Waktu menunjukkan pukul 8 pagi saat Briyan meninggalkan kediaman Wijaya menuju bandara. Sebelum pergi, Briyan mengembalikan ponsel Alena yang dia ambil satu bulan yang lalu.Ting-nong ting-nong, suara dering ponsel.Alena bangkit dari tempat tidur, melangkah menuju meja rias untuk meraih ponselnya."Wil," ucap Alena sambil membaca nama yang muncul di sana.[Alena, kenapa ponselmu tidak dapat dihubungi? Kamu baik-baik saja kan? Aku sangat mengkhawatirkan kamu Alena!] Isi pesan yang masuk di ponsel Alena.Dengan sigap Alena membalas, [iya Wil, aku baik-baik saja. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir.] Balas Alena.Setelah Alena mengirimkan pesan itu, tidak ada balasan dari Wil. Justru pesan Briyan yang masuk ke ponselnya.Pria tampan itu meminta Alena untuk menyiapkan dua kamar untuk Tante dan sepupunya.Tanpa membalas pesan dari Briyan, Alena segera membersihkan kamar dengan bantuan pelayan. Bukan hanya itu saja, Alena juga menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan Tante Briyan."Bi,
Keduanya larut dalam keheningan, berpisah selama 3 tahun membuat mereka saling melepaskan rindu.Bahkan Alena sampai tidak sadar, kalau pengait bra miliknya sudah terlepas."Wil..." Panggil Alena dengan nada mendesah.Gairahnya mulai memuncak saat Wil menikmati kedua gunung kembarnya."Iya Alena." Sahut Wil.Wil melumat bibir Alena dengan lembut, jari tangannya mulai bergerak liar di bagian pangkal paha Alena."Alena, aku sangat mencintaimu." Bisik Wil dengan lembut di telinga Alena."Aku juga mencintaimu Wil, aku sangat mencintaimu." Balas Alena. Tentu dia sangat mencintai Wil, karena Wil pria yang baik dan lembut."Jika kamu benar-benar mencintaiku! Izinkan aku untuk memilikimu seutuhnya." Alena membuka mata, ditatapnya mata Wil dengan lembut sambil mengangguk. Seketika dia melupakan statusnya yang sudah menikah dengan Briyan.Sementara Wil, sudah membuka celana jeans Alena. Kini hanya tersisa benda berbentuk segi tiga, yang menutupi milik berharga Alena. "Stop...." Ucap Alena tib
Setelah menyiapkan kepiting saus tiram ke atas piring! Alena bergegas dari dapur menuju meja makan.Alena tiba-tiba menghentikan langkah kakinya, seluruh tubuhnya gemetar, matanya membulat melihat pria yang duduk di samping Renata."Ada apa Alena?" tanya Renata. Briyan dan Jason refleks memutar kepala ke arah Alena. Dug, jantung Jason berdegup kencang. Tadi dia berpikir kalau hanya nama kekasihnya yang sama dengan nama istri kakak sepupunya. Tetapi ternyata, orangnya juga sama."Tidak apa-apa tante." Jawab Alena.Alena berusaha menenangkan perasaannya, ditariknya napas dalam-dalam lalu melanjutkan langkah kakinya menuju meja makan."Kenalkan Alena, ini Jason Wil. Putra satu-satunya tante," ucap Renata setelah Alena duduk di kursi.Alena menyodorkan tangannya kepada Jason, dia bersikap seolah-olah tidak mengenal pria tampan itu. Begitu juga dengan Jason, dia berusaha meredam kekesalannya dan terlihat biasa saja."Alena," ucap Alena untuk memperkenalkan dirinya."Jason Wil." Balas pri
Satu Minggu telah berlalu, selama satu Minggu ini Alena bekerja layaknya pembantu. Dia membersihkan rumah, mencuci pakaian, merapikan setiap kamar. Hal itu membuat Briyan sedikit bingung."Apa kamu mengharapkan gaji sama seperti para pelayan?" tanya Briyan. Saat ini keduanya sedang berada di kamar.Alena yang duduk di sofa, menegakkan kepala untuk melihat Briyan. "Tidak," ucapnya dengan singkat."Terus?" desak Briyan.Alena menarik napas sebelum membuka mulut, "Aku akan melakukan apapun, bahkan aku rela seumur hidupku menjadi pelayan di rumah ini, demi menebus kesalahan yang diperbuat oleh ayahku." Briyan refleks memutar kepala menghadap Alena, "Apa kamu sudah mengetahuinya? Siapa yang memberitahumu?""Siapa yang memberitahuku! Itu tidak penting. Yang pastinya, aku sudah tahu alasan kamu menikahi aku dan menyiksaku. Itu semua hanya untuk balas dendam atas apa yang terjadi kepada kedua orang tuamu."Alena berbicara dengan wajah serius, bahkan matanya tidak berkedip menatap mata indah
Sementara Alena masih tetap di sana, duduk termenung sambil memikirkan apa yang dikatakan Rati kepadanya.Alena bangkit dari tempatnya, lalu masuk ke dalam rumah. Dia membersihkan tubuh ke dalam kamar mandi dan segera meninggalkan kediaman Wijaya."Pak, kita ke rumah sakit jiwa ya?" ucap Alena setelah masuk ke dalam taksi."Baik Bu." Mobil yang membawa Alena melaju membelah jalan ibu kota, menuju rumah sakit jiwa. Wanita cantik itu ingin tahu, apa Wil dan Bram memiliki hubungan atau tidak.Terus, kenapa Briyan menyembunyikannya? Kecurigaan mulai muncul dalam hati Alena.Setibanya di rumah sakit, Alena bergegas menuju meja informasi. Awalnya pihak rumah sakit tidak mengizinkan Alena untuk bertemu dengan Bram. Tetapi, setelah Alena mengatakan kalau dia adalah putri Bram! Akhirnya dia diizinkan.Alena diantar oleh petugas rumah sakit menuju ruangan Bram. Pria paruh baya itu tidak bergabung dengan yang lain, melainkan dia hanya tinggal sendiri di dalam kamarnya.Dari pintu, Alena sudah m
"Aw!” jerit Alena yang masih mengenakan gaun pengantin di tubuhnya.Perempuan itu tidak mengerti mengapa Briyan tiba-tiba mendorong tubuh mungilnya dengan kasar, hingga terjatuh di atas tempat tidur.Pria yang baru saja dinikahinya itu bahkan menatapnya dengan dingin, seakan Alena adalah sampah. “Cepat buka pakaianmu,” ucap Briyan dengan nada yang tinggi.“Ta–tapi, tuan,” ucap Alena bingung. Rasanya, dia belum sanggup untuk memanggil Briyan mas, papah, atau sayang–seperti suami-istri kebanyakan.“Tapi, apa?” bentak pria itu, “Bukankah kita sudah menikah?” Wanita cantik yang baru berusia 20 tahun itu meringkuk di atas tempat tidur. Sungguh, ia takut dengan sikap kasar suaminya. Ingin sekali, Alena kabur dari pernikahan ini bila tidak mengingat Herdanto, sang ayah sudah menandatangani sebuah surat kesepakatan–yang dapat memenjarakan pria tua itu jika menolak. Herdanto bukanlah pria tamak yang tergoda dengan surat warisan Keluarga Wijay. Meski mereka pemilik perusahaan multinasional
Tok....tok...tok!Waktu telah menunjukkan pukul 12 malam, tetapi Alena belum bisa tidur. Jadi, dia duduk di tempat tidurnya dengan waspada–meski tanpa suara.“Permisi nyonya,” ucap pelayan Rati seiring dengan ketukan pintu. Wanita paruh baya itu melangkah, menghampiri Alena sambil membawa paper bag di tangannya. “Tuan meminta nyonya untuk mengenakan pakaian ini,” ucapnya sambil menaruh paper bag di hadapan Alena.“Hm…....” sahut Alena bersama anggukan kepala. Melihat respon sang majikan, Rati menunduk sopan. “Kalau begitu, aku permisi dulu, nyonya.” Sebelum menutup pintu, ia terlebih dahulu melihat Alena sekilas. Rati merasa kasihan kepada Alena, ia tahu kalau malam ini Briyan pasti menyiksanya lagi.Dan benar saja, baru 10 menit Rati meninggalkan kamar, tiba-tiba, pintu terbuka. Briyan kembali muncul di bibir pintu.“Apa pelayan tidak menyampaikan pesan dariku?” tanya Briyan sambil melangkah dari pintu menuju ranjang. Ia bertanya seperti itu sebab Alena belum mengenakan pakaian
Permisi nyonya, tuan memaksa anda untuk turun,” ucap Asep dengan hormat.“Tapi pak–” Alena tidak melanjutkan kata-katanya karena melihat Briyan tiba-tiba muncul di belakang Asep.“Apa kamu sudah lupa dengan janjimu?” ucap Briyan dinginAlena pun bergegas bangkit dari tempat tidur. Ia mengikuti langkah Briyan dan Asep menuju meja makan. Setibanya di meja makan, Zeira menarik satu kursi yang berjarak 5 kursi dari Briyan.Keduanya menikmati makanan yang ada di depannya masing-masing tanpa berbicara. Hanya suara dentingan sendok yang memenuhi ruangan yang cukup luas itu, hingga mereka selesai sarapan.Setelah selesai sarapan, Briyan terlebih dahulu meninggalkan meja makan bersama Asep. Kedua pria itu melangkah meninggalkan kediaman Wijaya menuju kantor Perkasa Grup. Sedangkan Alena, kembali ke kamar didampingi dua orang pelayan, termasuk Siti yang menjadi pelayan kepercayaan keluarga Wijaya sejak dulu.“Apa nyonya butuh sesuatu?” tanya Siti. Saat ini, mereka sudah berada di dalam kamar.A