Home / Romansa / Janji Kedua / 6. Kebingungan Ocean

Share

6. Kebingungan Ocean

Author: rainnonie
last update Huling Na-update: 2021-03-31 23:44:33

Ocean membuka pintu depan ketika mendengar deru mobil Satrio di luar. Sejak sedikit cekcok yang terjadi di antara mereka berdua tadi, suaminya itu keluar entah kemana dan baru kembali saat jam menunjukkan pukul 10. Ocean tidak menanyakan apa pun selain mengekor Satrio masuk ke kamar mereka. Sementara Satrio mandi, Ocean menyiapkan baju untuk Satrio. Dia menunggu sambil mengerjakan laporan pekerjaannya melalui ponsel.

Terlalu asyik dengan pekerjaannya, Ocean sampai tidak sadar kalau satrio sudah keluar dari kamar mandi dan selesai mengenakan pakaian yang dia siapkan.

"Ada makanan tidak?" tanya Satrio.

"Ada," jawab Ocean. "Aku panaskan dulu." Ocean meletakkan ponselnya di ranjang dan melangkah keluar terlebih dulu. Satrio mengikutinya dari belakang sambil bersiul riang.

Ocean memanaskan sop yang dibuatnya, hanya sekedar hangat supaya Satrio tidak sibuk meniupnya. Sementara menunggu sop hangat, dia menggoreng ayam dan mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi. Setelah semua beres, dia membawa makanannya ke meja makan.

Satrio makan dengan lahap, seolah itu adalah makanan enak. Semua yang Ocean masak dia makan tanpa protes dan sedikit banyak hal itu membuat hati Ocean senang. Terlepas dari apa yang sudah dia katakan pada Satrio, suaminya itu tetap ramah dan baik.

"Kamu nggak makan, Cean?"

Ocean menggeleng. "Enggak, tadi aku udah makan jam 6," jelas Ocean.

Satrio berdecak tidak suka. "Kemari," katanya. "Duduk di sebelahku," titahnya hingga Ocean paham dengan maksudnya.

Ocean bergeser dan duduk di sebelah kiri Satrio. Ocean tidak menyangka kalau dia mendapatkan suapan dari suaminya. Penolakannya tidak berarti apa pun karena Satrio benar-benar tidak mengerti arti penolakan. Ketika nasi dalam piringnya habis, Satrio minta tambah dan Ocean mengambilkannya tanpa keberatan. Kembali mereka makan berdua dengan Satrio yang terus menyuapi Ocean.

Setelah makan malam, Ocean menemani Satrio duduk di ruang tengah. Satu kaki pria itu menumpang di atas kaki yang lainnya. Matanya serius menonton film di televisi yang Ocean sendiri malas untuk menontonnya. Dia memilih untuk membaca majalah sambil menemani suaminya meski tanpa ada pembicaraan di antara mereka berdua.

"Besok pelaksanaan operasi bapak. Boleh aku menunggunya?" tanya Ocean setelah keheningan panjang di antara mereka.

"Operasi itu bisa sangat lama, ngapain kamu tungguin? Nganggur di depan OK itu nggak enak, apalagi nganggur dan cemas," terang Satrio.

Ocean membenarkan ucapan Satrio dalam hati, tetapi sebagai anak dia tidak bisa mengabaikan bapaknya, terlebih ibunya yang sudah pasti akan berada di dekat bapaknya, bagaimanapun situasi dan kondisinya.

"OK itu apa?" tanya Ocean dengan kata yang ada dalam kalimat Satrio.

Satrio melirik Ocean. "OK itu dari bahasa Belanda, singkatan dari Operatie Kamer. Kamar operasi kalau kita bilang atau bisa juga ruang operasi, senyamannya orang nyebut pokoknya sama maksud," jelas Satrio.

Ocean manggut-manggut. "Memangnya berapa banyak kata serapan dari bahasa Belanda yang sering digunakan di rumah sakit?" Ocean bertanya lagi saat Satrio memberikan jawaban dengan sabar dan cukup memuaskan rasa ingin tahunya.

"Ada banyak, tapi yang sering digunakan itu seperti tingkat kesadaran seseorang akibat suatu kondisi kesehatan yang biasa disebut koma, dalam bahasa aslinya komma. Ada lagi yang sering disebut orang yaitu besuk, yang artinya kunjungan untuk orang yang sakit, itu bahasa aslinya bezoek."

"Jadi sebenernya secara nggak sadar kebanyakan orang itu aslinya ngomong pakai bahasa Belanda, ya?" Ocean antusias.

"Ya, begitu."

Ocean melihat senyum manis Satrio. Terlihat teduh dan menyenangkan di mata Ocean. Seandainya senyum itu selalu milikku, pasti rasanya sangat menyenangkan, batinnya. Namun, Ocean tidak berharap setinggi itu mengingat pasangan yang menikah puluhan tahun saja bisa berpisah, apalagi dirinya jelas-jelas mengatakan pada Satrio untuk bercerai segera setelah bapaknya sembuh.

***

Ocean duduk sendirian di depan OK. Sudah lebih dari 3 jam dan operasi bapaknya masih berlangsung. Ibunya pulang untuk mencuci pakaian atas bujukan dari Satrio yang akhirnya disetujui oleh beliau mengingat tidak ada hal yang bisa dilakukan sementara bapaknya dalam penanganan.

"Cean." Sebuah suara menghampiri pendengarannya. Ocean membuka mata dan melihat 3 sosok di hadapannya.

Rupanya dia tertidur saat menunggu bapaknya operasi. Di hadapannya ada Satrio berdiri di antara 2 perempuan. Satu berambut legam dengan tinggi diatas rata-rata, cantik, dan berkulit cerah. Ocean mengingatnya, itulah gadis yang pernah dia lihat di bandara bertahun-tahun yang lalu.

Satrio mendekat dan duduk disampingnya. Ocean membiarkan suaminya menyibak rambut di dahinya dan memberikan segelas yoghurt dingin untuknya. Dia menerima pemberian Satrio dan memimumnya pelan-pelan.

"Nyenyak banget tidurmu. Bapak sudah dipindahkan ke ICU dan nggak ada yang bisa kamu lakukan lagi sekarang. Aku akan mendapatkan kabar perkembangan bapak kapan pun aku mau dan tentu akan kuberitahukan padamu," kata Satrio. "Sekarang pergilah makan dengan mereka. Ups ...," Satrio menepuk pelan dahinya, "kenalan dulu, itu Aegea dan Athena," kata Satrio menunjuk kedua wanita yang kini berdiri bersisian di depan mereka.

Jadi namanya Aegea, batin Ocean saat melihat ke arah Aegea yang tersenyum ramah dan mengulurkan tangan padanya. Matanya berpindah pada Athena yang juga tersenyum tak kalah ramah dengan Aegea. Ocean menatap Athena sedikit lebih lama, bertinggi badan kurang lebih sama dengan Aegea serta bibir yang siap tersenyum kapan saja. Itu penilaian awal Ocean terhadap keduanya.

"Ayo pergi makan, kita bisa ngerumpi bertiga nanti," ajak Aegea seraya menarik tangan Ocean.

Ocean berdiri dan merasa tidak enak untuk menolak keramahan yang ditawarkan padanya. Rasa enggan yang muncul di hatinya dia tepis jauh-jauh dan mencoba untuk berteman dengan Aegea dan Athena. Hatinya mengatakan bahwa tidak ada hubungan cinta antara Aegea dan Satrio.

"Tapi bapakku ...."

"Pergilah, sudah kubilang nggak ada yang bisa kamu lakukan. Bapakmu sedang diisolasi dan kamu nggak akan bisa menemuinya."

"Ayolah, Ocean! Nanti aku kenalin sama anakku yang lucu." Giliran Athena yang bersuara.

"Heh, Bayiku ... anakmu yang mana? Memang kamu sudah bikin? Aku nggak ingat pernah nanganin kamu brojol," ujar Satrio dengan ekspresi menyebalkan menatap Athena.

Ada hubungan apa mereka, perempuan sedewasa itu dipanggil bayiku, batin Ocean bingung memikirkan hal yang sedang dialaminya. Namun, melihat wajah Athena yang berubah menjadi menyebalkan rasa-rasanya tidak ada hubungan istimewa di antara keduanya. Begitu pula dengan Aegea, yang satu itu terlihat lebih pendiam di mata Ocean.

"Buat apa brojol sama karyawan sesat sepertimu. Aku pecat tahu rasa," omel Athena. "Lagian kenapa Mbak Ocean mau-maunya dikawinin sama orang sedeng kaya kamu, Mas Sat." Athena mengetuk dahinya 3 kali lalu ganti mengetuk dahi Satrio 3 kali juga.

"Ya kali sapi dikawinin, nikah tau. Lha kamu gak akan bisa pecat aku, Bayi. Aku laporin Mas Al, loh," seloroh Satrio dengan gaya melambai sambil menekan dahinya yang diketuk Athena.

"Menurut UU no 1 tahun 1974 itu tentang perkawinan, Mas Sat. Bukan pernikahan, dasar kurang wawasan," ejek Athena.

"Oke aku kalah wawasan sama kamu, Bayiku." Satrio mengalah. "Tapi tetep kamu nggak bisa pecat aku."

"Bisa wong aku menyetujui pemecatannya," sahut Aegea.

Satrio mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Baiklah, aku menyerah. Jelas kalah aku kalau musuh istrinya bos. Pergi sana kalian berdua, beri makan istriku dengan baik," usirnya.

"Ayo, Mbak Cean," ajak Athena dan berbalik lalu melangkah terlebih dulu meninggalkan tempat itu.

Ocean berjalan berdampingan dengan Aegea. Dia heran mengapa semua perawat yang berpapasan mendadak mengangguk segan. Itu tidak seperti yang pernah dia alami sebelumnya. Dia berjalan sendirian dicemooh, berjalan dengan Satrio mendapat tatapan meremehkan meski sembunyi-sembunyi dan kini mendapat hal lain lagi. Ocean bingung dengan para perawat dan staf yang ada di rumah sakit ini.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Janji Kedua   53. Makin Cinta

    Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat

  • Janji Kedua   52. Anugerah Cinta

    Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i

  • Janji Kedua   51. Tak Terduga

    Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.

  • Janji Kedua   50. Pindahan

    Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc

  • Janji Kedua   49. Ingin Rumah Baru

    Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.

  • Janji Kedua   48. Janji Kedua

    Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status