Share

7#Teman Jail

Semua siswa IPA mau pun IPS berkumpul di tengah lapangan, terdengar suara gemuruh bisikan dari berbagai sudut. Bertanya-tanya ke teman-temannya, mengapa mereka di kumpulkan? Tidak lama kemudian pak Selamet mengumumkan menggunakan toa.

"Siswa XI IPA yang bernama Tino suka isengin temannya. Kali ini benar-benar keterlaluan, coba lihat ke atas atap lantai tiga di belakang kalian." pak Selamet menunjuk dengan telunjuk jari.

Semua siswa dengan kompak menengok mengikuti telunjuk jari tangan pak Selamet.

"Dia akan di hukum mengambil sepatu teman-temannya yang sengaja di lempar ke atas genteng, ini adalah contoh anak bader jangan kalian tiru. Tugas kalian, awasi dia sebagai pembelajaran bagi siswa yang suka mengerjai temannya." pak Selamet pergi ke ruang guru.

Tidak lama kemudian.

"YEEEE."

Sorak gembira, inilah kebahagiaan semua siswa. Jika Tino dihukum mereka akan bebas selama satu jam penuh, tentunya mengamati si pembuat onar. Sedangkan siswa yang dihukum sedang mencoba mengambil sepatu di atas genteng. Banyak yang bilang sukurin, makasih, akhirnya bebas, anak gak tahu diri, dasar bocah gila.

"Tina ko bisa gitu, kenapa si Tino sampai dihukum berat gitu? Panas banget lho," kata Kayla menatapnya.

Pertanyaan Kayla membuat Tina menarik napasnya sekencang mungkin, lalu memegang kedua pundaknya menatap secara tajam.

"Tino itu tukang pembuat onar suka isengin temannya apalagi pas kemarin lo gak ada dia ambil sebelah sepatu kelas X IPS yang lagi pada olahraga di dalam ruangan karena hujan terus di lemparin ke atas genteng sama dia," ucap Tina tanpa titik koma, menghembuskan napasnya sekaligus.

Kayla nyengir.

"Lagian suka isengin orang. Tapi kasian juga kalau di liat-liat, kalau jatuh gimana? Terus masuk rumah sakit, di rawat. Kalau gue sih ogah banget di rumah sakit lama-lama, kemarin aja baru bentar doang udah males bawaannya. Gak betah, bau mayat."

"Yaudah masuk kelas aja yuk, biarin si Tino mau jatuh ke, kaki patah ke, kepala nyungseb, gue gak peduli." baru saja Tina mengucapkannya. Tino hampir kepeleset, semua yang melihatnya menjerit.

"TINOOO!" teriak mereka termasuk Tina.

Kayla terdiam langsung menyipitkan kedua matanya melihat Tina.

"Iya, iya... gue jujur khawatir sama anak itu."

Saat menuju kelas perut Tina tiba-tiba mules, meminta Kayla pergi ke kelas duluan. Lari menuju wc, semua teman-teman sekelasnya masih terus mengawasi Tino. Yang di awasin tersenyum, melilitkan tali sepatu di atas lehernya sembari selfie. Sehingga sepatu itu bergelantung di leher, selfie lagi. Aksi konyol Tino berhasil membuat siswa tertawa terpingkal-pingkal, sampai ada yang merekamnya.

Kecuali Mexsi di dalam kelas sendirian, memilih duduk pada bangkunya dan memakai headset mendengarkan lagu barat kesukannya. Kayla memasuki kelas. Ia menatap ke arah lelaki itu. Berdiri dihadapannya.

"Gue tahu lo kesel pas gue ngomong gitu sama Padil," kata Kayla mengawali perbincangan di antara mereka.

Mexsi tetap tenang mendengarkan lagu.

"Lo harus tahu, kita sama-sama murid pindahan. Dan gak layak buat lo nilai gue tanpa mengenal siapa gue yang sebenarnya." lanjutnya.

Tidak digubris sedikit pun. Terpaksa Kayla menarik headset yang terpasang pada telinga Mexsi, membuat lelaki itu menaikkan sebelah alisnya menatap Kayla dengan tenangnya.

"Lo denger gak sih, kalau gue ngomong. Se-enggaknya hargai orang yang lagi ngomong sama lo. Coba lo di posisi gue, enak gak di diemin." ia berdecak heran.

"Ck, gue udah kenal lo selama bertahun-tahun. Gak usah pura-pura gak inget, kapan lo gak gangguan gue. Lo gak puas selama ini udah bikin hidup gue bagaikan di neraka, udah sana! Jangan gangguin gue." Mexsi memakai headset kembali mendengarkan lagu kesukaannya sambil menutup mata.

Aneh, dia bilang apa? Udah kenal gue selama bertahun-tahun? Kapan ketemunya di mana coba, jelas-jelas pas pindah ke sini baru kenal. Batinnya kebingungan sendiri.

Menarik kembali headset nya, kini Mexsi semakin tajam menatapnya.

"Bertahun-tahun, kapan? Di mana? Lo kenal gue, asal lo tahu! Gue Pindahan dari Cikarang, dan selama ini gue gak pernah kenal lo," bentak Kayla tak terima.

Mexsi berdiri memegang jidat gadis itu dengan telapak tangan kanannya. Kedua mata Kayla membulat, mulutnya terbuka lebar.

"Lo pasti habis kepentok bahu becak, sampai gak ingat apa-apa tentang gue?" Mexsi menurunkan tangannya,"gue udah pernah bilang, jangan ganggu gue!"

"Gue juga gak bakal gangguin lo tanpa sebab, gue cuma mau tahu aja. Kenapa sikap lo kaya gini sama gue?"

Mexsi memanyunkan mulutnya. "Ck."

"Gu-gue gak gangguin lo, gue cuma mau minta penjelasan. Kenapa sikap lo kaya gini sama gue, seakan-akan gue ini pelampiasan buat lo," ucap Kayla ikut memanyunkan mulutnya.

Lelaki itu sedikit terkejut, mengapa menyentuh jidat Toa?

"Berisik banget lo, udah! Gue mau pergi!" bentak Mexsi melangkah meninggalkannya.

"Eh, mau ke mana?! Gue belum selesai ngomong. Tunggu, tungguin gue!" Kayla ingin mengejarnya.

Tina dan Ino berpapasan dengannya yang sedang mengejar Mexsi, langsung terhalangi oleh kedua temannya.

"Tino udah turun, tapi gue males ketemu dia," ucap Tina menatap Kayla.

Menengok ke arah depan pintu kelas, jejak langkah kaki Mexsi sudah tak terlihat. Tina mengikuti arah mata temannya.

"Lo tadi ngejar, Mexsi?"

"E-enggak ko, ngapain gue ngejar-ngejar dia. Kaya gak ada kerjaan lain aja... " secepatnya mencari alasan sebelum Tina memojokannya lagi. "Tapi kasian juga si Tino, jangan marah sama dia."

"Benar apa yang di katakan Kayla, lo gak boleh segitunya sama Tino." Ino memberanikan diri membela Tino.

"Gue gak percaya?! Lo baru ngomong kalau lagi bahas Tino si bodoh itu. Gue kenal betul lo gak bakal ngomong, lo orangnya pendiem parah. Wah, wah, kayanya ada yang gak beres," sahut Padil dari samping terdengar cekikikan kecil.

"Ciyeee, pasti lo suka sama Tino," sindir Tina mendekat ke arah Padil.

Sebelum itu Padil sudah persiapan menyempil ketitik tengah, bersampingan dengan Kayla dan Ino.

Tina menghentak kesal.

Pipi Ino seketika berubah memerah, membuat teman-temannya tertawa.

"Ih liat, pipi Ino memerah kaya anak bunglon," kata Tina meledek dirinya.

Ino menangkup pipi dengan kedua tangannya. Ia berbalik lalu pergi dari sana.

Semuanya kembali tertawa. "Haha!"

Tina melihat ke samping Padil. Kesempatan emas, ia langsung memegang lengan Padil dengan sigap. Sebelum lelaki itu menyadarinya.

"Parah!" jerit Padil mencoba melepaskan diri darinya.

"Ya ampun Tina, ada kesempatan dikit main sosor aja. Terus Padil diam-diam aja," kata Kayla menggoda mereka.

"Iya dong Kayla, gue kan susah berada di dekatnya." Tina cengengesan bahagia sambil menatap pangeran pujaannya.

"Amit-amit, Tina lepasin. Gue mau pipis," kata Padil tak terima di dekatnya.

"Ikut." Tina merengek. 

Kayla dan Padil saling tatap.

Lisuni98

Duh ada-ada aja tingkah konyol Tina ya? See you, next part ➡️

| Like
Comments (2)
goodnovel comment avatar
yusi wandhini
bahasany agak susah dipahami. agak belibet
goodnovel comment avatar
Andrie S
mana bab 10 nya beb
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status