Share

6. Bermalam

"Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan.

Security tersebut seperti menelisik penampilan Mer dari atas sampai bawah. Kemudian, security itu pun menjawab pertanyaan Mer.

"Masih, Neng. Tunggu sebentar, saya panggilkan pemilik kostnya." Security itu terlihat pergi ke arah rumah besar yang ada di samping kostan.

Mer duduk di bangku sambil menunggu security itu datang. Tak lama kemudian, security itu datang dengan seorang pria paruh baya yang terlihat sangat berwibawa.

"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria paruh baya itu sopan.

"Begini, Pak. Saya butuh tempat menginap, hanya untuk dua hari. Bisa?" tanya Mer.

Pria paruh baya itu terlihat memperhatikan penampilan Mer. Tidak ada yang salah dengan penampilan Mer. Akan tetapi, wajah Mer terlihat kacau. Pria paruh baya itu lalu bertanya kepada Mer.

"Kamu, ngga lagi kabur, kan?" tanyanya menyelidik.

Sontak Mer langsung mengibas-ngibaskan kedua tangan kanannya di depan wajahnya. Karena pada kenyataannya dia memang bukan kabur, tetapi dia sedang menyelidiki suaminya sendiri.

"Nggak kok, nggak gitu. Saya nggak sedang kabur, Pak. Saya hanya sedang butuh tempat tinggal saja untuk dua hari. Jadi?" tanya Mer.

"Boleh, kalau cuma dua hari dua ratus ribu aja. Kamarnya yang pojok kanan depan, kamar kostnya kecil. Hanya dua belas meter persegi," terangnya.

"Ngga apa-apa kecil, yang penting nyaman Pak--"

"Danu, panggil saya Pak Danu." Pak Danu mengulurkan tangannya.

"Mer, Pak." Mer, menyambut uluran tangan pak Danu dengan senang hati.

Mer lalu merogoh tas untuk mengambil dompetnya. Kemudian, dia pun mengambil uang dua ratus ribu lalu menyerahkannya langsung kepada pak Danu.

"Terima kasih, Neng." Pak Danu berucap pada Mer, kemudian dia menatap security bernama Dian. "Antar Neng Mer ke kamarnya." Pak Danu menyerahkan kunci kamar kostan pada Dian.

"Siap atuh," jawabnya.

Pak Danu langsung pergi setelah menyerahkan kuncinya. Sedangkan pak Dian, langsung mengajak Mer untuk masuk ke dalam kost-kostan putri tersebut.

Sampai di depan kostan Mer, pak Dian pun memberikan kuncinya kepada Mer. Dengan senang hati Mer menerima kunci tersebut.

"Silakan, Neng. Saya tinggal," ucap Pak Dian.

Mer lalu tersenyum kepada security tersebut, dia bahkan langsung membungkukkan badannya beberapa kali.

"Terima kasih, Pak."

Setelah menyerahkan kunci kostan, pak Dian langsung kembali ke pos jaga. Sedangkan Mer, langsung masuk ke dalam kamar kostan tersebut.

Mer memperhatikan kamar kostan tersebut, ada kasur kecil, ada lemari kecil, ada kamar mandi dan ada dapur Mini.

Semuanya terlihat sangat lengkap, walaupun ruangannya terlihat sangat kecil. Mer bersyukur di dalam hatinya, karena dia menemukan tempat yang nyaman untuk di tinggali selama 2 hari ini.

"Bismillahirohmanirohim, semoga aku bisa mengambil keputusan terbaik setelah melihat semuanya dengan pasti." Mer tersenyum kecut setelah mengatakan hal itu.

Mer yang merasa sangat lelah langsung masuk ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Setelah itu, dia langsung merebahkan tubuhnya. Tatapan matanya terlihat kosong, hatinya bahkan terasa begitu sakit. Raganya lelah, jiwanya seakan melayang tak menjejak bumi.

Bukan karena mendapatkan sensasi kenikmatan. Namun, Mer sedang kecewa. Mer sakit hati, Mer terluka karena ulah pria yang bernama Adinandya Kharisma Putra.

Seorang lelaki matang yang berjanji akan memberikan kebahagiaan. Seorang lelaki matang yang membawanya ke dalam rumah tangga yang entah rumah tangga seperti apa yang akan Mer rasakan nantinya.

Akan tetapi, Mer sudah siap dengan apa pun yang akan terjadi. Kalau pun dia harus berpisah, Mer hanya ingin mereka berpisah secara baik-baik.

Kecuali, Adi melakukan kesalahan yang lebih fatal lagi. Mungkin Mer akan pergi saja tanpa berpamitan kepada pria itu.

Jika Mer memang di haruskan untuk melanjutkan rumah tangganya, Mer siap. Namun, Mer harus tahu dengan pasti alasannya.

Dia dijadikan istri kedua oleh suaminya, tentu karena ada alasannya. Mer harus tahu apa alasannya terlebih dahulu, jika memang alasannya tepat, Mer akan mempertahankan rumah tangganya.

Kruyuk! Kruyuk!

"Astagfirullah! Aku bahkan lupa makan, lupa shalat dan lupa segalanya. Maafkan aku, Tuhan." Mer segera bangun, dia mengambil dompetnya dan keluar dari dalam kostnya.

Mer, yang merasa sangat lapar pun, langsung keluar dari kamar kostan. Kemudian, Mer menghampiri pak Dian yang sedang berjaga.

Dia sudah merasa tak sabar untuk segera mengisi perutnya yang terasa keroncongan, sepertinya cacing di dalam perutnya seakan sedang asik berdisko dengan sangat riang.

"Pak Dian, di sini ada yang jual makanan mateng ga?" tanya Mer.

Mer menghampiri pak Dian, lalu berdiri tepat di hadapan pak Dian. Pak Dian sempat memerhatikan Mer. Mer terlihat seperti orang yang sangat lelah, tapi juga kelaparan. Wajah Mer terlihat kusut seperti sedang banyak pikiran.

Dia sebenarnya merasa kasihan pada Mer, karena dia terlihat sendirian dan tanpa saudara di sana. Sorot matanya pun menyiratkan banyak kesedihan, tapi dia berusaha untuk tidak peduli.

"Eh, ada Neng Mer. Banyak, tapi penjual makanan gerobak gitu. Di sini ngga ada Resto, maklum Neng, kampung." Pak Dian menjawab seraya terkekeh.

Mer terlihat menganggukan kepalanya, dia seakan mengerti dengan apa yang diucapkan oleh pak Dian. Mer sudah tak perduli mau makanan apa pun yang masuk ke dalam perutnya, yang penting saat ini Mer bisa mengisi perutnya yang tengah keroncongan.

"Di mana, Pak?" tanya Mer.

Pak Dian ingin sekali mengantar Mer. Namun, dia sedang bertugas. Tak mungkin bukan, jika dia harus meninggalkan pekerjaannya. Bisa-bisa dia mendapatkan teguran dari pemilik kostan. Atau, bisa saja dia langsung di pecat.

"Ngga jauh, jalan kaki juga sampai. Neng jalan aja, seratus meter dari sini banyak pedagang yang menjajakan dagangannya." Pak Dian menjelaskan, tangannya bahkan menunjuk arah jalan.

Mer langsung menganggukkan kepalanya, dia seakan tak sabar ingin segera mengisi perutnya. Dia berharap ada makanan yang cocok dengan lidahnya.

"Terima kasih, Pak." Mer langsung berjalan melewati Pak Dian begitu saja.

Pak Dian hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lelaki gagah dengan usianya yang menginjak tiga puluh tahun itu membuatnya terlihat dewasa dan tampan.

Namun, saat menyadari jika Mer hanya memakai celana selutut dengan kaos pendek polos, pak Dian segera memanggil Mer.

"Neng Mer!" panggil Pak Dian.

Mer menghentikan langkahnya lalu segera membalik badannya, dia menatap pak Dian dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Ada apa, Pak? Mau nitip?" tanya Mer.

Pak Dian terlihat menggelengkan kepalanya, dengan cepat dia mengambil jaket yang ada di pos security dan memberikannya pada Mer.

"Pake jaketnya, Neng. Di sini hawanya sangat dingin," kata Pak Dian.

Mer tersenyum hangat pada pak Dian, ternyata masih ada orang baik dan perhatian, pikir Mer. Padahal mereka tak saling mengenal, tapi masih merasa peduli.

Satu hal yang Mer suka dari pak Dian, pria itu terlihat tulus ingin menolong dirinya. Bukan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus.

"Sama-sama," jawab Pak Dian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status