Home / Romansa / Jangan Salahkan Aku Pergi / 3. Mulut Manis Penuh Kebohongan

Share

3. Mulut Manis Penuh Kebohongan

Author: Cucu Suliani
last update Last Updated: 2021-11-19 20:31:11

Malam yang terasa kelam dan mencekam kini telah berganti siang, hawa panas dari teriknya sang surya mulai menyeruak ke dalam kamar yang Mer tempati.

Mer mulai mengerjapkan matanya. Seingatnya, dia sedang menangis di lantai yang dingin. Hatinya yang terasa bahagia karena pernikahannya bersama suami tercintanya, langsung berganti dengan rasa duka yang mendalam.

Mer meratapi nasibnya yang--ah, entahlah. Mer harus merasa bangga, atau malah sedih. Karena di hari pertama menjadi istri dari Adi, dia malah langsung tahu status suaminya yang telah beristri.

Akan tetapi, kenapa saat ini Mer malah sedang terbaring di atas tempat tidur. Siapa yang memindahkannya, atau mungkin suaminya yang telah beristri itu yang sudah memindahkan dirinya, pikirnya.

Bahkan, tubuh Mer kini dibalut dengan selimut yang tebal. Mer merasa jika kini seluruh tubuhnya terasa dingin dan juga menggigil.

Saat dia meraba keningnya, di keningnya terdapat handuk kompres. Mer mengernyit heran. Apa yang terjadi kepada dirinya saat ini, pikirnya. Mungkinkah ada sesuatu hal yang dia lupakan atau seperti apa, dia tidak tahu.

"Sudah bangun?" tanya Adi yang ternyata sudah datang dan langsung menghampiri Mer.

Suara penuh kelembutan, terasa mendayu di telinga Mer. Mer suka suara lembut itu. Juga Mer, benci jika ingat akan pesan yang dia baca tadi malam.

Kalau saja bisa, Mer ingin memukul dan memaki lelaki yang ada di hadapannya itu. Lelaki yang telah berhasil membuatnya bahagia dan kecewa dalam satu waktu.

Namun, dia masih menahan keinginannya. Tentunya karena dia ingin tahu kenapa suaminya tersebut mampu melakukan hal seperti itu, kenapa suaminya menikahi dirinya kalau memang dia sudah memiliki istri dan juga seorang putri.

Tidakkah Adi memikirkan perasaan dari istri dan juga putrinya, ataukah mungkin memang pernikahan yang kini terlaksana atas izin istri pertamanya, pikirnya.

"Sudah," jawab Mer pelan.

Mer seakan masih enggan untuk berbicara dengan pria yang kini sudah menjadi suaminya tersebut, rasa cintanya tiba-tiba saja berubah menjadi rasa benci.

Akan tetapi, Mer juga takut jika dia bertindak gegabah. Karena hal itu, bisa merugikan dirinya sendiri. Mer tak mau jika keluarganya akan menanggung malu atas perbuatannya. Untuk beberapa saat, Mer harus diam dan bersabar.

Mer memutuskan, untuk pura-pura tidak tahu tentang pesan chat itu, sebuah pesan yang masuk kedalam ponsel suaminya. Dia ingin menyelidikinya terlebih dahulu, apakah benar suaminya itu sudah memiliki istri dan juga seorang putri atau bagaimana.

Melihat Mer yang diam saja, Adi merasa heran. Padahal, sejak datang ke rumahnya, Mer terlihat sangat bahagia. Namun, ini wajah istrinya tersebut terlihat begitu muram.

"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tadi pagi aku malah melihat kamu tidur sambil memeluk lutut di lantai?" tanya Adi.

Mer untuk sesaat terdiam, dia berusaha untuk mencari alasan yang tepat. Karena jika dia asal bicara, takutnya suaminya akan menganggap yang tidak-tidak terhadap dirinya.

"Ngga tahu, mungkin aku mengigau." Mer menjawab dengan asal. 'Aku sedih, Mas. Aku sedih karena kelakuan kamu, karena kamu yang ternyata adalah pria beristri,' lanjut Mer di dalam hati.

Adi langsung mengelus puncak kepala Mer, lalu dia tersenyum dengan sangat manis. Lalu, pria matang itu menunduk dan mengecup kening istrinya dengan begitu lembut.

"Ya ampun! Bisa-bisanya kamu masih ngigo aja, besok-besok kalau bobo pasti Mas peluk. Biar kamu ngga ngigau sambil jalan lagi," ucap Adi seraya terkekeh.

Mer memaksakan senyumnya. Dia tidak mau jika suaminya tahu kalau hati Mer saat ini sedang terluka, terluka karena mengetahui kebenaran yang sulit untuk dipercaya itu.

"Mungkin harus seperti itu," kata Mer. 'Atau mungkin kamu yang harus aku peluk atau perlu aku ikat, agar tak pergi ke rumah istri pertama kamu,' sambung Mer dalam hati.

Ya, Mer hanya mampu mengatakan hal itu di dalam hati saja. Karena Jujur saja keberaniannya tidak ada untuk berkata secara langsung kepada suaminya tersebut.

Adi, mengambil semangkok bubur yang di simpan di atas nakas. Kemudian, dia pun meminta Mer untuk memakan bubur tersebut.

"Makanlah dulu, biar kamu cepat sembuh. Setelah buburnya habis, kamu harus segera minum obat." Adi berucap seraya menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulut Mer.

Mer menerima suapan dari Adi dengan terpaksa, karena kenyataannya dia memang sedang tak ingin disuapi oleh Adi. Jangankan untuk disuapi, rasanya untuk berdekatan dengan pria itu saja Mer merasa begitu enggan.

Saat sedang asik mengunyah makanan, Mer memperhatikan penampilan dari Adi yang terlihat sangat rapih. Dia menjadi bertanya-tanya di dalam hatinya, bukankah Adi meminta cuti selama satu minggu, lalu, kenapa penampilannya begitu rapih? Mer jadi curiga dibuatnya, tapi dia seakan enggan untuk bertanya.

Akan tetapi, jika mengingat pesan chat tadi malam, Mer berusaha untuk menebak. Mungkinkah suaminya akan menemui istri pertamanya, pikirnya.

"Ehm! Sayang, Mas, mau ngomong. Tetapi, kamu jangan marah." Adi berbicara sambil mengusap puncak kepala Mer dengan lembut.

Dari ucapan Adi dan bahkan dari penampilannya yang sudah terlihat sangat rapih. Mer bisa menebak jika Adi pasti ingin menemui istrinya dan juga anaknya.

Hati Mer, langsung menjerit. Sekuat tenaga Mer menahan agar air matanya agar tidak tumpah. Sekuat tenaga Mer berusaha agar tak mengumpat dan mengeluarkan kata-kata kotornya.

Dia tidak mau menjadi istri yang berdosa, dia lebih bertahan dalam diamnya walaupun terasa begitu sakit dan napasnya seakan tercekat.

"Iya, Mas. Ngomong aja, aku ngga apa-apa." Mer menjawab sambil menelisik wajah suaminya.

Adi kembali menyuapi Mer, karena istrinya tersebut sedang sakit. Adi tidak mungkin meninggalkan Mer dalam keadaan belum sarapan, tidak lama kemudian dia berkata.

"Mas, ada tugas mendadak ke luar kota selama 2 hari. Akan tetapi, Mas janji. Setelah 2 hari, Mas akan meneruskan masa cuti Mas. Kita akan berlibur, Sayang. Maafin, Mas. Mas tahu, kamu lagi sakit. Namun, Mas ngga tahu harus bagaimana lagi? Ini tugas dari kantor," ucap Adi.

Adi memasang wajah sedih di depan Mer, padahal Mer tahu jika Adi sedang bersandiwara. Dia bisa melihat dengan jelas jika pria itu memasang wajah palsunya.

Mer bisa melihat dengan jelas raut kebohongan di wajah Adi, bahkan sorot mata Adi terlihat tidak tulus saat mengatakan hal itu. Hati Mer benar-benar terasa tertusuk ribuan belati.

Akan tetapi, dengan sekuat tenaga Mer berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Mer memutuskan, jika dia akan mengikuti suaminya, karena rasanya itu adalah hal yang terbaik.

Mer harus membuktikan seperti apa suaminya di belakangnya, seperti apa istrinya. Satu hal yang pasti, Mer ingin tahu bagaimana kelakuan Adi yang sebenarnya.

Mer benar-benar ingin membuktikannya, ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana hubungan suaminya dengan anak dan istri pertamanya, kenapa dia memilih untuk menikahinya di kala dia sudah berkeluarga.

"Penting banget ya, Mas? Aku lagi sakit loh! Masa akunya malah kamu tinggalkan?" protes Mer.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    74. Liburan Yang Menyenangkan

    Pada kesempatan yang ada, Mer membicarakan tentang rencana liburan yang sudah dia atur untuk kepentingan Anggi dan juga Johan. Dia mengatakan kepada Arga kalau liburan juga penting untuk mereka berdua dan kedua anaknya. Arga awalnya merasa keberatan karena perusahaan miliknya kini sedang berada di atas kejayaan, dia sedang begitu sibuk mengerjakan pekerjaannya. Namun, di satu sisi dia juga tidak ingin mengecewakan istrinya, anaknya dan juga adik iparnya. Lagi pula, untuk masalah pekerjaan bisa dia kerjakan di Bali sambil liburan. Akhirnya Arga memutuskan untuk pergi berlibur ke Bali, tentunya setelah dia menekankan kepada Johan Kalau pria itu juga harus tetap bekerja walaupun lewat laptop. Jika ada meeting penting, mereka harus melakukan zoom meeting melalui layar laptop. Agar perusahaan mereka tetap berjaya, karena itu penting adanya. "Yes! Kalau gitu kita harus pesan Villa aja, biar lebih leluasa saat berlibur. Jangan pesan kamar hotel, Yang. Kurang asik," ujar Mer. Mer meras

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    73. Rencana Berlibur

    Sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, Johan dan juga Anggi benar-benar mengadopsi Meira. Karena mereka merasa kasihan terhadap gadis kecil malang itu.Mereka benar-benar merasa iba karena di usianya yang masih sangat kecil, dia justru malah mendapati nasib yang sangat malang.Ayahnya kini divonis jika usianya tidak akan lama lagi, sedangkan ibunya sama sekali tidak mencari keberadaan putrinya tersebut. Ibunya seolah tidak peduli dengan perkembangan anaknya dan seolah tidak ingin menoleh ke belakang lagi.Padahal, jika memang Hanum begitu membenci Adi, itu tidak masalah jika dia tidak mau menemui pria itu. Namun, masalahnya Meira adalah putri kandungnya, setidaknya wanita itu harus ingat untuk mengurus putrinya tersebut.Anggi sangat sedih karena sudah cukup lama menikah dengan Johan, tetapi belum memiliki keturunan. Padahal, dia begitu menginginkan keturunan, tetapi yang sudah memiliki keturunan malah seolah tidak mau mengurusi keturunannya.Saat Anggi dan juga Johan membawa Meir

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    72. Mempersiapkan Semuanya

    Setelah mendapatkan perawatan selama tiga hari, akhirnya Mer diperbolehkan untuk pulang membawa baby cantiknya.Saat Mer pulang, Arya terlihat begitu bahagia sekali bertemu dengan ibunya. Karena selama Mer di rumah sakit, anak itu tidak pernah sekalipun diajak ke rumah sakit.Arya juga begitu senang saat bertemu dengan adik perempuannya, adik perempuan yang terlihat begitu cantik sekali.Di sana juga ada tuan Danu, pak Adan, Johan dan juga Anggi. Mereka nampak berada di sana untuk menyambut kedatangan dari baby cantik milik Mer.Mereka bahkan menyulap ruang tamu milik Mer layaknya ruangan untuk berulang tahun, penuh dengan balon dan juga foto-foto baby kecil Mer yang selalu Arga kirimkan kepada tuan Danu dan juga Johan."Uuhh! Keponakan aku cantik sekali, siapa namanya?" tanya Johan yang langsung mengambil alih baby cantik dari pangkuan Mer.Mer menolehkan wajahnya ke arah suaminya, wanita itu seolah berharap jika yang akan menjawab pertanyaan dari adiknya itu adalah suaminya tersebut

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    71. Baby Girl

    Arga merasa begitu bangga karena selalu bisa memuaskan istrinya, dia merasa begitu berharga sebagai seorang pria. Melihat wajah penuh kepuasan dari istrinya, dia merasa sangat puas."Balik, Yang!" pinta Arga.Mer paham dengan apa yang diminta oleh suaminya tersebut, wanita itu nampak merangkak seperti bayi. Karena itu adalah posisi yang paling difavoritkan oleh suaminya tersebut.Tidak lama kemudian, Arga nampak memompa tubuh istrinya dari belakang. Dia maju mundurkan pinggulnya dengan penuh perasaan."Enak, Yang. Sangat enak," ujar Arga seraya menekan pinggang istrinya.Tidak lama kemudian Arga merasa seperti ada gejolak hasrat yang hendak keluar, tentu saja dia langsung mempercepat goyangan pinggulnya. Lalu, dia memperdalam miliknya dan memuntahkan cairan cintanya."Ouch! Yang, sangat enak." Arga memejamkan matanya karena mencapai klimaksnya.Kini Mer yang nampak tersenyum puas mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya tersebut, dia merasa senang karena Arga selalu bisa mencapai pu

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    70..Sebentar Lagi

    Semakin buncit perut Mer, wanita itu semakin kesulitan untuk bergerak. Karena bukan hanya perut wanita itu saja yang semakin membesar, tetapi badannya juga semakin membengkak.Beruntung kaki wanita itu tidak ikut membengkak, karena dengan seperti itu Mer masih bisa bergerak dengan begitu bebas. Walaupun memang dalam berjalan lebih lambat.Mer juga merasa beruntung karena Arga semakin perhatian saja kepada wanita itu, bahkan Arga lebih sering menemani wanita itu dalam kesehariannya.Awalnya Mer sempat ilfil karena tubuhnya yang membengkak, dia takut jika suaminya akan berselingkuh dan akan meninggalkan dirinya.Namun, dugaannya sangat salah. Karena Arga justru semakin memberikan perhatian kepada dirinya dan juga memberikan pujian.Arga berkata jika istrinya kini semakin gemoy, semakin enak saja kalau mereka melakukan percintaan panas seperti biasanya. Arga juga begitu pandai memuji dirinya.Tentunya hal itu membuat Mer percaya diri, tetapi walaupun dalam keadaan hamil wanita itu tidak

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    69. Bersedia

    Dulu Mer memang sempat merasa kecewa dan juga sakit hati karena dibohongi oleh Adi, padahal dia begitu mencintai pria itu, tetapi nyatanya pria itu hanya ingin memanfaatkan dirinya untuk mencetak bayi.Adi bekerjasama dengan istrinya sendiri untuk menipu dirinya, satu hal yang membuat Mer merasa begitu lebih sakit hati. Hanum meminta Adi untuk meninggalkan dirinya setelah dia melahirkan.Sungguh itu adalah hal kejam yang tidak bisa dimaafkan begitu saja, karena menurut Mer, rencana Hanum benar-benar tidak manusiawi.Namun, kini setelah melihat Adi yang nampak begitu sengsara setelah ditinggalkan oleh Hanum, Mer merasa kasihan terhadap pria itu. Terlebih lagi terhadap Meira, anak itu tidak berdosa.Rasanya Mer ingin menangis ketika mendengar Adi menderita penyakit kanker hati stadium akhir, bahkan Adi berkata jika umurnya tidak akan lama lagi."Kata dokter, aku hanya akan bertahan selama 6 bulan. Aku--aku takut jika aku mati, Meira tidak ada yang mengurus, karena Hanum sama sekali tida

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    68. Kanker Hati

    Semenjak mengetahui jika istrinya hamil, Arga bukan hanya mengalami mual dan lemas saja. Namun, jika pagi hari tiba dia akan mengalami mual dan juga muntah yang hebat.Pria itu akan terlihat begitu lemas sekali, dia akan merasa lebih baik jika sudah terkena cahaya matahari. Namun, Arga tidak pernah mengeluh. Dia menjalani hari-harinya dengan begitu sabar, karena dia tahu jika ini adalah efek dari kehamilan istrinya.Justru Arga sangat bersyukur karena dirinya yang mengalami ngidam dan juga mual muntah, karena dengan seperti itu dia merasa bisa meringankan beban Mer. Arga sering membaca tentang artikel kehamilan, wanita yang hamil itu sangat repot dan tentunya pasti akan ada perubahan mood pada wanita hamil itu.Setidaknya jika dia tidak bisa menggantikan Mer untuk melahirkan, dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya saat wanita hamil."Hari ini kamu pucet banget deh, Yang. Apa ngga usah kerja saja?" tanya Mer seraya mengelusi perutnya yang sudah besar.Kini usia kehamilan Mer sudah m

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    67. Baik-baik Saja

    Malam ini Arga dan juga Mer bercinta dengan begitu penuh gairah, keduanya berlomba-lomba untuk saling memuaskan. Mer juga malam ini terlihat tidak mau diam sama sekali, dia selalu mengimbangi goyangan pinggul dari suaminya.Bahkan, setelah istirahat beberapa waktu karena mendapatkan pelepasannya, Mer naik ke atas tubuh Arga dan mencoba untuk menjadi pengendali.Alhasil setelah Mer dan juga Arga sudah merasa begitu puas, Mer merasa jika perut bagian bawahnya terasa begitu sakit. Arga tentunya begitu panik ketika melihat istrinya mengaduh kesakitan."Yang? Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Arga panik karena wajah istrinya begitu pucat.Kalau saja Arga tahu jika bercinta dengan istrinya bisa membuat wanita itu kesakitan, Arga tidak akan mau melakukannya. Karena Arga masih bisa menahannya."Sakit banget, Yang. Tolong bawa aku ke dokter," ujar Mer karena rasa sakitnya datang dengan begitu kuat.Bahkan kini dia merasa jika perutnya keram, Mer takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. M

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    66. Panik

    Setelah dijanjikan akan diberikan kenikmatan sebanyak dua kali, Arga bekerja dengan begitu bersemangat. Dia tidak merengek sama sekali kepada istrinya, sangat sigap dalam bekerja walaupun sesekali dia mengeluh lemas.Terkadang Arga mengeluh kalau dirinya merasa sakit kepala, apalagi saat mencium bau pengharum ruangan yang biasa dipakai, dia terus saja mengeluh mual dan rasanya ingin muntah.Alhasil Mer terpaksa pergi ke swalayan untuk membeli pengharum ruangan yang baru, Arga meminta kepada Mer untuk dibelikan pengharum ruangan dengan wangi lemon.Pokoknya, makanan pun Arga inginnya yang berbau lemon. Mer sampai menggelengkan kepalanya karena tingkat suaminya itu benar-benar di luar nalar."Cape banget, Yang. Pulang yuk?" ajak Arga ketika waktu sudah menunjukkan pukul empat sore.''Boleh, tapi sebelum pulang kita shalat di sini aja dulu. Takutnya malah ngga keburu," usul Mer."Boleh, Yang," jawab Arga.Pada akhirnya Mer dan juga Arga melaksanakan salat ashar terlebih dahulu, setelah i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status