Mereka berdua menghabiskan waktu di cafe tersebut dengan menikmati secangkir kopi. Suasana cafe yang cukup tenang, membuat keduanya semakin menarik untuk mengobrol. Gio memang jarang sekali memenui teman dan hanya fokus dengan pekerjaannya di wailayah ini. Cukup jauh dari tempat tinggal Gio dengan rumah sakit. Karenanya dia selalu pergi mennggunakan taxi. Di sela-sela obrolan mereka mengenai pekerjaan, di sudut kursi sebelah timur seseorang memperhatikan mereka berdua. Orang itu terus mengawasi mereka hingga akhirnya Dion menyadari keberadaannya. Begitu Dion menghampirinya ternyata orang itu justru pergi dengan cepat. Mereka berdua yang merasa aneh kemudian kembali duduk dan mengobrol lagi. Dalam pikiran Gio, orang itu seperti memiliki sebuah masalah.
“Hey, kau akhir pekan ada jadwal?” tanya Dion
“Kebetulan tidak. Ada apa?”
“Bagaimana kalau pergi memancing dan berkemah bersama dengan yang lainnya. Ku dengar mereka akan pergi berlibur musim panas. Apa kau akan ikut juga?”
“Ah, itu kurasa tidak masalah.”
“Baguslah. Dengan begini lengkap sudah.”
“Apa kau masih tinggal di rumahmu yang itu?”
“Benar. tidak bisa ku tinggalkan. Karena di sana cukup nyaman.”
“Alasan macam apa itu?”
“Lagi pula tinggal di tempat mana pun sama saja bagiku.”
Setelah selesai berbincang, Gio kemudian berpamitan untuk segera pergi. Mengingat ada yang harus dia kerjakan. Gio pergi ke suatu tempat terlebih dahulu. Tempat yang dia datangi tidak lain adalah supermarket. Ada beberapa barang yang harus dia beli. Stok makanan di tempat tinggalnya sudah menipis. Karena itulah dirinya harus berbelanja terlebih dahulu. Di dalam supermarket, Gio sedang sibuk memilih bahan makanannya. Tempatnya cukup ramai sehingga membuatnya harus mengantri untuk sementara waktu. Ketika antrian sudah gilirannya, dia dengan cepat memberikan semua barang yang di belinya ke kasir. Setelah selesai membayar akhirnya dia bisa pulang.
“Terimakasih,” ucap Gio
Sesampainya di rumahnya, Gio langsung meletakan semua barang yang dia beli dan kemudian merapikannya. Dengan semangat dia melakukannya. Sampai pada saat dirinya harus memasak pasta untuk makan. Begitu dirinya mulai memasak, ada sedikit kendala karena kesulitan saat mencincang tomat yang akan di jadiakan sebagai bumbu pasta. Sudah lama sekali dirinya mulai melakukan aktivitas seperti ini semenjak berada di kota ini dan perlahan membuatnya berubah. Sudah 10 menit, pasta yang di rebus mulai matang dan Gio langsung memasukannya ke dalam wajan yang berisi bumbu pasta kemudian memasaknya lagi. Setelah makanannya sudah jadi, dia langsung mengambil beer yang berada di lemari es. Makanan hari ini adalah pasta dan beer. Gio kemudian menyantapnya dengan bahagia. Hari cukup menyenagkan baginya. Setelah dirinya bertemu dengan pasien yang cukup merepotkan. Sekarang dirinya hanya perlu menikmari waktu luangnya. Ketika Gio selesai makan, tiba-tiba seseorang menelponnya dan kemudian dirinya langsung mengangkat panggilan telepon tersebut.
“Halo?”
“Halo, Gio. Kau ada di mana?”
“Di rumahku. Ada apa?”
“Bisakah kau datang kemari secepatnya? Ada yang memerlukan bantuanmu?”
“Apa?”
“Kau harus datang okay. Ke sini klinik tempatku bekerja.”
“Hey!”
Orang itu kemudian mematikan teleponnya sehingga Gio merasa kesal. Gio yang sekarang sedang berdiri di depan lemari es kemudian dirinya pergi ke tempat yang di maksud oleh orang itu. ternyata orang yang menghubunginya barusan adalah teman masa kuliahnya yang bernama Alison. Gio langsung pergi dengan menaiki taxi agar lebih cepat. sesampainya di sana, dia melihat orang-orang sedang panik akan sesuatu.
“Permisi, ada apa ini?” tanya Gio kepada petugas yang berada di sana.
“Itu, baru saja orang gila mengamuk,” ucap petugas itu.
“Apa? mana?”
Mereka yang sedang di hebohkan oleh orang gila yang mengamuk di klinik tersebut kemudian, Gio melihat seorang wanita dengan pakaian seperti dress tidur sedang menatapnya dengan tajam. Kondisinya terlihat sedang tidak baik. Gio dengan perlahan menghampirinya, setelah itu dia mencoba untuk berbicara dengan orang itu. Namun, ketika Gio sedang mendekati orang tersebut, Alison langsung mengatakan bahwa wanita yang ada di hadapannya merupakan pasien yang mengamuk.
“Permisi, siapa nama anda?” tanya Gio dengan nada tenang. Wanita itu tidak menjawabnya bahkan sudah 6 menit berlalu. Tidak lama kemudian, Gio langsung menyuntikannya dengan obat penenang sehingga orang itu tidak sadarkan diri.
“Bagus. Dia tidak akan mengamuk lagi,” ucap Alison.
“Jadi, ini alasanmu memanggilku jauh-jauh kemari?”
“Ah, benar. karena tadi aku sedang sibuk memeriksa data pasien yang lain. jadi, ku rasa perlu bantuanmu.”
“Dasar kau ini. Seharusnya kau tangani saja sendiri.”
“Maaf saja. Tadi sungguh sedang sibuk.”
Gio kemudian pergi dari tempat itu. Kekacauan yang terjadi barusan berhasil di hentikan. Sekarang Gio berada di sebuah tempat makan seorang diri. Tadinya dia hendak pulang dengan cepat tapi karena hujan turun deras membuatnya harus berteduh di tempat ini. Gio memandangi ponselnya dan bermain game untuk menghilangkan rasa bosan. Setelah itu, dirinya memesan segelas kopi hangat. Cuaca hari ini cukup mengejutkan. Tiba-tiba hujan turun dengan deras dan membuat semua orang merasa panik untuk sesaat. Selama Gio berada di kota ini membuatnya merasakan keanehan yang terasa begitu dekat. Keanehan itu hanya bisa dia rasakan seorang diri. Tapi, Gio tidak pernah mempercayai sebuah tahayul.
“Permisi, ini pesanan anda,” ucap pelayan yang membawakan segelas kopi hangat.
“Iya. Terimakasih.”
Di tempat yang berbeda, tepatnya di kediaman milik Dion. Dia sedang menonton acara kesukaannya sambil memakan salad. Tidak hanya itu saja, dia juga beberapa kali menghabiskan banyak makanan yang ada di hadapannya. Hobinya yang seperti itu membuat dirinya merasa sedikit bahagia. Meski dia juga merupakan psikiater yang bekerja di rumah sakit dia pasti mengalami saat-saat stres dalam hidupnya.
“Dion!” teriak seorang wanita di balik pintu.
“Iya. Ada apa bibi.”
“Cepat kemari dan bantu membereskan dapur.”
“Iya.”
Rupanya orang itu adalah bibinya yang bernama Sena. Dia menderita OCD sehingga tidak tahan dengan sampah yang hanya sedikit. Dion kemudian beranjak dari sofa dan langsung menuju ke dapur. Di sana bibinya menyuruhnya untuk membersihkan semuanya dan tidak boleh ada satu pun debu yang menempel. Dengan suka rela Dion melakukan pekerjaannya itu. tidak lama kemudian, dia sudah membereskan semuanya dan sekarang terlihat sangat bersih. Memang sebelumnya juga sudah cukup bersih. Bibinya lalu datang ke dapur dan mulai memasak.
“Sudah ku bersihkan semuanya. Jangan khawatir,” ucap Dion kepada bibinya itu sambil kembali duduk di sofa dan memakan makanan.
“Kau harus rajin membersihkan semuanya setiap hari.”
“Iya. Sudah sering ku lakukan.”
“Tidak boleh ada debu sedikit pun.”
“Iya. Aku tahu itu.”
“Bagaimana dengan pekerjaanmu itu? semuanya berjalan lancar?”
“Tentu saja bibi,” ucap Dion
Keesokan harinya. Pihak kepolisian yang sedang mengadakan upacara pemakaman Sebastian yang dihadiri oleh banyak orang. Kesedihan yang terpancar di mata mereka semua membuat tangisan yang tidak bisa berhenti. Sementara itu, Gio yang sedang berdiri di depan makamnya Damian dan meletakan bunga. Meskipun dirinya kehilangan hal-hal yang paling berharga dan bahkan kenyataan pahit yang harus ditelannya. Semua itu sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Hidup terus berjalan. Tidak ada waktu untuk terus tenggelam dalam kesedihan. Berita yang tersebar di media bahwa kasus pembunuhan berantai yang sudah memakan banyak korban dan bahkan terjadi selama ini membuat semua orang merasa lega. Kasus pembunuhan yang terjadi di 5 tahun yang lalu pun sudah terungkap bahwa pelaku adalah orang yang sama. Mendengar berita yang sangat menggemparkan itu, beberapa dari wartawan sungguh tidak menyangka begitu juga dengan publik. Freya yang saat ini masih dalam perawatan karena luka yang dialaminya sangat parah
Sebastian yang diam-diam membidik kepala Damian namun tidak bisa menembaknya karena orang itu terus bergerak dan kemungkinan hanya akan meleset akhirnya dirinya mengincar jantungnya dan tidak perlu menunggu lama untuk menembaknya. Suara tembakan terdengar dan ternyata mengenai sasaran. Alison yang terkejut akan hal itu kemudian dirinya menghentikan serangannya dan menodong Demian dengan pistolnya lagi. Damian yang sudah terluka kini dirinya tidak bisa lagi menghindari serangan seperti sebelumnya. Sebastian yang keberadaannya sudah diketahui, dirinya mencoba untuk berpindah namun itu terlambat karena Demian dengan cepat menembakan peluru menggunakan pistol tanpa suara ke arahnya dan tepat di kepalanya. Gio yang menyaksikan kematian Sebastian membuat dirinya merasa frustasi dan langsung datang ke arahnya sambil melihat jasadnya.“Pengganggu.”“Keparat! Beraninya kau membunuh Sebastian.”“Ah, aku benci drama.”Meski jantun
Berdasarkan keterangan dari pihak panti asuhan yang sebelumnya menampung Gio dan Damian. Ibu pengurus panti asuhan tersebut seringkali melihat Damian yang masih berumur 6 tahun pada waktu itu. Dirinya terus menerus membunuh serangga dan bahkan hewan-hewan yang dipeliharanya pada saat itu. Melihat apa yang dilakukannya, ibu panti terkejut setengah mati namun Damian mampu memanipulasi orang dewasa tersebut seakan itu adalah kecelakaan. Semenjak saat itu, dirinya tidak dicurigai apa pun dan dinyatakan sehat secara jasmani dan rohani seperti anak-anak yang lainnya tidak terkecuali dengan Gio. Perbedaan mereka berdua yang cukup berbanding terbalik. Namun, seakan Damian sangat terobsesi kepada kakak kandungnya tersebut. Mereka ditemukan pengurus panti di balik pintu dan sampai detik ini tidak diketahui siapa orang tua kandungnya. Di sana hanya tertulis nama dari kedua bayi yang ada di dalam keranjang penuh dengan selimut. Sampai suatu ketika, Gio sudah berusia 10 tahun sedangkan Damian 9
Kenyataan yang menyakitkan. Harapan yang tidak pernah terwujud bahkan semua itu berputar seperti lingkaran setan. Gio yang sudah menyetujui rencana mereka, kini dirinya mencoba kembali ke apartemennya. Namun, beberapa saat kemudian secara tidak terduga dirinya mendapatkan sebuah pesan peringatan dari nomor yang tidak dikenal dan memuluskan kata-kata seolah itu adalah kutukan. Dirinya yang mendadak terdiam masih membacanya dengan serius hingga sampai pada suatu kesimpulan yang membuatnya nyaris tidak percaya. Gio mengemudikan mobilnya dengan cepat menuju ke apartemennya. Sedangkan, ditempat lain Freya tertangkap orang asing dan tidak sadarkan diri.“Kenapa firasatku tidak enak,” gumam GioAlison yang dari tadi terus berada di depan monitor komputer dan terus memperhatikan radar. Tiba-tiba Freya berpindah dengan cepat dan kini berada di koordinat yang tidak termasuk ke dalam lingkungan yang biasanya dikunjunginya. Wilayah yang berada di perbatasan kota
Freya yang sangat terkejut dengan kenyataanya membuat dirinya tidak bisa berkata-kata. Orang yang ada di hadapannya merupakan salah satu orang yang memang pernah bertemu dengannya ketika dirinya masih kuliah. Kabar yang sempat tidak pernah terdengar lagi membuat dirinya merasakan sesuatu yang tidak beres dari orang tersebut. Beberapa saat kemudian, darah terciprat dari tubuh Freya dan membuat dirinya nyaris kehilangan kesadaran untuk yang kedua kalinya. Rintihan terus terdengar dibalik alunan musik klasik yang diputarnya. Suara tawa yang semakin lama semakin keras membuat Freya ketakutan. Tidak lama kemudian, suara tembakan terdengar dari luar dan membuat pria yang ada dihadapan Freya saat ini sangat terkejut.“Apa-apaan ini? Kau memanggil bantuan? Sejak kapan?” ucap pria tersebut dengan tatapan yang mengerikan.Dengan cepat orang-orang yang datang pada saat itu langsung menggeledah setiap ruangan dan rupanya tibalah Alison di dalam ruangan remang-remang da
Suara seorang pria terdengar dari balik kegelapan. Tepat di depan matanya, banyak sekali bekas darah yang sudah mengering dan bahkan ada beberapa potong tubuh manusia. Dirinya yang menyaksikan itu semua membuat keringat dingin menetes di keningnya. Rasa takut bahkan putus asa menghampiri Freya. Suara itu semakin lama semakin terdengar jelas.‘Sial, kenapa aku berada di tempat mengerikan seperti ini,’ batin Freya.Kali ini langkah kakinya terdengar dekat. Tubuhnya tidak bisa digerakan. Tali-tali yang melilit dirinya semakin membuatnya menderita. Saat ini pria tersebut sudah berada di depan Freya. Tubuh tinggi dan pakaian serba hitam seperti malaikat kematian.“Siapa kau? Lepaskan aku sekarang juga!” ucap Freya sambil menatap orang tersebut dengan tatapan dingin.“Kau akan mati. Untuk apa aku melepaskanmu.”“Keparat! Jangan-jangan kau?”Pria tersebut berbalik dan kemudian mengambil be