Share

5. Membuntuti

Setelah berpamitan kepada Mer, Adi segera membawa barang-barangnya dan memasukannya ke dalam bagasi mobilnya. Dia melakukan hal itu dengan tergesa, seperti orang yang sedang dikejar waktu.

Mer sempat bertanya-tanya di dalam hatinya, apa saja yang suaminya bawa? Kenapa barang bawaannya terlihat begitu banyak? Kenapa tingkah Adi seperti orang yang satu tahun tidak pulang ke kampung halamannya?

Ah! Mer seakan lupa, tentu saja banyak yang akan dia bawa. Karena dia punya anak dan istri yang mengharapkan oleh-oleh darinya, Adi pasti membawa banyak pesanan untuk anak dan juga istrinya.

Mer menjadi penasaran, apakah anak Adi dari istri pertamanya sudah besar atau masih kecil. Karena usia Adi ini memang sangatlah matang, seharusnya Mer tidak langsung percaya begitu saja kepada pria itu. Seharusnya Mer mencari terlebih dahulu asal usul pria tersebut.

Namun, karena mulut Adi yang begitu manis, Mer sampai tidak bisa berpikir dengan jernih. Sungguh dia merasa percaya jika Adi adalah pria yang begitu baik.

"Kamu adalah manusia yang paling kejam, Mas! Tega sekali kamu melakukan hal ini kepadaku, apakah kamu tidak berpikir bagaimana rasa sakitnya hatiku ini?" tanya Mer seraya menatap tubuh suaminya dengan tatapan penuh kekesalan.

Selama Adi berbenah, dia tidak mengganggu pria itu sama sekali. Justru dengan cepat Mer memesan taxi online, saat taksinya sudah datang, Mer sengaja pergi lewat pintu belakang.

Mer melakukan hal itu agar tak ketahuan oleh Adi. Sebelum pergi, Mer hanya berpesan kepada Asisten rumah tangganya, jika dia akan pergi ke rumah bapaknya.

Akan tetapi, Mer juga berpesan. Jika Adi bertanya Mer pergi ke mana, Mer berpesan agar bibi, mengatakan jika dia ada di rumah. Bibi seakan mengerti, jika pasangan pengantin baru itu sedang ada dala masalah yang harus diselesaikan. Bibi dengan cepat mengangguk patuh.

"Iya, Nyonya." Hanya jawaban itu yang Mer dengar dari bibir bibi dengan raut wajah takut dan iba.

Setelah berpamitan kepada bibi, Mer langsung masuk ke dalam taksi. Dia terdiam seraya memerhatikan suaminya yang sedang memasukkan beberapa barang lagi ke dalam mobilnya.

Pria itu sangat sibuk sekali, bahkan dia tidak menolehkan wajahnya ke kiri ataupun ke kanan. Dia begitu fokus dalam pekerjaannya, dia bahkan tidak curiga kalau Mer sedang memerhatikan dirinya.

"Sepertinya kamu begitu merindukan anak istri kamu, Mas. Sampai-sampai kamu tidak ingat apa pun lagi selain ingin cepat pulang," ujar Mer lirih.

Setelah dirasa selesai, Adi langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukan mobilnya menuju tempat tujuannya. Mer langsung meminta sopir taxi online tersebut untuk mengikuti suaminya ke mana pun dia pergi.

Beruntung sopir taxi online itu mau mengikuti keinginan Mer. Sepanjang perjalanan, Mer memerhatikan mobil yang dikendarai oleh suaminya.

Mobil itu seakan tak berhenti-berhenti, Mer jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, sejauh apa perjalanan yang aka dia lalui.

"Kenapa sangat lama? Dia aman sih kampung istri dari mas Adi?" tanya Mer dengan kesal.

Karena perjalanannya terasa sangat lama dan sangat melelahkan, Mer bahkan sampai tertidur di dalam mobil tersebut.

Ketika Mer terbangun, pak sopir sedang memelankan laju mobilnya. Mer melihat jika mobil suaminya masuk ke dalam rumah mewah yang tak jauh dari mobil taxi yang dia tempati.

Mer juga bisa melihat, setelah suaminya keluar dari dalam mobilnya, ada seorang perempuan cantik dan juga seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan langsung menghampiri suaminya.

Anak itu terlihat sangat rindu kepada Adi. Dia langsung memeluk Adi dan menghujani wajah Adi dengan kecupan. Begitu juga dengan wanita tersebut, dia langsung memeluk Adi dan mencium Adi dengan mesra.

Hati Mer terasa sakit. Tanpa terasa, air mata pun langsung membanjiri wajah Mer. Mer menangis tersedu-sedu, di dalam taxi tersebut. Pak Sopir pun sampai kebingungan, dia tak tahu harus berbuat apa.

"Kamu tega, Mas. Kamu sangat tega, jika sudah mempunyai keluarga yang utuh, kenapa kamu datang kepadaku dan memintaku untuk menjadi istrimu?" tanya Mer dengan bibir yang tiada henti-hentinya menggerutu.

Melihat air mata yang membasahi kedua pipinya, sopir taksi tersebut langsung mengambil tisu dan memberikannya kepada Mer. Mer segera mengambilnya dan menyusut air matanya dengan kasar. Kecewa, sakit hati dan benci bercampur aduk menjadi satu.

"Terima kasih, Pak." Mer berucap dengan tulus.

"Sama-sama, Neng." Sopir taksi itu terlihat iba. Namun, dia tak tahu harus bagaimana.

Mer masih terdiam, dia begitu betah melihat suaminya itu. Tak lama kemudian, suaminya masuk ke dalam rumah tersebut bersama anak dan istri pertamanya.

Mer bingung harus bagaimana saat ini, dia tak tahu harus mengadu kepada siapa. Dia tak tahu harus pergi ke mana.

"Aku harus pergi ke mana saat ini?" tanya Mer dengan sedih.

Mer melihat jam yang melingkar di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, Mer bingung harus pergi ke mana. Ini adalah pertama kalinya Mer datang ke tempat terpencil tapi begitu asri. Mer lalu melihat ke arah sopir taksi tersebut dan bertanya kepadanya.

"Pak, apa di sini ada penginapan?" tanya Mer.

Pak sopir bukan orang yang berasal dari kampung tersebut, tentu saja dia tidak tahu apakah di sana ada penginapan atau tidak. Namun, karena dia begitu peduli akhirnya pak sopir berkata.

"Ngga tahu, Neng. Saya coba tanya warga dulu," ucap Pak sopir.

Pak sopir terlihat turun dari mobil taksi tersebut. Kemudian, dia pun bertanya kepada warga sekitar tentang penginapan yang dipertanyakan oleh Mer, siapa tahu saja di dekat sana ada penginapan yang bisa disinggahi oleh Mer.

Tak lama kemudian, sopir taksi itu kembali. Dia langsung memberitahukan kepada Mer jika tak jauh dari sana ada kostan putri.

"Ke sana saja, Pak. Yang penting saya bisa istirahat," ucap Mer memutuskan.

Sopir taksi itu pun menurut. Dia melajukan mobilnya menuju kost-kostan yang sudah ditunjukkan warga setempat. Hanya butuh waktu 5 menit saja, Mer sudah sampai di tempat kostan putri tersebut.

"Terima kasih, Pak." Mer lalu menyerahkan ongkos selama perjalanan kepada sopir taxi tersebut.

Tentunya Mer mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk pergi membuntuti Adi, karena jarak dari kota ke kampung tersebut lumayan jauh.

"Sama-sama, Neng." Sopir taxi tersebut lalu turun dan membukakan pintu untuk Mer.

Mer turun untuk mencari kamar kost yang masih kosong. Tak lama kemudian, taksi yang Mer tumpangi pun melesat jauh. Mer lalu menghampiri seorang security yang berjaga di depan gerbang kos-kosan putri tersebut.

"Selamat sore, Pak. Apa masih ada kamar yang kosong?" tanya Mer dengan sopan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status