"Apa, Yang? Mas udah ngga tahan, sekarang ya?" pinta Adi yang mulai membuka gaun pengantin yang dipakai oleh Mer.
Pria itu menatap wajah Mer dengan tatapan penuh damba, tentu saja hal itu membuat Mer malu tapi juga bahagia. Terlebih lagi mendapatkan tatapan yang begitu dalam dari pria yang baru saja mempersunting dirinya."Iya, Sayang. Aku tahu kalau kamu udah pengen banget, tapi... izinkan aku untuk membuka gaun pengantinnya dulu. Izinkan aku untuk mencuci muka terlebih dahulu," ujar Mer.Walaupun mereka menikah dengan cara yang sederhana, tetapi tetap saja Mer menyewa perias pengantin untuk merias wajahnya. Pastinya kini wajahnya harus dibersihkan terlebih dahulu, agar Mer lebih fresh dan juga segar."Baiklah," jawab Adi dengan berat hati.Adi yang tidak mau khilaf akhirnya menunggu Mer di atas tempat tidur, dia mengambil ponselnya dan bermain dengan ponselnya itu.Berbeda dengan Mer, wanita itu langsung masuk ke dalam walk in closet untuk membuka gaun pengantinnya. Setelah itu, dia masuk ke dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk saja."Ya ampun! Jantungku deg-degan kaya mau copot," ujar Mer seraya berdiri di depan cermin.Wanita itu masih merasa belum percaya jika dirinya kini sudah menjadi seorang istri, hal ini masih seperti mimpi bagi Mer.Mer tersenyum bahagia dengan jantung yang berdebar dengan cepat, lalu dia membersihkan make up yang menempel di wajahnya. Setelah itu, dia menatap wajahnya dari pantulan cermin."Semoga saja pernikahan ini adalah pernikahan yang pertama dan juga terakhir untuk aku, semoga saja mas Adi merupakan pria yang baik dan juga bertanggung jawab."Selesai dengan apa yang ingin dia lakukan, Mer langsung keluar dari dalam kamar mandi. Dia menatap Adi dengan malu-malu, karena pria itu ternyata kini sedang menatap dirinya."Kemarilah, Sayang." Adi melambaikan tangannya.Mer menurut, dia berjalan dengan begitu perlahan menghampiri suaminya. Lalu, dia duduk tepat di sampingnya suaminya dengan jantung yang berdebar dengan begitu cepat."Sekarang kamu adalah istri aku, aku udah boleh, kan?" tanya Ad."Ya, Mas," jawab Mer.Mendapatkan jawaban seperti itu dari Mer, akhirnya Adi pun melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Dia meminta haknya sebagai suami, Mer yang memang begitu mencintai Adi tentunya menyerahkan kesuciannya dengan senang hati.Adi yang mengetahui Mer adalah wanita yang mampu menjaga kehormatannya merasa bangga, karena itu artinya dia adalah pria pertama yang menyentuhnya."Terima kasih, Sayang. Kamu sangat luar biasa," ucap Adi sesaat setelah dia menembakkan cairan cintanya."He'em," jawab Mer yang masih menikmati sisa-sisa puncak kenikmatannya.Setelah kegiatan panas mereka yang berlangsung cukup lama, Mer langsung tumbang karena kelelahan. Mer bahkan dengan cepat terlelap dalam tidurnya, Adi tersenyum kala melihat istri kecilnya tertidur dengan pulas."Tidurlah, Sayang. Semoga kamu cepat mengandung," ujar Adi seraya mengusap perut istrinya.Ya, dia berharap jika istrinya bisa cepat mengandung. Karena seperti itu lengkap sudah kebahagiaannya, mempunyai istri yang cantik dan segera memiliki keturunan.Beberapa jam kemudian.Rasa kering di tenggorokan membuat Mer terbangun di malam hari, Mer langsung duduk untuk mengurangi rasa kantuknya. Saat matanya terbuka dengan sempurna, dia merasa sangat senang sekali.Karena kini di sampingnya ada sosok lelaki yang sangat dia sayang, sosok lelaki yang tadi pagi baru saja resmi menjadi suaminya. Lelaki yang tadi sore baru saja memberikan nikmatnya surga dunia kepada dirinya."Kamu sangat tampan, Mas," puji Mer ketika melihat suaminya yang begitu pulas dalam tidurnya.Mer pandang wajah suaminya dengan penuh cinta, tidak lama kemudian dia tersenyum saat mengingat kegiatan panas yang mereka lakukan sore tadi. Adi benar-benar sangat tidak sabaran, hal itu membuat Mer harus mengingatkan Adi berkali-kali.Ini adalah hal yang pertama kali dia lakukan di dalam hidup Mer. Jadi, Adi harus benar-benar melakukannya dengan lembut dan dengan sabar.Walaupun area intinya terasa sakit, Mer berusaha untuk bangun. Karena Mer benar-benar sudah sangat haus. Mer segera mengambil kimono mandinya dan langsung berjalan ke arah dapur.Sampai di dapur, Mer langsung meminum segelas air putih sampai tandas. Basah sudah tenggorokannya saat ini, dia tersenyum dan duduk di atas bangku yang ada di sana."Ya Tuhan! Ini semua seperti mimpi, aku sudah bersuami," ucap Mer dengan wajah yang memerah.Setelah mengucapkan hal itu, Mer langsung kembali ke kamarnya. Dia kembali ke dalam kamar dengan membawa segelas air putih di tangannya. Mer sengaja melakukan itu untuk berjaga-jaga, takutnya dia ingin meminum air putih kembali.Baru saja dia duduk di tepian tempat tidur, tapi tatapan mata Mer tertuju pada ponsel milik suaminya yang tergeletak begitu saja di atas nakas."Bolehkah aku membuka ponsel Mas Adi?" tanya Mer seraya menatap wajah suaminya yang terlelap dalam tidurnya.Mer sangat penasaran, dengan perlahan Mer mengambil ponsel milik suaminya. Keberuntungan seolah memihak pada Mer, karena ternyata ponsel milik suaminya tidak terkunci atau menggunakan kode password.Mer bisa dengan mudah membuka ponsel milik suaminya, dia tersenyum senang. Hal pertama yang ingin Mer ketahui adalah isi pesan yang masuk ke dalam ponsel suaminya.Mer dengan tidak sabar langsung mengecek isi pesan di dalam ponsel suaminya tersebut. Mata Mer menelisik ke semua pesan yang masuk. Dia membacanya satu persatu, hingga tatapan matanya tertuju kepada satu nama.Di sana, tertulis 'my wife'. Mata Mer langsung terasa panas, dia menjadi bertanya-tanya dalam hatinya. Siapa orang itu, apakah Mer sudah salah menikah dengan lelaki yang kini berstatus sebagai suaminya itu.Dengan ragu-ragu Mer membuka chat tersebut, sesekali dia melihat ke arah suaminya. Saat dia membaca pesan dari orang itu, Mer sangat kaget."Honey, kami Rindu. Kalau bisa pulanglah besok, aku ingin kita jalan bersama."Jeger!Seakan ada petir yang menyambar, seakan ada ribuan anak panah yang menghujam jantungnya, seakan ada bom atom yang baru saja meledakan kepalanya.Tiba-tiba saja, dada Mer terasa sesak. Lututnya terasa sangat lemas dan juga kopong, kepalanya tiba-tiba saja terasa berdenyut nyeri. Air matanya pun tak bisa dibendung lagi. Buliran bening itu tiba-tiba saja jatuh dan membasahi pipi Mer.Mer langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai keramik yang dingin, rasanya dia ingin menangis sambil berguling-guling di sana. Ditatapnya wajah pria yang tengah tertidur lelap yang tak jauh darinya, dia terlihat tampan dan manis sekali.Sayangnya, dia pembohong. Hati Mer, benar-benar terasa teriris sembilu. Jantungnya seakan di hujam ribuan belati, sakit tapi tak berdarah."Kenapa kamu tega, Mas?" tanya Mer dengan sedih.Malam yang terasa kelam dan mencekam kini telah berganti siang, hawa panas dari teriknya sang surya mulai menyeruak ke dalam kamar yang Mer tempati. Mer mulai mengerjapkan matanya. Seingatnya, dia sedang menangis di lantai yang dingin. Hatinya yang terasa bahagia karena pernikahannya bersama suami tercintanya, langsung berganti dengan rasa duka yang mendalam. Mer meratapi nasibnya yang--ah, entahlah. Mer harus merasa bangga, atau malah sedih. Karena di hari pertama menjadi istri dari Adi, dia malah langsung tahu status suaminya yang telah beristri. Akan tetapi, kenapa saat ini Mer malah sedang terbaring di atas tempat tidur. Siapa yang memindahkannya, atau mungkin suaminya yang telah beristri itu yang sudah memindahkan dirinya, pikirnya.Bahkan, tubuh Mer kini dibalut dengan selimut yang tebal. Mer merasa jika kini seluruh tubuhnya terasa dingin dan juga menggigil. Saat dia meraba keningnya, di keningnya terdapat handuk kompres. Mer mengernyit heran. Apa yang terjadi kepada dirinya
"Penting banget ya, Mas? Aku lagi sakit loh! Masa akunya malah kamu tinggalkan?" protes Mer. Adi langsung memeluk Mer. Dia mengusap lembut punggung Mer. Dia tahu jika istrinya pasti sedih dan kecewa, karena mereka baru saja menikah tapi Mer harus ditinggal pergi. Mer langsung membalas pelukan Adi. Mer memeluk Adi dengan sangat erat. Air mata yang sedari tadi ditahan, kini tumpah juga dan langsung membasahi kemeja yang di pakai oleh suaminya. Merasakan dadanya yang basah, Adi merasa tidak enak hati. Karena pastinya istrinya tersebut begitu terluka akan apa yang sudah dia ucapkan, dia berusaha untuk menenangkan hati istrinya."Hey! Jangan menangis, Mas perginya cuma dua hari. Mas tidak pergi dalam waktu yang lama, Mas pergi hanya untuk mengerjakan urusan kantor saja." Adi berusaha melerai pelukannya, tapi tak bisa. Mer seakan enggan untuk menunjukkan wajah sedihnya. Dia segera menyusut air matanya. Setelah itu, barulah dia melerai pelukannya dengan Adi. "Pergilah, Mas. Aku ikhlas!"
Setelah berpamitan kepada Mer, Adi segera membawa barang-barangnya dan memasukannya ke dalam bagasi mobilnya. Dia melakukan hal itu dengan tergesa, seperti orang yang sedang dikejar waktu.Mer sempat bertanya-tanya di dalam hatinya, apa saja yang suaminya bawa? Kenapa barang bawaannya terlihat begitu banyak? Kenapa tingkah Adi seperti orang yang satu tahun tidak pulang ke kampung halamannya? Ah! Mer seakan lupa, tentu saja banyak yang akan dia bawa. Karena dia punya anak dan istri yang mengharapkan oleh-oleh darinya, Adi pasti membawa banyak pesanan untuk anak dan juga istrinya.Mer menjadi penasaran, apakah anak Adi dari istri pertamanya sudah besar atau masih kecil. Karena usia Adi ini memang sangatlah matang, seharusnya Mer tidak langsung percaya begitu saja kepada pria itu. Seharusnya Mer mencari terlebih dahulu asal usul pria tersebut.Namun, karena mulut Adi yang begitu manis, Mer sampai tidak bisa berpikir dengan jernih. Sungguh dia merasa percaya jika Adi adalah pria yang begi
"Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan. Security tersebut seperti menelisik penampilan Mer dari atas sampai bawah. Kemudian, security itu pun menjawab pertanyaan Mer. "Masih, Neng. Tunggu sebentar, saya panggilkan pemilik kostnya." Security itu terlihat pergi ke arah rumah besar yang ada di samping kostan. Mer duduk di bangku sambil menunggu security itu datang. Tak lama kemudian, security itu datang dengan seorang pria paruh baya yang terlihat sangat berwibawa. "Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria paruh baya itu sopan. "Begini, Pak. Saya butuh tempat menginap, hanya untuk dua hari. Bisa?" tanya Mer. Pria paruh baya itu terlihat memperhatikan penampilan Mer. Tidak ada yang salah dengan penampilan Mer. Akan tetapi, wajah Mer terlihat kacau. Pria paruh baya itu lalu bertanya kepada Mer. "Kamu, ngga lagi kabur, kan?" tanyanya menyelidik. Sontak Mer langsung mengibas-ngibaskan kedua tangan kanannya di depan wajahnya. Karen
"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus. "Sama-sama," jawab Pak Dian. Mer kembali melanjutkan langkahnya, sambil memakai jaket milik pak Dian. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Mer melihat banyak pedagang yang menjajakan dagangannya. Di sana terlihat begitu banyak gerobak berjejer dengan rapi, bahkan banyak juga pedagang yang menggelar dagangannya di atas tikar, tergeletak begitu saja, tapi tetap terlihat rapi dan tak meninggalkan kesan jorok. Mer terlihat begitu semangat, dia langsung mendekat ke arah pedagang-pedagang tersebut. Tidak lama kemudian, tatapan mata Mer tertuju pada gerobak soto. Seketika mulut Mer terasa berliur. Mer langsung menghampiri pedagang soto tersebut. Dia sudah tak sabar ingin mencicipi rasa asam dan sensasi segar dari soto tersebut. Akan tetapi, baru saja Mer akan memesan semangkok soto. Mer malah melihat Adi yang sedang asik makan bakso bersama anak dan istri pertamanya. Adi terlihat menyuapi istrinya dengan penuh cinta, Adi juga terlihat m
Rasa takut langsung melingkupi hatinya, dia takut ketahuan oleh suaminya sendiri. Dia takut jika harus bertatap muka dengan suaminya saat ini. Lebih tepatnya, dia belum sanggup untuk berbicara dengan lelaki yang sudah menyakitinya berkali-kali hanya dalam kurun waktu satu hari. Sebisa mungkin Mer ingin menghindar dari Adi, dia berusaha menutupi wajahnya dengan penutup kepala dari jaket yang pak Dian pinjamkan untuknya. Meira hanya bisa menatap Mer dengan tatapan penuh tanya, dia seperti ingin menanyakan kenapa Mer bertingkah sangat aneh. Namun, niatnya dia urungkan karena Adi terdengar melontarkan pertanyaan kepadanya."Meira, kok ditanya sama Ayah diem aja?" tanya Adi. Tatapan Meira langsung tertuju pada Adi, sedangkan Mer menggunakan kesempatan tersebut untuk segera pergi menuju kasir. Dia pergi dengan tergesa-gesa karena takut jika Adi menyadari dirinya ada di sana."Mbak, ini belanjaan saya. Tolong di itung berapa, saya mau keluar sebentar." Sebelum mendengar jawaban dari penja
"Meira."Mer sangat kaget karena ternyata dia malah bertemu dengan anak dari suaminya, gadis cantik yang terlihat lucu dan menggemaskan. Sayangnya, wajahnya begitu mirip dengan Adi. Lelaki yang sudah memperistrinya, tetapi nyatanya dia sudah beristri. Perlahan Mer melangkahkan kakinya, dia menghampiri Meira yang sedang mengantri untuk membeli siomay. "Hai, Meira." Mer langsung mengusap lembut puncak kepala gadis kecil itu. Meira terlihat mendongakkan kepalanya, lalu memandang Mer dengan intens. Senyumnya langsung terukir indah saat melihat wanita yang semalam membantunya untuk mengambilkan ciki dan minuman yang dia inginkan ada di hadapannya."Hai, Aunty yang semalam kabur," jawab Meira seraya terkekeh.Mer terlihat berdecak kala Meira menyebutnya kabur. Memang kenyataannya sih dia kabur saat Adi menghampirinya, tetapi hatinya merasa tak senang jika Meira berkata sejujur itu. "Ish! Kamu tuh, Aunty ngga kabur. Aunty kebelet pipis, jadi secepatnya pergi dari sana." Mer beralasan se
Mer langsung berlari dan masuk ke dalam kamar kostnya. Dia sangat takut jika dia akan bertemu dengan Adi, rasanya dia belum siap kalau harus bertemu dengan suaminya itu. Apalagi, kini suaminya tengah berdua dengan istri pertamanya. Mereka bahkan terlihat sangat mesra, hati Mer terasa sangat panas. Mer langsung menangis mengeluarkan sesak di dalam dadanya. Semuanya terasa sakit dan terasa menyesakkan dada, kalau saja bisa Mer ingin sekali menghampiri Adi dan menampar wajah tampannya. Wajah tampan penuh tipu, terlihat manis tapi busuk.Sayangnya itu hanya jadi keinginannya semata, karena dia tak akan sanggup untuk melakukannya. "Kenapa aku bisa menikah dengan pria seperti itu?" tanya Mer penuh kecewa.Sampai di dalam kamar, Mer langsung merapihkan semua bajunya. Dia sudah tak kuat lagi melihat Adi dengan istrinya, dia ingin segera pergi dari sana. Semakin lama dia di sana, rasa sesak di dalam dadanya terasa semakin membuncah. Sakit, tapi tak berdarah. Setelah selesai merapikan bajun