Malam dipenuhi bintang. Terdapat bulan sabit di atas sana, indah sekali. Sungguh malam yang sangat sempurna, akan menyesal jika Kayla harus menolak ajakan Mexsi. Namun, dia yakin. Semakin dekat dengan Mexsi semakin merasakan perasaannya, perasaan yang dipendam terlalu dalam, hampir meluap keluar.
Jam 19.00.
Terdengar suara derem knalpot motor Mexsi yang berderu-deru. Seketika menghancurkan lamunan Kayla, menengok ke jendela. Mexsi sudah berada di depan pintu, sebelum mengetuk pintu. Pintu terbuka, terlihat gadis cantik memakai dres berwarna merah muda.
Rambutnya terurai. Warna bibirnya sungguh menggoda, merah muda alami.
"Ehem... " ibu Kayla mendehem.
Keduanya terkejut menatap ibu Kayla.
"Jadi, kamu berlama-lama di dalam kamar... ini alasannya. Merias diri karena akan pergi deng- "
Sebelum ibunya membongkar dirinya yang berhias cukup lama, dan sebelum membuat keduFollow sebelum membaca Komen, kritik, saran dan Like Ditunggu ya(◠‿◕) See you, next part ➡️
Mexsi menelpon ke sekolah. Ia menunggu di sana, membeli kacamata hitam dan memakai topi. Tino merasa kehausan, meminta pada Mexsi. Merasa kasihan lelaki itu pergi mencari minum untuk Tino. Belum lama Mexsi pergi seorang gadis dari kejauhan berlari ke arah Tino. Tino terkesiap kaget, gadis itu berada dihadapannya. Kini pertanyaannya berubah bukan tentang Mexsi. Tetapi gadis yang menghampirinya diparkiran. Wajahnya benar-benar mirip dengan Kayla, tapi dia tahu betul gadis itu terbaring lemah di rumah sakit, kepala Tino bagai dihantam beton. "Where are you going?" tanya gadis itu. "I'm stupid and speechless indonesia," jawab Tino apa adanya. Sangat menjelaskan bahwa ia tidak bisa berbahasa asing. "Hahah... dari indonesia?" gadis itu sedikit tertawa. Hanya satu anggukan pelan. "Lo gak bilang bisa bahasa Indonesia, tapi bahasa inggris gue bagus kan?"
Satu bulan berlalu... berlarut dalam kesedihan, Mexsi berubah menjadi seperti dulu lagi. Diam, dingin, cuek dan pemarah. Tino akhirnya bertobat sebagai raja jail, Ino dan Tina turut bahagia tentang perubahan Tino tapi tidak dengan Mexsi. Jika ada yang mengganggu, amarah Mexsi meledak. Sampai Tino takut menyapanya, meski duduk bersebelahan lelaki itu seperti duduk sendirian. Mexsi pergi ke tempat yang pernah didatanginya bersama Kayla. Begitu banyak kenangan meski sedikit waktu yang diberikan, kenangan gadis itu akan selalu tetap tinggal di dalam hatinya. Mengambil air minum melamun, makan melamun, bahkan sedang bicara dengan ibunya tetap melamun. Ibunya hanya bisa mencoba memberi pengertian, namun putranya tidak berubah sama sekali. *** Pelajaran akan segera dimulai, Padil akan menutup pintu kelas tiba-tiba seseorang menahan pintu. Ia masuk ke dalam, pak Selamet melotot melihatnya. Si
Hari minggu. Bagi kebanyakan orang hari minggu adalah hari santai, istirahat dan bersenang-senang. Berbeda dengan Mexsi, jam empat sore. Ia sudah ada di sana, di Taman. Duduk di atas bangku taman. Tangan kanannya memegang foto. Foto tentang ia, kakanya dan juga Kayla. Lucu sekali, jika mereka berdua masih hidup pasti adik kaka itu akan saling merebutkan cinta gadis yang mereka sayangi. Takdir sudah menentukan jalannya sendiri, kini hanya mengikuti ke mana takdir itu akan membawanya. Jika Kayla datang ke sana setiap hari minggu. Berbeda dengan Mexsi. Setiap kali pulang sekolah, ia akan menyempatkan diri ke taman itu. Berharap dapat terus mengingat hari di mana kisah cintanya di mulai, sampai pergi tak pernah kembali. "Gue boleh duduk disamping lo?" tanya Will. Pertanyaan Will membuat Mexsi sedikit terkejut. Lelaki itu menoleh menatap Will sebentar mengangguk. "Gue gak pernah nyangka, g
Diusir, ditolak, dicacih, tak dihargai. Mexsi hanya bisa terima, gadis itu terus saja mengganggu pikirannya. Datang dan pergi sesuka hatinya, masker dan topi hitam yang ia kenakan sedikit membantu komunikasinya. Mexsi menunggu Keyla keluar dari sana, banyak nyamuk yang menyerang kulitnya ia tetap tak bergeming hanya terdiam menunggu di sana. Lama menunggu akhirnya gadis itu keluar. Ada yang aneh saat Gadis itu keluar dari tempat les. Tak ada semangat rambutnya tetap berantakan seperti biasanya. Beberapa kali Mexsi perhatikan, Keyla tampak ngantuk, cowok itu khawatir saat berjalan nanti terjadi sesuatu padanya. "Apa gue anter aja," kata Mexsi akan mengambil motor. "Tapi... dia akan menolak dan bilang gue bukan anak kecil." Bicara sendiri terpaksa Mexsi mengikutinya secara diam-diam. Gadis itu berjalan sempoyongan. Saat menyebrang matanya menyipit, mobil sedang melintas. Mexsi syok melihatnya, berlari menarik tubuh gadis itu ke pinggir jalan.
Senang sekali hari ini Keyla berhasil mengerjai Mexsi dengan mudahnya. Berbeda saat berada di Singapura, meski sudah meminta bantuan temannya di sana. Tetap tidak berhasil mengerjai Mexsi, tidak salah keputusannya tinggal di Indonesia lebih lama. Menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Keyla tersenyum bahagia, melihat buku diary kakanya yang kemarin malam belum sempat dibaca. Membuatnya sedikit penasaran. Meraih buku itu, membaca lembar demi lembar. Sampai akhir pun di dalam buku itu, masih dirahasiakan cinta pertama dan kekasihnya yang sekarang. "Siapa? Jadi, kaka benar-benar pintar. Apa gue harus giat belajar ya, nanti lah gue pikir-pikir masalah belajar." ia merebahkan dirinya di atas kasur. *** Kelas segera dimulai. Tapi di mana Mexsi? Kenapa bangkunya masih kosong? Keyla mencari-cari lelaki itu dengan kedua bola matanya. Tina memperhatikan gadis itu, mulai menghalangi pandangan Keyla.
Ujian akhir semester dimulai. Tino menulis contekan di kertas yang ia potong kecil-kecil, di sembunyikan di dalam celana. Kebanyakan siswa menyontek, biasanya Keyla juga selalu membawa contekan. Berbeda dengan sekarang, biasanya ia akan melampiaskan kesedihannya pada Mexsi. Dengan cara terus saja menjailinya. Sekarang lebih ke mata pelajaran, ia belajar dengan sungguh-sungguh, belajar dengan segiat-giatnya. Ada alasan dibalik perubahannya itu. Ingin mengetahui seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya dua kali. Siapa? Apakah orang itu kekasih kakanya? Atau seseorang yang peduli padanya? Semua pertanyaan itu diajukan dibenaknya. Satu minggu telah berlalu... Poster pengumuman peringkat pencapaian hasil siswa, ditempelkan di tembok. Baru pertama kali Keyla ikut berdesakan. Dulu cuek, tidak memedulikan nilai. Kini sangat peduli, saat melihat yang peringkat pertama tetap M
Mexsi melihat Will mendekati Keyla. Keyla bertanya pada Tina siapa sebenarnya kekasih kakanya? Namun Tina tidak mampu menjawab, karena melihat Mexsi dari kejauhan menggeleng-gelengkan kepala. Keyla mulai kesal, gadis itu bertanya pada Ino. Tino yang biasanya mulut ember. Kini embernya telah terisi penuh janjinya pada seseorang, yang lain pun tak ada yang memberitahunya. Melihat Mexsi di depannya. Keyla akan menyapa, lelaki itu memutar tubuhnya menjauhi Keyla. "What? Gue gak salah liat, cowok itu mulai lagi," kata Keyla dengan enggan mengikuti arah pandangannya pada lelaki itu. Dari masuk kelas, istirahat, sampai jam pulang. Keyla memperhatikan Mexsi tanpa henti, sambil memasang wajah cemberut. Di tengah lapangan ia semakin menatapnya, saat sesekali Mexsi melirik ke arahnya. Gadis itu tersenyum datar, tapi dia malah menyapa Tino. Tidak bisa dibiarkan, Keyla b
Teman-teman Mexsi menatapnya serius. Di dalam kelas Keyla hanya bisa diam. Tina mendekatinya dan yang lain ikut mendekatinya, mereka semua mengetahui kejadiaan nahas yang menimpa teman sekelasnya. "Gue tahu... banyak pertanyaan yang ingin kalian ajukan. Kalian pasti pengen tahu yang sebenarnya, tapi gue masih belum bisa jawab pertanyaan kalian." Keyla bangkit. Berlari keluar kelas, Tina dan Ino mengejarnya. Berada di atas atap lantai tiga, keinginannya untuk mengakhiri hidupnya semakin kuat. Hanya dengan satu dorongan saja. Ia mulai menaiki batas pagar, Tina dan Ino berteriak. Mereka secepatnya menarik Keyla turun dari sana, menatap Keyla bertanya-tanya. "Kalau sampai Mexsi kenapa-napa, gue gak akan pernah bisa maafin diri gue sendiri. Dan satu-satunya cara ikut mati bersamanya, gue lebih baik mati daripada terus merasa bersalah." Tina dan Ino memeluk Keyla. Mereka ikut larut dalam kesedihannya, mencoba menenangkan Keyla. "Jangan Keyla