Share

6. Bermalam

Author: Cucu Suliani
last update Last Updated: 2021-12-03 10:14:22

"Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan.

Security tersebut seperti menelisik penampilan Mer dari atas sampai bawah. Kemudian, security itu pun menjawab pertanyaan Mer.

"Masih, Neng. Tunggu sebentar, saya panggilkan pemilik kostnya." Security itu terlihat pergi ke arah rumah besar yang ada di samping kostan.

Mer duduk di bangku sambil menunggu security itu datang. Tak lama kemudian, security itu datang dengan seorang pria paruh baya yang terlihat sangat berwibawa.

"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria paruh baya itu sopan.

"Begini, Pak. Saya butuh tempat menginap, hanya untuk dua hari. Bisa?" tanya Mer.

Pria paruh baya itu terlihat memperhatikan penampilan Mer. Tidak ada yang salah dengan penampilan Mer. Akan tetapi, wajah Mer terlihat kacau. Pria paruh baya itu lalu bertanya kepada Mer.

"Kamu, ngga lagi kabur, kan?" tanyanya menyelidik.

Sontak Mer langsung mengibas-ngibaskan kedua tangan kanannya di depan wajahnya. Karena pada kenyataannya dia memang bukan kabur, tetapi dia sedang menyelidiki suaminya sendiri.

"Nggak kok, nggak gitu. Saya nggak sedang kabur, Pak. Saya hanya sedang butuh tempat tinggal saja untuk dua hari. Jadi?" tanya Mer.

"Boleh, kalau cuma dua hari dua ratus ribu aja. Kamarnya yang pojok kanan depan, kamar kostnya kecil. Hanya dua belas meter persegi," terangnya.

"Ngga apa-apa kecil, yang penting nyaman Pak--"

"Danu, panggil saya Pak Danu." Pak Danu mengulurkan tangannya.

"Mer, Pak." Mer, menyambut uluran tangan pak Danu dengan senang hati.

Mer lalu merogoh tas untuk mengambil dompetnya. Kemudian, dia pun mengambil uang dua ratus ribu lalu menyerahkannya langsung kepada pak Danu.

"Terima kasih, Neng." Pak Danu berucap pada Mer, kemudian dia menatap security bernama Dian. "Antar Neng Mer ke kamarnya." Pak Danu menyerahkan kunci kamar kostan pada Dian.

"Siap atuh," jawabnya.

Pak Danu langsung pergi setelah menyerahkan kuncinya. Sedangkan pak Dian, langsung mengajak Mer untuk masuk ke dalam kost-kostan putri tersebut.

Sampai di depan kostan Mer, pak Dian pun memberikan kuncinya kepada Mer. Dengan senang hati Mer menerima kunci tersebut.

"Silakan, Neng. Saya tinggal," ucap Pak Dian.

Mer lalu tersenyum kepada security tersebut, dia bahkan langsung membungkukkan badannya beberapa kali.

"Terima kasih, Pak."

Setelah menyerahkan kunci kostan, pak Dian langsung kembali ke pos jaga. Sedangkan Mer, langsung masuk ke dalam kamar kostan tersebut.

Mer memperhatikan kamar kostan tersebut, ada kasur kecil, ada lemari kecil, ada kamar mandi dan ada dapur Mini.

Semuanya terlihat sangat lengkap, walaupun ruangannya terlihat sangat kecil. Mer bersyukur di dalam hatinya, karena dia menemukan tempat yang nyaman untuk di tinggali selama 2 hari ini.

"Bismillahirohmanirohim, semoga aku bisa mengambil keputusan terbaik setelah melihat semuanya dengan pasti." Mer tersenyum kecut setelah mengatakan hal itu.

Mer yang merasa sangat lelah langsung masuk ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Setelah itu, dia langsung merebahkan tubuhnya. Tatapan matanya terlihat kosong, hatinya bahkan terasa begitu sakit. Raganya lelah, jiwanya seakan melayang tak menjejak bumi.

Bukan karena mendapatkan sensasi kenikmatan. Namun, Mer sedang kecewa. Mer sakit hati, Mer terluka karena ulah pria yang bernama Adinandya Kharisma Putra.

Seorang lelaki matang yang berjanji akan memberikan kebahagiaan. Seorang lelaki matang yang membawanya ke dalam rumah tangga yang entah rumah tangga seperti apa yang akan Mer rasakan nantinya.

Akan tetapi, Mer sudah siap dengan apa pun yang akan terjadi. Kalau pun dia harus berpisah, Mer hanya ingin mereka berpisah secara baik-baik.

Kecuali, Adi melakukan kesalahan yang lebih fatal lagi. Mungkin Mer akan pergi saja tanpa berpamitan kepada pria itu.

Jika Mer memang di haruskan untuk melanjutkan rumah tangganya, Mer siap. Namun, Mer harus tahu dengan pasti alasannya.

Dia dijadikan istri kedua oleh suaminya, tentu karena ada alasannya. Mer harus tahu apa alasannya terlebih dahulu, jika memang alasannya tepat, Mer akan mempertahankan rumah tangganya.

Kruyuk! Kruyuk!

"Astagfirullah! Aku bahkan lupa makan, lupa shalat dan lupa segalanya. Maafkan aku, Tuhan." Mer segera bangun, dia mengambil dompetnya dan keluar dari dalam kostnya.

Mer, yang merasa sangat lapar pun, langsung keluar dari kamar kostan. Kemudian, Mer menghampiri pak Dian yang sedang berjaga.

Dia sudah merasa tak sabar untuk segera mengisi perutnya yang terasa keroncongan, sepertinya cacing di dalam perutnya seakan sedang asik berdisko dengan sangat riang.

"Pak Dian, di sini ada yang jual makanan mateng ga?" tanya Mer.

Mer menghampiri pak Dian, lalu berdiri tepat di hadapan pak Dian. Pak Dian sempat memerhatikan Mer. Mer terlihat seperti orang yang sangat lelah, tapi juga kelaparan. Wajah Mer terlihat kusut seperti sedang banyak pikiran.

Dia sebenarnya merasa kasihan pada Mer, karena dia terlihat sendirian dan tanpa saudara di sana. Sorot matanya pun menyiratkan banyak kesedihan, tapi dia berusaha untuk tidak peduli.

"Eh, ada Neng Mer. Banyak, tapi penjual makanan gerobak gitu. Di sini ngga ada Resto, maklum Neng, kampung." Pak Dian menjawab seraya terkekeh.

Mer terlihat menganggukan kepalanya, dia seakan mengerti dengan apa yang diucapkan oleh pak Dian. Mer sudah tak perduli mau makanan apa pun yang masuk ke dalam perutnya, yang penting saat ini Mer bisa mengisi perutnya yang tengah keroncongan.

"Di mana, Pak?" tanya Mer.

Pak Dian ingin sekali mengantar Mer. Namun, dia sedang bertugas. Tak mungkin bukan, jika dia harus meninggalkan pekerjaannya. Bisa-bisa dia mendapatkan teguran dari pemilik kostan. Atau, bisa saja dia langsung di pecat.

"Ngga jauh, jalan kaki juga sampai. Neng jalan aja, seratus meter dari sini banyak pedagang yang menjajakan dagangannya." Pak Dian menjelaskan, tangannya bahkan menunjuk arah jalan.

Mer langsung menganggukkan kepalanya, dia seakan tak sabar ingin segera mengisi perutnya. Dia berharap ada makanan yang cocok dengan lidahnya.

"Terima kasih, Pak." Mer langsung berjalan melewati Pak Dian begitu saja.

Pak Dian hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lelaki gagah dengan usianya yang menginjak tiga puluh tahun itu membuatnya terlihat dewasa dan tampan.

Namun, saat menyadari jika Mer hanya memakai celana selutut dengan kaos pendek polos, pak Dian segera memanggil Mer.

"Neng Mer!" panggil Pak Dian.

Mer menghentikan langkahnya lalu segera membalik badannya, dia menatap pak Dian dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Ada apa, Pak? Mau nitip?" tanya Mer.

Pak Dian terlihat menggelengkan kepalanya, dengan cepat dia mengambil jaket yang ada di pos security dan memberikannya pada Mer.

"Pake jaketnya, Neng. Di sini hawanya sangat dingin," kata Pak Dian.

Mer tersenyum hangat pada pak Dian, ternyata masih ada orang baik dan perhatian, pikir Mer. Padahal mereka tak saling mengenal, tapi masih merasa peduli.

Satu hal yang Mer suka dari pak Dian, pria itu terlihat tulus ingin menolong dirinya. Bukan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus.

"Sama-sama," jawab Pak Dian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    74. Liburan Yang Menyenangkan

    Pada kesempatan yang ada, Mer membicarakan tentang rencana liburan yang sudah dia atur untuk kepentingan Anggi dan juga Johan. Dia mengatakan kepada Arga kalau liburan juga penting untuk mereka berdua dan kedua anaknya. Arga awalnya merasa keberatan karena perusahaan miliknya kini sedang berada di atas kejayaan, dia sedang begitu sibuk mengerjakan pekerjaannya. Namun, di satu sisi dia juga tidak ingin mengecewakan istrinya, anaknya dan juga adik iparnya. Lagi pula, untuk masalah pekerjaan bisa dia kerjakan di Bali sambil liburan. Akhirnya Arga memutuskan untuk pergi berlibur ke Bali, tentunya setelah dia menekankan kepada Johan Kalau pria itu juga harus tetap bekerja walaupun lewat laptop. Jika ada meeting penting, mereka harus melakukan zoom meeting melalui layar laptop. Agar perusahaan mereka tetap berjaya, karena itu penting adanya. "Yes! Kalau gitu kita harus pesan Villa aja, biar lebih leluasa saat berlibur. Jangan pesan kamar hotel, Yang. Kurang asik," ujar Mer. Mer meras

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    73. Rencana Berlibur

    Sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, Johan dan juga Anggi benar-benar mengadopsi Meira. Karena mereka merasa kasihan terhadap gadis kecil malang itu.Mereka benar-benar merasa iba karena di usianya yang masih sangat kecil, dia justru malah mendapati nasib yang sangat malang.Ayahnya kini divonis jika usianya tidak akan lama lagi, sedangkan ibunya sama sekali tidak mencari keberadaan putrinya tersebut. Ibunya seolah tidak peduli dengan perkembangan anaknya dan seolah tidak ingin menoleh ke belakang lagi.Padahal, jika memang Hanum begitu membenci Adi, itu tidak masalah jika dia tidak mau menemui pria itu. Namun, masalahnya Meira adalah putri kandungnya, setidaknya wanita itu harus ingat untuk mengurus putrinya tersebut.Anggi sangat sedih karena sudah cukup lama menikah dengan Johan, tetapi belum memiliki keturunan. Padahal, dia begitu menginginkan keturunan, tetapi yang sudah memiliki keturunan malah seolah tidak mau mengurusi keturunannya.Saat Anggi dan juga Johan membawa Meir

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    72. Mempersiapkan Semuanya

    Setelah mendapatkan perawatan selama tiga hari, akhirnya Mer diperbolehkan untuk pulang membawa baby cantiknya.Saat Mer pulang, Arya terlihat begitu bahagia sekali bertemu dengan ibunya. Karena selama Mer di rumah sakit, anak itu tidak pernah sekalipun diajak ke rumah sakit.Arya juga begitu senang saat bertemu dengan adik perempuannya, adik perempuan yang terlihat begitu cantik sekali.Di sana juga ada tuan Danu, pak Adan, Johan dan juga Anggi. Mereka nampak berada di sana untuk menyambut kedatangan dari baby cantik milik Mer.Mereka bahkan menyulap ruang tamu milik Mer layaknya ruangan untuk berulang tahun, penuh dengan balon dan juga foto-foto baby kecil Mer yang selalu Arga kirimkan kepada tuan Danu dan juga Johan."Uuhh! Keponakan aku cantik sekali, siapa namanya?" tanya Johan yang langsung mengambil alih baby cantik dari pangkuan Mer.Mer menolehkan wajahnya ke arah suaminya, wanita itu seolah berharap jika yang akan menjawab pertanyaan dari adiknya itu adalah suaminya tersebut

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    71. Baby Girl

    Arga merasa begitu bangga karena selalu bisa memuaskan istrinya, dia merasa begitu berharga sebagai seorang pria. Melihat wajah penuh kepuasan dari istrinya, dia merasa sangat puas."Balik, Yang!" pinta Arga.Mer paham dengan apa yang diminta oleh suaminya tersebut, wanita itu nampak merangkak seperti bayi. Karena itu adalah posisi yang paling difavoritkan oleh suaminya tersebut.Tidak lama kemudian, Arga nampak memompa tubuh istrinya dari belakang. Dia maju mundurkan pinggulnya dengan penuh perasaan."Enak, Yang. Sangat enak," ujar Arga seraya menekan pinggang istrinya.Tidak lama kemudian Arga merasa seperti ada gejolak hasrat yang hendak keluar, tentu saja dia langsung mempercepat goyangan pinggulnya. Lalu, dia memperdalam miliknya dan memuntahkan cairan cintanya."Ouch! Yang, sangat enak." Arga memejamkan matanya karena mencapai klimaksnya.Kini Mer yang nampak tersenyum puas mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya tersebut, dia merasa senang karena Arga selalu bisa mencapai pu

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    70..Sebentar Lagi

    Semakin buncit perut Mer, wanita itu semakin kesulitan untuk bergerak. Karena bukan hanya perut wanita itu saja yang semakin membesar, tetapi badannya juga semakin membengkak.Beruntung kaki wanita itu tidak ikut membengkak, karena dengan seperti itu Mer masih bisa bergerak dengan begitu bebas. Walaupun memang dalam berjalan lebih lambat.Mer juga merasa beruntung karena Arga semakin perhatian saja kepada wanita itu, bahkan Arga lebih sering menemani wanita itu dalam kesehariannya.Awalnya Mer sempat ilfil karena tubuhnya yang membengkak, dia takut jika suaminya akan berselingkuh dan akan meninggalkan dirinya.Namun, dugaannya sangat salah. Karena Arga justru semakin memberikan perhatian kepada dirinya dan juga memberikan pujian.Arga berkata jika istrinya kini semakin gemoy, semakin enak saja kalau mereka melakukan percintaan panas seperti biasanya. Arga juga begitu pandai memuji dirinya.Tentunya hal itu membuat Mer percaya diri, tetapi walaupun dalam keadaan hamil wanita itu tidak

  • Jangan Salahkan Aku Pergi    69. Bersedia

    Dulu Mer memang sempat merasa kecewa dan juga sakit hati karena dibohongi oleh Adi, padahal dia begitu mencintai pria itu, tetapi nyatanya pria itu hanya ingin memanfaatkan dirinya untuk mencetak bayi.Adi bekerjasama dengan istrinya sendiri untuk menipu dirinya, satu hal yang membuat Mer merasa begitu lebih sakit hati. Hanum meminta Adi untuk meninggalkan dirinya setelah dia melahirkan.Sungguh itu adalah hal kejam yang tidak bisa dimaafkan begitu saja, karena menurut Mer, rencana Hanum benar-benar tidak manusiawi.Namun, kini setelah melihat Adi yang nampak begitu sengsara setelah ditinggalkan oleh Hanum, Mer merasa kasihan terhadap pria itu. Terlebih lagi terhadap Meira, anak itu tidak berdosa.Rasanya Mer ingin menangis ketika mendengar Adi menderita penyakit kanker hati stadium akhir, bahkan Adi berkata jika umurnya tidak akan lama lagi."Kata dokter, aku hanya akan bertahan selama 6 bulan. Aku--aku takut jika aku mati, Meira tidak ada yang mengurus, karena Hanum sama sekali tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status