Home / Young Adult / Janji Amanda / 68. Aku Kangen Kamu, Al

Share

68. Aku Kangen Kamu, Al

last update Huling Na-update: 2025-05-06 19:45:33

Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.

Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.

Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.

Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.

Langit? Bisa jadi.

Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Janji Amanda   71. Menjagamu

    Deburan ombak pantai kembali menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa dilihat Alvan dan Amanda sore ini. Sudah seminggu yang lalu Alvan keluar dari rumah sakit dan baru hari ini mereka bisa keluar berdua. Karena Alvan masih harus banyak istirahat, Amanda tidak berani ngajak-ngajak keluar.Selain itu kalau Amanda buru-buru ngajak Alvan pergi, pasti tuh cowok langsung mikir yang tidak-tidak karena sebenarnya Amanda memang sengaja menunggu Alvan sampai sembuh.Suasana sore hari di pantai yang tidak pernah berubah. Angin bertiup dengan kencangnya dan matahari semakin meredup karena hari sudah mulai sore.Belakangan ini angin memang sedang semangat-semangatnya bertiup kencang, seperti hari ini. Dan Amanda yang menguraikan rambut panjangnya pun kerepotan karena tiupan angin terus mengibar-ngibarkan rambutnya sampai berantakan tidak karuan.Amanda pun merogoh-rogoh saku celana sambil ngedumel sendirian dan kemudian mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak apa-apa acak-acakan yang penting tida

  • Janji Amanda   70. Kebahagiaan Amanda

    Amanda membawa Alvan ke taman rumah sakit. Di taman itu mereka bisa menikmati pemandangan yang jauh lebih menyenangkan daripada di dalam ruang ICU, banyak tanaman bunga yang sedang mekar dengan indah.Buat Alvan juga sekalian nyari hiburan setelah seminggu lebih terkurung di dalam ruang ICU yang pengap dan menakutkan itu.“Apa lo sering dateng ke sini?” tanya Alvan membuka percakapan karena sejak tadi mereka cuma diam-diaman tak jelas.“Hah?” Amanda sempat kaget dan linglung. “Kenapa emangnya lo pengen tahu?”“Ya jelas gue pengen tahu,” jawab Alvan jutek. “Kenapa emangnya kalo gue pengen tahu?” Alvan balik bertanya.Cowok itu memang paling bisa membalikkan pertanyaan dan membuat Amanda mati kutu seperti sekarang ini. “Iya. Gue sering ke sini. Kenapa emangnya?”“Mau ngapain lo sering dateng ke sini? Nyapu halaman apa bantuin tukang kebun buat motong rumput?”GRRRR ....'Nih cowok meskipun sakit begitu tetap saja berhasil membuat Amanda gondok. Sifat menyebalkannya masih tetap sama.'Da

  • Janji Amanda   69. Terima Kasih, Tuhan

    Setelah pulang sekolah, Amanda melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini yaitu mengunjungi Alvan ke rumah sakit. Seperti hari biasanya juga Amanda datang dengan membawa buah-buahan segar berupa anggur merah kesukaan Alvan. Mama Alvan sempat cerita kalau Alvan paling suka sama anggur merah dan Amanda selalu datang membawakan yang segar dengan harapan saat cowok itu bangun akan merasa senang ada makanan kesukaannya.Dengan senyuman mengembang, Amanda berjalan sambil sesekali mengintip kantong plastik putih yang dibawanya. Di dalam kantong plastik itu terdapat satu kilogram anggur merah.Amanda membuka pintu ruang ICU dengan wajah ceria, karena dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi saat mengunjungi Alvan seperti waktu pertama kali dia datang. Amanda sudah berhasil melakukannya selama beberapa hari ini.“Van, gue dateng.”Namun keceriaan Amanda sirna saat melihat ternyata ruangan itu kosong dan tempat tidurnya juga bersih tanpa ada Alvan di sana. Membuat Amanda bingung dan jug

  • Janji Amanda   68. Aku Kangen Kamu, Al

    Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.Langit? Bisa jadi.Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.

  • Janji Amanda   67. Hanya Ilusi

    Amanda melamun sendirian di kamarnya malam ini. Beberapa buku pelajaran berserakan di depannya dengan posisi terbuka. Tapi Amanda tidak minat sedikit pun untuk menyentuh buku-buku itu maupun untuk membaca tulisan-tulisan di buku itu.Dibandingkan membaca buku, Amanda lebih suka mengotak-atik ponselnya melihat-lihat foto-foto Amgga dengan Arga beberapa saat yang lalu. Dari banyaknya foto itu juga ada foto mereka bertiga. Amanda sedih melihat senyuman Alvan di foto itu setelah mengingat bahwa senyuman itu adalah yang terakhir kali dia lihat sebelum Alvan sakit. Dia sama sekali tidak menyangka hal itu akan terjadi.Amanda masih ingin melihat senyuman Alvan, masih ingin menyaksikan cowok itu bahagia, dan membuatnya merasakan kebahagiaan seperti apa yang sudah pernah Amanda janjikan saat meminta Alvan berubah waktu itu. Tapi kalau kondisinya terus seperti itu bagaimana Amanda bisa membantu Alvan mendapatkan kebahagiaannya?Karena mengotak-atik ponsel sambil melamun, Amanda tidak sadar suda

  • Janji Amanda   66. Sakit

    "Futsal?" Amanda seperti merasa tidak asing dengan kata itu. Atau setidaknya dia pernah memikirkan sesuatu tentang futsal dan berhubungan dengan Alvan.Andra mengangguk dengan senyuman tipis setengah mengenang. "Alvan sejak kecil suka sekali bermain futsal tapi dia nggak pernah bisa ikut bermain dengan teman-temannya karena kondisinya nggak memungkinkan. Sampai sekarang pun dia tetap suka memainkan bola futsal pemberian mendiang mamanya, dan Om selalu memarahinya untuk membuang atau menyimpan saja bola itu karena hanya akan membuatnya sedih. Tapi Alvan selalu marah tiap kali Om mengatakan itu."Amanda pun ingat saat dia nyamperin Alvan di lorong sekolah lantai dua. Waktu itu Amanda sempat melihat Alvan yang sedang memperhatikan anak-anak bermain futsal di halaman. Rupanya karena alasan itu. Alvan suka futsal tapi tidak bisa memainkannya. Amanda tahu bagaimana rasanya, karena dulu Amanda juga pernah membuat seseorang merasakan hal yang sama. Amanda pernah menghancurkan hidup seseorang

  • Janji Amanda   65. Kenangan Menyakitkan

    Amanda berlari menyusuri lorong sekolah sambil menangis mengingat hal mengerikan apa yang akan dia hadapi sebentar lagi. Dia benar-benar merasakan ketakutan yang sama bahkan lebih parah dari yang sebelumnya.Langkah cepat Amanda pun berhenti karena Amanda merasakan kedua kakinya benar-benar lemah dengan hanya memikirkan bagaimana keadaan Alvan. Dia tidak bisa lagi untuk berlari. Di saat seperti ini yang terpikirkan oleh Amanda Cuma bagaimana caranya dia segera sampai di rumah sakit dan bertemu Alvan. Tapi di rumah sakit mana cowok itu dirawat?Amanda berhenti berlari saat dia teringat tujuannya yang belum jelas kemana. Dengan tangan bergetar dia menelepon mama Alvan. Bahkan menunggu telepon diangkat pun Amanda tidak sabar menunggu walau pun cuma beberapa detik.Penantian Amanda pun terbayar saat seseorang menjawab telepon di ujung sana. “Halo? Tante Nayla? Alvan di rumah sakit mana?”Amanda tidak mau basa-basi menanyakan kabar. Yang dia inginkan cuma tempat tujuannya kali ini yaitu ru

  • Janji Amanda   64. Trauma

    Karena tidak melihat Alvan di sekolah hari ini, Amanda jadi terus kepikiran soal cowok itu. Dia khawatir kemungkinan Alvan sakit atau bahkan kabur lagi setelah bertengkar dengan papanya. Sikap cowok itu memang tidak bisa diduga dan kemungkinan apa pun bisa terjadi. Malam harinya Amanda berpikir akan menelepon Alvan dan menanyakan kabarnya. Seharian dia sudah menahan dirinya untuk tidak sampai mendatangi rumah Alvan karena khawatir dia datang di saat yang tidak tepat, karena itu Amanda sengaja menunggu sampai malam tiba dan menelepon saja. Demi mengetahui keadaan Alvan, Amanda membuang semua gengsinya karena menelepon cowok lebih dulu. Dalam situasi seperti ini tidak butuh gengsi-gengsian. Ketenangannya saat mengetahui cowok itu baik-baik saja jauh lebih penting daripada memikirkan tentang gengsi.“Halo?” sapa Alvan di ujung telepon. “Tumben nelepon?”“Kenapa hari ini lo nggak masuk sekolah?” Amanda tidak punya topik pembicaraan lain untuk berbasa-basi, makanya dia langsung ke inti m

  • Janji Amanda   63. Jatuh Cinta

    Mobil pribadi milik si kembar melaju di jalan raya. Bagas dan Bagus duduk di depan seperti biasa dengan sudah rapi mengenakan seragam sekolah. Sedangkan Amanda duduk di bangku belakang sambil memoles-moles wajahnya dengan bedak sambil bercermin di alas bedaknya. Selebihnya suasana dalam mobil hari ini masih sama seperti biasanya saat mereka mau berangkat sekolah, yang membuat beda cuma satu. Kalau biasanya Amanda selalu duduk sendirian di bangku belakang, kali ini dia tidak sendirian lagi. Ada Alvan di sampingnya yang tampak cuek-cuek bebek dan nggak mau tahu dengan apa yang sedang dilakukan Amanda. Dari mereka berempat, Cuma Alvan yang tidak memakai seragam sekolah. Selain itu wajah Alvan kelihatan sedikit pucat, membuat Bagas dan Bagus pun cemas. “Van, lo beneran nggak apa-apa?” tanya Bagus sambil menengok ke belakang. “Muka lo pucet gitu, deh.” Amanda menyimpan alas bedaknya dan menoleh. Sejak tadi dia juga mengkhawatirkan Alvan, tapi cowok itu tetap saja membuatnya kesal d

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status