Nadia berjalan dengan langkah lebar menuju ruang laboratorium. Sesampainya di sana Nadia langsung bertanya pada suster penjaga. "Sus coba cari tau siapa yang memeriksa sampel darah Uuna Mikhayla dan siapa saja yang melakukan tes kehamilan pada saat itu!" Dokter Nadia menyerahkan salinan hasil tes kepada suster dan memintanya untuk segera mengabarinya jika sudah mendapatkan apa yang dia mau.
Sementara di Apartemen milik Darren Hayes. Dokter terapis yang biasa menangani Darren ketika penyakitnya kambuh, sedang merasa kalut dikarenakan penyakit pasiennya yang tiba-tiba kambuh. Padahal selama ini Darren tidak pernah bertemu dengan wanita manapun terkecuali ketika ia berkunjung ke Mansion ibunya, itu pun ketiak sudah dilakukan pensterilan sebelumnya.
Huek huek huek, Darren memuntahkan semua makan yang di makannya sepanjang hari ini. Wajahnya sudah sangat pucat pasi. Darren keluar dari kamarnya dan membuang apapun yang ada di sana. Huek huek huek, Darren terus memuntahkan apapun yang ada di perutnya hingga hanya cairan kuning yang sangat pahit yang tersisa.
"Dasar penyakit terkutuk, kau begitu menyiksaku. Sebegitu burukkah diriku sehingga tidak berhak untuk bahagia." teriaknya menggelegar di seluruh penjuru apartemennya.
"Tuan, kumohon tenanglah!" pinta asistennya yang selama ini sudah mendampinginya semasih ia muda.
"Aarrgghh…! Pergi kalian, pergi!"
"Tuan Darren, saya mohon tenang lah, coba Anda bayangkan sesuatu yang indah!" ucap dokter Faisal yang masih berusaha menenangkan. "Coba, Anda hirup napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan. Cobalah bayangkan sesuatu yang Anda sukai." Dokter Faisal tahu selama ini tidak ada sesuatu apapun yang disukai pasiennya itu, namun dia tetap mencobanya.
Darren berusaha melakukan apa yang dikatakan oleh dokternya. Dia memejamkan matanya sambil terus menghirup dan mengeluarkan napasnya secara perlahan.
Di dalam ingatan Darren, kembali terlintas bola mata coklat kehitaman yang seolah kembali menariknya ke dasar paling dalam. Mengingat itu, ia teringat akan sosok yang ia temui di rumah sakit. Karena bola mata yang menenangkan itu adalah milik seorang gadis yang menatapnya dengan binar yang sangat indah.
Darren mulai merasa tenang akhirnya memejamkan matanya dan tak lama ia pun terlelap, dan menjauh ke alam mimpi.
Melihat Darren yang sudah tertidur, dokter Faisal memasangkan selang infus di punggung tangannya. Sudah dua hari ini Darren mengalami mual dan muntah yang berlebihan, anehnya hanya dirasakan di pagi hari saja.
**
Keesokan harinya
Darren membuka matanya dengan sangat perlahan, Ia berusaha mengingat apa yang terjadi dengan dirinya. Ketika ia sudah mengingatnya, ia menekan tombol dimana akan segera datang seseorang ke dalam kamarnya.
"Siapa gadis itu sebenarnya, mengapa ia sering muncul disaat aku membutuhkan ketenangan. Dia juga hadir di saat aku akan mengeluarkan benih untuk ditanam di rahim wanita yang bahkan aku tidak tahu identitasnya," monolog Darren kembali harus merasakan kecewa karena benih itu tidak tumbuh dengan baik.
Keluarga Ibrahim Hayes memang sudah menerima kabar dari dokter Nadia bahwa benih yang ditanam oleh Darren gagal. Nadia juga berencana akan melakukan pemeriksaan kembali terhadap dirinya dan wanita itu. Namun, sayangnya Nadia sampai hari ini belum juga mengatur jadwal ulang untuk pemeriksaan lanjutan terhadap dirinya. Darren sendiri tidak tahu apa alasan Nadia menunda begitu lama, padahal kakeknya sudah sangat ingin menimang buyutnya.
Seorang pria berpakaian serba hitam datang ke arah Darren dan sedikit membungkuk di hadapan pria itu.
"Apa tugas saya, Tuan?" tanya pria itu yang sudah hafal jika tuanya sudah memanggil dirinya maka pasti ada yang sangat penting yang diinginkan oleh tuanya.
"Kamu cari wanita yang menabrakku di rumah sakit beberapa Minggu yang lalu. Dan jangan beritahu siapapun aku mencari wanita itu," ucapnya tanpa memandang wajah pria yang berdiri di sampingnya.
Pria itu sedikit mengernyitkan dahi mendengar tuanya meminta yang menurutnya sangat diluar nalar, "Baik, Tuan. Saya akan cari segera informasinya," ucap pria itu dengan kata-kata tegas dan datar, tanpa gelombang sedikitpun.
Setelah kepergian pria itu Darren kembali membayangkan mata wanita yang Darren sendiri belum tahu siapa nama wanita itu.
"Jika aku bertemu denganmu, apa aku akan berhenti muntah-muntah seperti saat ini?" tanyanya tanpa tahu siapa yang akan menjawab semua pertanyaan karena di ruangan itu tidak ada siapapun selain dirinya.
Darren terus mengingat dan mengingat bayangan wanita yang sering hadir di benaknya belakangan ini, padahal bisanya hanya dengan membayangkan sosok wanita saja sudah membuatnya mual. Tapi kali ini terasa berbeda, wanita itu seperti memiliki magis tersendiri bagi Darren.
***
Di suatu tempat yang lumayan jauh.
Uuna begitu tercengang melihat hasil garis dua yang ia lakukan pagi ini karena tubuhnya terasa sangat aneh, seperti mual di pagi hari dan lapar di tengah malam dengan porsi yang begitu besar. Uuna bukan gadis bodoh yang tidak tahu apapun, apalagi ia tahu dirinya telah menjalani inseminasi buatan yang mungkin saja benih itu tumbuh di rahimnya walaupun sempat dinyatakan gagal.
"Apa yang harus aku lakukan, jika masyarakat tahu aku hamil di luar nikah? pasti nama almarhum Ayah akan tercoreng. Apalagi ibu baru saja pergi. Aku harus bagaimana ...?" tanya Uuna lirih sambil terus menatap benda pipih bergaris dua itu.
"Aku harus segera ke kota dan menemui dokter Nadia, bagaimana nasib anak ini jika harus hidup denganku, sementara aku tidak memiliki pekerjaan," ujarnya sambil terus menatap nanar benda pipih bergaris dua.
Uuna segera melipat kecil dan menggunting pembungkus dari alat tes kehamilan dengan sangat hati-hati dan membuangnya ke dalam toilet lalu menyiramnya dengan banyak air. Uuna berharap kehamilannya tidak akan diketahui oleh warga sekitar sehingga dapat membuat nama kedua orangtuanya malu di alam sana. Setelah melakukan itu Uuna memutuskan untuk menemui bibinya.
Uuna langsung menuju dapur dan dia melihat Bibi Ai sedang memasak sesuatu, tapi Uuna yang sudah mencium bau goreng bawang yang sangat menyengat membuatnya urung untuk menemui bibinya. Uuna memilih untuk berlari kecil kembali ke kamarnya dan mengambil minyak batang putih lalu menggosoknya di hidung sebanyak mungkin.
"Aku tidak bisa terus seperti ini, Anakku akan kekurangan gizi kalau aku selalu menolak asupan di pagi hari. Aku juga harus ke klinik dan meminta resep Vitamin untuk ibu hamil." Uuna terus membalurkan minyak batang putih itu keseluruhan tubuhnya.
Uuna terus mondar-mandir di dalam kamarnya untuk memikirkan langkah selanjutnya yang harus ia ambil. Uuna dan bibinya tidak bisa pergi ke kota dalam waktu seminggu ini karena Una akan menunggu 40 hari mendiang almarhum ibunya, setelah itu baru ia akan kembali ke kota dan menemui dokter Nadia.
Namun, Uuna harus memikirkan bagaimana dua minggu ini dia bisa melalui hari-harinya dan menahan mual di perut agar tidak dicurigai oleh para tetangganya.
Di sebuah rumah sakit Dokter Nadia berlari kencang ke arah mobilnya terparkir dengan map yang ia pegang. Nadia tidak memperdulikan banyak pasang mata yang melihat karena wajah cantiknya yang terlihat begitu bersinar di tengah kepanikan. Didalam map itu menunjukkan hasi leb yang positif atas nama Darren Hayes. Selebihnya tidak ada informasi apapun lagi karena itu memang sudah sesuai dengan perjanjian yang mereka sepakati sebelumnya. Pagi ini Nadia mendapatkan informasi mengenai kegagalan inseminasi yang ia lakukan terhadap Uuna. Ternyata sampel darah milik Uuna Mikhayla tertukar dengan pasien lainnya yang juga tengah menjalankan tes darah untuk kehamilannya. Saat Nadia mengetahui ternyata Uuna positif hamil, dia begitu bahagia dengan apa yang dibaca dan dia dengar langsung dari hasil lab yang tertukar beberapa minggu lalu. Sangking senangnya, Nadia bergegas menuju kediaman Ibrahim Hayes untuk mengatakan langsung kabar gembira ini tanpa memberitahu Uuna t
Una menitipkan rumahnya kepada salah satu tetangga yang sudah begitu baik kepada dirinya dan almarhum ibunya. Uuna meminta agar rumah itu dikontrakan atau ditempati oleh tetangganya agar rumah mendiang orang tuanya bisa terawat dengan baik. Sesampainya di kota, Una dan bibinya tiba di kost tempat Uuna selama ini tinggal. Pagi itu hari masih terlalu pagi bahkan matahari seolah enggan untuk memperlihatkan sinarnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 05:20. Sepertinya cuaca mendung yang menjadi penyebab utama matahari enggan untuk memancarkan sinar seterang mungkin. Kamar kost Uuna tidak begitu luas, tapi cukup untuk ditinggali oleh dua orang jika digunakan hanya untuk tidur saja. Pagi itu setelah membersihkan dan membereskan barang-barangnya Una dan bibi terlelap begitu nyenyak karena kelelahan. Bahkan tubuh Uuna begitu lemah walaupun hanya digerakkan saja. Bibi Ai yang terbangun lebih dulu merasa kasihan melihat wajah Uuna yang kelelahan bahkan terlihat puc
"Aku tidak tahu, Lun. Ini semua karena aku membutuhkan biaya untuk operasi ibuku," ucap Uuna dan mulai menceritakan seluruh kejadian yang membuatnya hamil.Luna percaya seluruh cerita dari sahabatnya adalah kebenaran karena Luna tahu, Uuna gadis baik yang tidak dekat dengan siapapun selama ini selain dirinya dan mantan kekasih Uuna tentunya."Jika seperti itu, kamu dan bibi tinggal saja di apartemenku agar tidak ada yang menggunjingmu, Uuna." pinta Luna pada sahabatnya.Bibi mengeluarkan sebotol minuman lemon agar mual di perut Uuna berkurang dan keponakannya bisa makan roti dengan lahap."Luna benar, Uuna. Di apartemen kebanyakan pemiliknya tidak pernah usil dengan urusan orang lain. Yah, walaupun yang kamu lakukan tetep tidak baik di mata hukum dan agama. Tapi demi kenyamanan, kita harus tinggal di sana, paling tidak sampai kamu melahirkan. Bibi akan bekerja dengan giat agar keponakan dan cucu bibi tidak kekurangan." ucap bibi mulai membuka bungkusan ro
Uuna yang sudah di cekal pergelangan tangannya merasa bingung. Uuna tahu kesalahannya sudah telat mengantar kue ke hotel. Tapi, pria berwajah dingin itu begitu mengerikan, yang menatapnya seolah dirinya seorang kriminal.Uuna ditarik paksa oleh pria berjas itu keluar dari ruang rapat. Sementara pegawai tokonya digiring ke arah yang berbeda.Sementara di dalam ruang rapat, pemimpin rapat itu yang bernama Darren Hayes tersenyum dengan sangat indah sehingga membuat para tamu undangan bergidik ngeri melihat senyum yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.Darren membisikkan sesuatu pada asistennya, setelah itu ia pergi meninggalkan ruangan rapat ke tempat dimana Uuna berada.Pria itu dikawal oleh beberapa orang saat berjalan menuju ke ruangannya dengan langkah selebar mungkin."Tunggulah di sini. Aku akan menghubungi kalian jika aku membutuhkan sesuatu." pinta Darren tanpa melepaskan pandangannya ke arah pintu yang masih tertutup rapat.Para pe
Ada rasa lembut sekaligus dingin yang dirasakan Darren ketika ujung jarinya menyentuh bibir tipis Uuna hingga membuat pria itu terpental ke belakang ketika merasakan jantungnya hampir mau lepas pada saat yang bersamaan. Tubuh Daren bahkan hampir saja membentur ujung meja jika dirinya tidak bisa mengendalikan keadaan. "Hah … hah … hah …." Napas Darren terengah-engah karena kaget merasakan apa yang dia baru rasanya. "Kenapa seperti tersengat listrik? Tapi dia dingin, tidak panas, tapi juga lembut," ujarnya tidak percaya. "Dia masih, hidup, kan?" tanya Darren pada dirinya sendiri. Kepanikan mulai menguasai dirinya. Pria itu bangun dengan susah payah dengan lututnya yang lemas. Darren memang tidak memuntahkan apapun. Tapi hal ini benar-benar menguras emosional yang hampir tidak pernah dia rasakan sama sekali dalam hidupnya yang sudah sangat dewasa. Baru kali ini seorang Darren Hayes menyentuh bibir wanita dengan ujung jarinya, dan rasanya semakin membuatnya penas
"Tuan, tapi Nyonya ini harus segera diperiksa. Kasian bayi dalam kandungannya!" ujar dokter Faisal.Darren bangun dari posisinya berbaring, pria itu mulai melangkah mendekati tubuh Uuna yang masih terbaring lemah. Tanpa keraguan dan membuat dua dokter itu tercengang, Darren mengangkat tubuh Uuna dan membawanya ke dalam kamar pribadi pria itu yang ada di dalam kantornya."Pasien kita sudah sembuh hanya dengan kedatangan wanita itu," bisik dokter Mifta. Sekarang bukan hanya pasiennya yang syok, tapi juga dirinya."Kita masih harus mengujinya, Tuan Darren harus melakukan beberapa serangkaian tes untuk membuktikan bahwa beliau sudah benar-benar sembuh," timpal dokter Faisal tak kalah berbisik dengan pandangan yang selalu mengikuti langkah Darren yang saat ini sudah membaringkan tubuh Uuna dengan sangat hati-hati."Cari dokter wanita untuk memeriksa keadaan wanita ini!" pinta Darren. Pria itu merapikan selimut sampai menutup sebatas dagu.Darren m
Darren meneguk habis air mineral dan membasuh wajahnya dengan handuk basah yang diberikan oleh dokter Faisal. Setelah melihat pasiennya lebih baik, dokter Faisal melakukan apa yang diperintahkan oleh Darren. Memastikan dokter Wanita itu telah selesai memeriksa Uuna, dan membawa kembali pasiennya ke dalam. "Apa kita harus menyemprot ruangan ini?" Tanya Dokter Mifta setelah dokter wanita itu pergi dan dan memberikan resep obat untuk dikonsumsi oleh Uuna. "Tidak perlu, Tuan Darren ingin melakukan terapinya sendiri," jelas dokter Faisal sedikit ragu. "Terapi? Dengan apa? Kita tidak memiliki apapun disini, dokter Sonya sudah membuat Tuan Darren memuntahkan isi perutnya," ujaranya masih tidak habis pikir. Jelas-jelas pasien mereka masih memiliki trauma itu. Dan sampai saat ini mereka masih belum memiliki solusinya. "Tubuh Nyonya itu!" tunjuk dokter Faisal pada Uuna yang masih terbaring lemah di atas ranjang dengan selang infus yang mengg
"Ya, sepertinya begitu. Tuan Darren lebih mengerikan dengan senyum itu!" timpal dokter Faisal nyaris seperti gumam.Melihat kedua orang yang bersikap aneh, dengan mudah Uuna menerobos keluar dari pagar orang yang berdiri menghalangi pintu. Lagi pula, orang yang dibelakang tubuhnya diam saja tanpa suara.'Dan mereka sama gilanya dengan orang itu,' pikir Uuna.Uuna langsung berlari mengabaikan beberapa orang yang menatapnya penuh selidik. Sedangkan dokter Faisal dan Dokter Mifta mulai tersadar dari lamunan mereka."Tuan, anda baik-baik saja? Apa wanita itu bisa menyembuhkan Anda? Kenapa anda membiarkan wanita itu pergi begitu saja?"Semua pertanyaan itu terlontar dari bibir dokter Mifta dalam satu tarikan napas."Kita akan mendapatkannya, tapi dengan cara yang terhormat dan atas kemauannya sendiri," jelas Darren masih dengan senyum aneh di bibirnya.Senyum itu sebenarnya sangat menawan, tapi karena Darren Hayes hampir tidak