Share

7. Hampir Ketahuan

"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus.

"Sama-sama," jawab Pak Dian.

Mer kembali melanjutkan langkahnya, sambil memakai jaket milik pak Dian. Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Mer melihat banyak pedagang yang menjajakan dagangannya.

Di sana terlihat begitu banyak gerobak berjejer dengan rapi, bahkan banyak juga pedagang yang menggelar dagangannya di atas tikar, tergeletak begitu saja, tapi tetap terlihat rapi dan tak meninggalkan kesan jorok.

Mer terlihat begitu semangat, dia langsung mendekat ke arah pedagang-pedagang tersebut. Tidak lama kemudian, tatapan mata Mer tertuju pada gerobak soto.

Seketika mulut Mer terasa berliur. Mer langsung menghampiri pedagang soto tersebut. Dia sudah tak sabar ingin mencicipi rasa asam dan sensasi segar dari soto tersebut.

Akan tetapi, baru saja Mer akan memesan semangkok soto. Mer malah melihat Adi yang sedang asik makan bakso bersama anak dan istri pertamanya.

Adi terlihat menyuapi istrinya dengan penuh cinta, Adi juga terlihat mengambilkan segelas air putih untuk istrinya itu.

Sangat terlihat sekali jika Adi begitu mencintai wanita yang kini berada di sampingnya. Tatapan matanya terlihat begitu mendamba pada perempuan yang ada di depan matanya.

Wanita yang terlihat sangat cantik, terlihat dewasa dan terlihat seumuran dengan Adi. Melihat kemesraan antara Adi dan istrinya, muncul banyak pertanyaan dalam benak Mer.

Untuk apa dia menikahi Mer? Untuk apa dia mencari wanita lain jika di dalam hidupnya sudah ada dua wanita? Untuk apa mencari kehangatan dari tubuhnya, jika ada wanita yang sudah bisa menghangatkan hati dan tubuhnya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja terlintas di otak Mer. Rasanya otak Mer seakan hendak meledak. Hatinya bahkan terasa sesak dengan banyaknya pertanyaan tanpa jawaban.

Mata Mer terasa panas. Dadanya langsung terasa sesak, napasnya seakan terasa tercekat. Seketika itu juga rasanya Mer ingin melompat ke jurang terdalam.

Dia ingin mengakhiri hidupnya agar tak merasa malu dengan keluarganya. Akan tetapi, wajah pak Adan seakan terlintas di pelupuk matanya, tak mungkin dia mengecewakan lelaki yang sudah memberinya kasih sayang.

Lelaki yang rela tak menikah lagi, hanya untuk membahagiakan kedua anaknya. Lelaki yang selalu menjaga dirinya selama ini.

Air matanya tiba-tiba saja meleleh. Mer tak sanggup lagi melihat kemesraan antara suaminya dengan istri pertamanya. Apa lagi saat istri pertamanya Adi yang terlihat mengecupi pipi Adi beberapa kali, hal itu membuat Mer merasa muak.

"Oh ya ampun! Kenapa mereka harus pergi ke tempat umum jika mau bermesraan seperti itu?" rutuk Mer.

Mer buru-buru menyusut air matanya. Dia berusaha untuk menguatkan dirinya, Mer tak boleh lemah. Beberapa kali, Mer mensugesti dirinya sendiri. Memberikan semangat pada dirinya, agar lebih kuat dalam menghadapi kenyataan pahit yang terlintas di depan matanya.

"Gue kuat, gue bisa ngadepin ini semua." Mer berusaha untuk menguatkan hatinya.

Mer tak memedulikan lagi perutnya yang terasa keroncongan, Mer segera pergi dari sana. Dia tak mungkin tetap tinggal dan terus menyaksikan hal yang bisa membuat hatinya lebih sakit lagi.

Mer berjalan menjauh dari sana, sesekali dia akan mengedarkan pandangannya seraya menyusut air matanya. Tidak lama kemudian dia tersenyum dan berkata.

"Di depan ada swalayan ternyata, gue beli roti aja deh buat ganjel perut," ucap Mer lirih.

Langkahnya dia percepat, lalu masuk ke dalam swalayan tersebut. Mer memilih beberapa camilan dan juga minuman. Tak lupa, dia juga membeli roti tawar dan selai coklat kesukaannya.

Mer terlihat asik mengambil ciki dan memasukannya ke dalam keranjang, tanpa peduli sekitarnya. Dia hanya ingin secepatnya membeli makanan untuk mengganjal perutnya, lalu segera pergi dari sana.

Mer berjalan ke sana-kemari dengan hanya memperhatikan makanan incarannya saja. Hingga tanpa sadar Mer berhenti karena dia melihat makanan kesukaannya ada di depan matanya.

"Aww!" terdengar suara pekikan anak kecil dari arah belakang tubuh Mer.

Mer segera membalikan tubuhnya, dia melihat seorang anak kecil yang jatuh terduduk. Dia juga sedang mengelus-ngelus bokongnya yang terasa sakit, Mer merasa bersalah dibuatnya.

"Sorry, Sayang. Aunty ngga sengaja," ucap Mer seraya membantu anak kecil itu untuk bangun.

Dia mengulurkan tangannya, anak perempuan itu terlihat enggan untuk menyambut uluran tangan Mer. Akan tetapi, tetap dia menerima uluran tangan Mer dengan wajah cemberut.

"Maaf ya, Sayang. Aunty benar-benar ngga sengaja," ucap sesal Mer.

"Hem, lain kali Aunty ngga boleh berjalan cepat lalu berhenti mendadak. Aku tuh suka sebel sama orang gede, kalau jalan suka ngasal. Kadang kalau jalan suka sambil ngelamun juga," kata anak itu polos.

Mer tertawa renyah mendengar penuturan anak kecil berjenis kelamin wanita itu, baru kali ini dia merasa lucu mendengarkan anak kecil yang sedang menggerutu.

"Memangnya semua orang dewasa suka melamun atau suka berjalan dengan asal?" tanya Mer.

"Hem, Bunda juga sering melamun. Dia sering ditinggal ayah, tiap hari sering bengong," jawab polos anak kecil itu.

"Bunda kamu mana, Sayang?" tanya Mer yang seakan lupa dengan wajah anak itu.

"Di luar sama ayah, aku cuma mau beli minum aja sama ciki yang itu, tapi susah." Anak itu menunjuk jajanan yang berada di rak atas.

Anak itu menatap ciki itu dengan wajah yang terlihat menggemaskan, cemberut dengan bibir yang mengerucut. Berbeda dengan Mer yang malah mengedarkan pandangannya, dia melihat ke arah luar. Di sana ada Adi dan juga istrinya, untuk sejenak dia terdiam.

Mer mengingat-ingat Adi yang tadi duduk di bangku sambil menyuapi istrinya, lalu Mer memandang anak kecil yang ada di depannya.

"Ya Tuhan, anak kecil ini yang tadi bersama--"

Ucapan Mer terhenti, dia seakan tak sanggup untuk melanjutkan ucapannya. Apalagi saat melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Adi, rasanya dia tak sanggup berlama-lama dengannya.

Tangan Mer dengan cepat mengambil ciki yang tadi anak itu tunjuk, kemudian memberikannya kepada anak itu dengan cepat.

"Ini, Sayang. Aunty bantu ambilkan," kata Mer.

"Terima kasih, Aunty. Bisa tolong ambilkan minumannya sekalian, ada di rak paling atas. Aku kesusahan ngambilnya," pintanya dengan nada bicara yang sangat menggemaskan.

Mau tak mau, Mer pun mengangguk.

"Boleh, yang mana, Sayang?"

Anak kecil itu langsung menunjukan minuman yang dia inginkan, Mer dengan cepat membuka show chase dan mengambilkannya.

"Ini, Sayang," ujar Mer seraya memberikan minuman yang diinginkan oleh anak kecil itu.

"Meira, Sayang. Sudah beli ciki sama minumnya?"

Deg!

Jantung Mer berdetak dengan sangat kencang kala dia mendengar suara lembut yang selalu mampu membuat hatinya berdebar, suara pria yang membuat dirinya merasakan cinta dan juga kebencian dalam waktu yang sama.

'Apakah itu benar-benar suara mas Adi?' tanya Mer dalam hati.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Karir Nya Sukses
mnh klanjutany
goodnovel comment avatar
Airin Chan
kenpa gak bisa dibuka bab nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status