Alin membuat kue dihari Kamis pagi di Rumah Singgah, karena dia memang tidak memiliki alat untuk membuat kue. Bu Reni juga memang sejak awal sudah menyuruh Alin untuk menggunakan alat-alat Rumah Singgah nya. Alin membaca lagi pesan dari sang pelanggan. costumer-nya itu, memesan kue untuk anniversary satu tahun masa pacarannya. Alin mengukir kue yang sudah di hiasi dengan wajah riang. Noah berjalan masuk dan berdiri disamping Alin."Happy 1st aniv mas Aldi."Alin menoleh, dan tersenyum."Lucu kan, namanya sama dengan nama suami ku. Rasanya seperti aku sedang membuat kue aniv-ku sendiri." Senyuman manis Alin membuat jantung Noah berdetak tidak normal. Begitu cepat seperti penyakit. Noah mengangkat tangannya, menyentuh dadanya dimana jantungnya terletak."Apa kau membuat pesanan lagi?""Heemm." angguk Alin cepat lalu meneruskan membuat kuenya.Noah menarik nafasnya dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak karuan."Ada yang bisa ku
Noah dan Langit menyantap makan siang bersama. Setelah tadinya mereka sempat membeli beberapa barang. Noah yang saat itu memilih duduk di lantai dua bangunan Skyler melirik motor yang memasuki halaman resto itu. Noah tersenyum, ia tau Alin sudah datang. Akan tetapi senyumnya memudar, saat dilihatnya mobil Aldi mengikuti dibelakang. Dan pria itu keluar dari mobilnya, perlahan mendekat pada wanita yang di cintai nya itu. Tanpa ancang-ancang langsung menampar Alin begitu wanita itu berbalik.Mata Noah membulat, wajahnya diliputi kemarahan dan tangannya mengepal. Dia lalu beralih melihat anak lelaki didepannya. Memastikan Langit tidak melihat adegan kekerasan ayahnya pada sang ibu. Beruntung, Langit masih sibuk makan dengan wajah senang. Noah menatap sedih padanya. Ia merasa iba. "Langit.""Heemm?""Aku membeli baju, yang sebenarnya ingin aku hadiahkan padamu saat kamu ultah nanti. Tapi, maukah kamu mencobanya?""Benarkah?" mata langit berbinar senang."Cobalah dikamar mandi dalam sana."
"Bu, dimana ayah? Ini sudah malam kenapa dia tak juga kembali?"Langit yang tak tau menahu apa yang telah terjadi antara Ayah dan ibunya, bertanya sebelum tidur. Anak lelaki berusia 8tahun itu maasih terlalu polos untuk mengerti posisi ibunya. Alin hanya bisa menghel nafasnya. Bagaimana cara nya memberi Langit pengertian."Ayah masih kerja,Lang."balas Alin."Lembur?" "Heemm.""Boleh telp Ayah nggak Bu? Seharian ini belum ketemu ayah." rengek Langit menatap ibunya dengan pandangan memohon."Lang, Ayah kan kerja, ya nggak bisa di telpon lah. Ntar malah ganggu lagi." jawab Alin beralasan. Dalam kondisi seperti ini tak mungkin Aldi akan menerima panggilan nya. Dia yakin. Aldi saat ini bersama wanita yang bersama dengannya di dalam mobil tadi."Udah, sekarang, Langit tidur ya. Besok kan masih sekolah.""Iya Bu." Jawab Langit dengan cemberut.***###Hari berlalu, Aldi sudah mendaftarkan perceraian mereka ke pengadilan agama. Dan menunggu panggilan sidang. Selama itu Alin masih mencoba men
"EHEEMM."Aldi berdehem melihat Alin begitu dekat dengan seorang pria."Waahh,, apakah kau sedang menggoda seorang pria, Alin?"Alin berjalan mendekat pada Aldi, lalu menariknya keluar rumah singgah itu hingga sampai dihalaman."Mas Aldi ngapain disini?" bisiknya dengan penekanan."Kenapa? Aku mau bertemu langit anakku. Skalian aku mau mengingatkan jika Kamis depan adalah sidang pertama kita." jawab Aldi enteng dengan mengibaskan tangannya diudara."Apa kau akan membawa Langit?""Iya. Kami berjanji akan pergi besok. Kebetulan besok libur, jadi aku berniat membawanya serta untuk liburan." ucap Aldi dengan nada sedikit mencemooh."Hebat sekali, sekarang kau bahkan bisa berlibur." cibir Alin dengan mata yang berkilat karena sikap Aldi yang makin merendahkannya, dengan sengaja memamerkan kesenangannya di depan Alin."Tentu saja, aku sudah tidak beristri kamu lagi." oceh Aldi makin mencemooh."Dimana Langit?"Alin menghela nafasnya, mengusir rasa sesak yang ia rasakan mendengar ucapan tajam
Aldi memesan dua kamar, satu untuknya dan Melin satu lagi untuk Langit. Yaahh,, mau bagaimana lagi nggak mungkin dong pas lagi asyik terganggu sama kehadiran Langit. "Langit, ini kamarmu selama dua hari kedepan." ucap Aldi meletakkan tas Langit di lantai sisi ranjang."Ayah mau kekamar sebelah dulu. Mau lihat mama Melin, udah selesai belum berberesnya. Kamu nggak papa ya tidur sendiri.""Ayah mau tidur sama Tante Melin?""Mama! Bukan Tante.""Mama." Langit memcebik."Bagus. Ayah cuma mau liat mama Melin dulu. Nanti kalau kamu takut bisa ayah temenin sebentar." Aldi melangkah keluar kamar."Kamu bersih-bersih dulu. Nanti ayah kemari lagi." Sambungnya menutup pintu.Langit memandang pintu yang baru menutup itu, rasanya sangat sepi. Ia dan ayahnya tetap berjarak. Dengan lemas Langit duduk dipinggiran ranjang. Ia mengusap matanya yang mulai berembun."Langit! Jangan nangis! Ayah bilang anak jantan tak nangis." lirihnya.###Di kamar Melin baru selesai mandi saat Aldi memasuki kamar. Dia ma
Langit menoleh ke kanan dan kekiri. Dia masih berjalan melihat sekitar. Merasa tak mendengar suara Sang ayah dan selingkuhannya itu, Langit menoleh. Matanya melebar, kepalanya menoleh melihat ke segala penjuru. Namun tak ada seorangpun yang dia kenal. Bocah laki-laki itu mulai merasa takut dan sedih, hampir mau menangis. "Kamu..Sendirian?" Suara seorang pria dewasa dari belakang Langit membuat bocah itu menoleh."Om?"Robin tersenyum kecil dan berjongkok menyamakan tinggi dengan Langit."kamu kok bisa disini? Sendirian lagi? Ibu kemana?""Ibu di kota. Aku sama ayah dan kekasihnya liburan ke sini."Robin tertegun, dia mengedarkan pandangannya. Namun tak menemukan Aldi. "Lalu dimana mereka?""Enggak tau." Langit menggeleng dengan mata berair namun menahan air matanya. Robin menghela nafasnya. Ia mengambil hp nya untuk menghubungi Noah, yang saat itu juga sedang melakukan kunjungan ke lokasi wisata itu.("Robin! Apa-apaan kau ini? Kau dimana?")"Datanglah ke pusat informasi. Aku punya
Aldi yang sudah terlanjur panik berputar-putar kesana kemari. Ia merasa kesal, marah, benci pada dirinya sendiri. Bagaiaman dia bisa begitu ceroboh hingga Langit sampai lepas dari pengawasannya. Aldi membayangkan Langit yang ketakutan seorang diri ditempat asing dimana tak ada yang dia kenal. Aldi terus meruntuki dirinya sendiri."Langit... kamu dimana?" lirih Aldi menjambak rambutnya frustasi. Ia terus-menerus memaki dirinya sendiri."Mas...." panggil kekasihnya mendekat.Dengan marah Aldi menoleh pada Merlin. Menatap nyalang pada kekasihnya itu. Ia jadi marah pada Melin juga. Jika saja Melin bisa mengawasi Langit tentu hal ini tak akan terjadi."Kamu...." Aldi menggeram menatap Melin yang memasang wajah tanpa dosa dan datar."Ish, kok wajah Mas Aldi kek marah gitu sih? apa gara-gara si bocah tengik itu hilang, huh, jangan sampai dia malah menyalahkan ku atas hilangnya bocah itu. Mending aku acting aja." batin Melin yang sudah sedikit takut melihat Aldi yang marah dan siap akan menye
"Bagaimana bisa mas biarkan Langit berjalan sendirian? Dia itu masih bocah SD, harusnya mas gandeng tangan.""Apa maksudmu? kau menyalahkan ku?""Iya. Bagaimana bisa seorang ayah lalai dalam menjaga anaknya, itu pasti karena kau terlalu sibuk menggandeng pacarmu itu sampai melepaskan tangan Langit."Aldi tertawa mengejek, "kau cemburu, tak usah bawa-bawa Langit."Alin menyentak nafasnya, "Iya, kau tak usah bawa-bawa Langit lagi, kalau hanya untuk lalai demi wanita itu. Itu cukup mengisyaratkan seberapa kau tak perduli dengan anakmu dibanding wanita itu.""Aliiinn...." Aldi menggeram keras, mantan istrinya itu tak pernah berani mendebatnya selama ini. Karena kejadian hilangnya Langit membuat Alin bahkan berani berteriak padanya. "Persidangan perceraian kita belum selesai. Jika kau terus seperti ini, aku pastikan hak asuh Langit jatuh padaku." Aldi mendelik pada mantan istrinya dengan rahang yang makin mengeras, bahkan otot-otot mukanya timbul oleh amarahnya."Mas, kau sudah berjanji