencari tahu banyak hal tentangnya ... nanti, akan Samantha tanyakan lagi jika kondisinya lebih baik. Saat matanya bena