Semenjak menerima jadwal baru, setiap hari Jasper harus menjalani hari-hari yang sangat berat mulai dari pagi sampai malam menjelang. Membuatnya selalu tidur terlentang di ranjang bahkan tanpa sempat mengganti pakaian di malam hari. Dengan seluruh tubuh terasa ngilu dan nyeri karena banyak luka memar dan luka ringan yang dia derita di sekujur tubuh. Luka dari pukulan, bantingan, bahkan sabetan pedang dari Kunzite, sang mentor saat sesi latihan bela diri.
Malam ini, betapa kagetnya Jasper saat merasakan tubuhnya begitu ringan, hangat dan nyaman saat tertidur. Sensasi yang membuatnya terbangun karena penasaran dari mana asal kenyamanan itu.Saat membuka mata, Jasper mendapati Nefrit, sang ratu yang sedang duduk di samping ranjangnya. Mengulurkan kedua lengannya di atas tubuh Jasper, untuk menyalurkan tenaga dalam yang berwarna kehijauan. Tenaga penyembuh untuk mengobati luka-luka di sekujur tubuh putranya itu."Se, selamat malam Ibunda Ratu ..." Karena canggung Jasper kontan terduduk, bangkit dengan buru-buru dari posisi tidur."Tidak usah secanggung itu kepada ibumu sendiri, Jez." Jawab Nefrit memberikan senyuman lembut kepada Jasper."Baik," jawab Jasper menurut, namun masih merasa sangat kikuk kepada sang ratu."Ayo buka bajumu, agar bisa lebih cepat menyerap energi penyembuhan ke dalam tubuhmu." Nefrit lanjut memerintahkan."Tidak usah Ibunda, ananda tidak apa-apa." Jasper berusaha menolak perintah itu. Tak ingin ibunya melihat banyak luka-luka dan memar di sekujur tubuhnya."Sudahlah, ayo menurut saja." Nefrit tetap tak tergoyahkan. Perlahan dia membuka kancing kemeja Jasper satu-persatu."Astaga Jez, banyak sekali lukamu?" Nefrit memekik setelah berhasil meloloskan seluruh kancing kemeja yang dikenakan Jasper dan nampaklah tubuh bagian atas Jasper yang tidak lagi mulus saat ini."Ayo, berbaringlah! Ibunda akan coba menyembuhkanmu!" Ujar beliau membantu Jasper kembali berbaring.Jasper hanya mengangguk sebagai jawaban, entah mengapa semakin merasa canggung dan gugup dengan perlakuan Nefrit kepadanya. Memang Nefrit adalah ibunya, namun sejak Jasper beranjak dewasa, dia tak pernah sekalipun membuka pakaian di hadapan orang lain. Hal ini dikarenakan status kebangsawanan serta berbagai aturan kesopanan istana.‘Sungguh tidak sopan rasanya untuk membuka pakaian di hadapan seorang ratu.’Beberapa saat berlalu dalam kesunyian dan kecanggungan yang memenuhi atmosfer ruangan. Hanya ada suara ringan dari aliran energi di telapak tangan Nefrit yang mengalir dan merasuk ke dalam tubuh Jasper."Jez ... Apa kau begitu inginnya untuk bisa mengendarai Gear?" Nefrit tiba-tiba bertanya memecahkan kesunyian."Apa?... Be, benar Ibunda." Jasper menjawab gugup, saking kagetnya mendengar pertanyaan tabu tentang Gear dari mulut ibundanya."Apa kau sudah benar-benar merasa yakin? Apa kamu sudah siap dan sanggup untuk mengendalikannya?" Nefrit lanjut bertanya, memastikan kesanggupan dari Jasper."Tentu! Ananda siap! Ananda akan berusaha dan berlatih dengan sekuat tenaga!" Jawab Jasper dengan mantap dan penuh semangat. Ingin meyakinkan Nefrit akan kebulatan tekatnya."Sudah kuduga kau akan menjawab begitu." Nefrit menghela napas panjang mendengar jawaban putra semata wayangnya. "Aku tahu keinginanmu kali ini sudah tak dapat dibendung lagi ... Baiklah kalau begitu akan kuijinkan kau mendapat pelajaran Gear, mulai besok akan ada pelajaran Gear untukmu"Jasper terdiam bengong mendengar ucapan beliau. Terlalu mengagetkan dan tidak dapat dipercaya bahwa ucapan itu keluar dari mulut ibundanya sendiri."Jez? Bagaimana menurutmu?""Great! Terimakasih Ibunda!" Saking senangnya, kontan Jasper reflek meraih dan memeluk tubuh ibunya dengan sangat erat.Tindakan yang membuat Nefrit sampai buyar konsentrasinya dan berhenti menyalurkan tenaga heal, energi penyembuh ke bagian tubuh Jasper yang terluka. Beliau kemudian membalas pelukan Jasper dengan penuh kasih sayang."Berjanjilah kamu tidak akan lupa diri dan menjadi gila perang setelah mengenal Gear." Tambah beliau sebagai peringatan.Tanpa pikir panjang lagi Jasper langsung menyanggupi permintaan beliau dengan anggukan mantap sebagai kesanggupan.‘Yeah! Akhirnya, aku bisa mengenal dan mengendarai Gear!’***Jasper membaca berbagai rincian jurus dan teknik menggunakan senjata Gear yang akan dia praktekkan keesokan harinya dari sebuah layar komputer hologram. Sebelum memberikan materi baru, Morgan, guru pelajaran Gear Jasper selalu memberikan tutorial berisi rincian manual, penjelasan serta peragaan gerakan-gerakan yang akan dilakukan dalam sebuah file.Entah mengapa Kunzite, mentor Jasper tidak mau mengajarkan materi tentang Gear kepadanya. Menurut yang Jasper dengar dari ibunda ratu, Kunzite sudah tidak mau lagi menyentuh Gear karena suatu hal.Selain itu, alasan lainnya juga karena Morgan adalah Gear master terhebat di seluruh kerajaan Almekia.Belum lama mengotak-atik komputer, kedua mata Jasper sudah terasa sangat berat dan tidak bisa diajak kompromi namun Jasper tetap memaksakan diri untuk bisa bertahan."Sedikit lagi. Aku akan mempelajari beberapa jurus lagi." Jasper menepuk kedua pipinya dengan telapak tangan sebagai penyemangat diri.Akan tetapi semangat tinggallah semangat, tetap saja terkalahkan oleh kelelahan yang menumpuk di dalam tubuhnya. Sehingga tak lama kemudian Jasper tertidur pulas di atas tombol-tombol keyboard dengan tiga layar komputer hologram masih menyala.Pelajaran Gear Jasper sudah berlangsung selama kurang lebih dua bulan. Dia sudah mengalami banyak kemajuan sekarang, sudah bisa bertarung bahkan berperang. Walau hanya memakai Common Gear yang tidak canggih, Gear yang biasa dipakai oleh para prajurit. Atau biasa dipakai sebagai sarana transportasi.Gear menyerap begitu banyak tenaga dari pilotnya. Sehingga membuat Jasper yang belum terbiasa mengendalikan menjadi sangat kelelahan."Plaaaak!"Jasper tersentak kaget dan terbangun dari tidur saat merasakan sensasi panas karena sebuah sebuah tepukan keras mendarat di punggungnya. Perlahan Jasper bangkit dan menggosok-gosok kedua kelopak mata untuk sedikit memulihkan sebagian kesadarannya. Mencari sumber datangnya tepukan tadi.‘Sialan! Siapa yang begitu kurang ajar dan berani memukul seorang pangeran sekeras itu?’"Jendela dan pintu balkon belum dikunci, angin bertiup sangat kencang dan dingin. Kau malah enak tidur di sini, bagaimana kalau kau sakit? Atau lebih parah ada penyusup yang ingin membunuhmu, wahai Pangeranku?" Sebuah suara dengan nada setengah khawatir, setengah mengejek menyapa Jasper. Suara yang sangat tidak asing dan sangat dia rindukan."DIAMOND!" Pekik Jasper dengan terbelalak tak percaya mendapati sosok gagah dihadapannya.Seorang pemuda dengan paras wajah yang enak dilihat serta jauh diatas rata-rata. Dia memiliki mata biru yang penuh misteri bagaikan lautan dalam, serta rambut pendek berwarna pucat yang dibiarkan berantakan.Jasper mengulurkan tangan untuk menyapanya, tetapi alih-alih menjabat uluran tangan itu, Diamond malah menarik tubuh Jasper ke dalam pelukannya."Kau masih sama Jez, tetap manis seperti dulu." ujar Diamond setelah puas memberikan pelukan persaudaraan kepada Jasper."Ayahku bilang bahwa kau sudah mulai mahir mengendarai Gear? Wah kita bisa duel satu lawan satu donk? Pasti sangat seru!" Lanjut Diamond dengan cengiran khasnya, mengamati ketiga layar hologram di atas meja belajar Jasper."Iya," jawab Jasper singkat, sambil cepat-cepat mematikan komputernya.‘Yang benar saja, aku bisa mati konyol kalau nekat berduel satu lawan satu melawan Diamond dengan kemampuanku saat ini.’"Hei mana yang lainnya?" Tanya Jasper mencoba mengalihkan pembicaraan. Dengan menanyakan sahabat-sahabat mereka yang lainnya."Zircon dan Opal sudah kembali ke istana sebelum aku tiba. Namun kurasa Opal masih sibuk membantu di rumah sakit pusat. Maklum banyak tenaga medis yang mengambil cuti akhir tahun.""Sedangkan untuk Zircon, kau tahu sendiri kan seperti apa dia? Jangan harap dia mau menghamipiri hanya untuk memberitahukan kedatangannya. Lagian sepertinya bibi Garnet masih belum mengijinkan dia keluar paviliun, kangen berat ama anak semata wayang yang akhirnya bisa pulang setelah sekian lama merantau." Diamond menjawab panjang lebar."Kalian di istana sampai kapan?" Jasper lanjut bertanya, takut tak bisa bermain lama-lama dengan ketiga sahabatnya itu.Para sahabat yang kini bertugas sebagai prajurit yang menjaga perbatasan kerajaan. Jasper menjadi rindu dan ingin bisa bermain bersama mereka seperti dulu lagi, saat mereka bertiga selalu menempel kemanapun dia pergi. Tapi dengan jadwal kesibukannya saat ini, Jasper merasa semua itu mustahil dapat terlaksana."Sialan kau. Masa aku baru datang sudah ditanyai kapan pulang?" Protes Diamond tidak senang dengan pertanyaan Jasper."Tenang saja Jez, aku berencana disini sampai tahun baru. Entah kalau mereka berdua-" Ucapan Diamond terhenti dan kemudian dengan gerakan secepat kilat dia berlalu ke arah balkon, menghilang dari pandangan mata Jasper.‘Haaaah? Apa yang terjadi? Kenapa Diamond tiba-tiba pergi dan menghilang?’ Jasper membatin kebingungan melihat tingkah Diamond.Sesuai pribahasa, tak kenal maka tak sayang. Jadi untuk kenalan lebih jauh kalian bisa ikuti juga akun sosial media author untuk tahu karya-karyaku yang lain. FB: diedin IG: die.din2210 Tiktok : die.din2210
Tak lama kemudian, kebingungan Jasper terjawab dengan adanya ketukan di pintu kamar. Mau tak mau dia jadi disadarkan dengan kehebatan Diamond yang bisa merasakan kedatangan seseorang dengan jarak sejauh itu. 'Aku saja tak merasakan apa-apa sampai ada ketukan.' Jasper membuka pintu kamarnya untuk memeriksa siapa yang datang. Dan ternyata mereka adalah kedua pengawal pribadinya. "Maaf pangeran, tadi kami mendengar ada suara-suara dari dalam kamar. Kami khawatir jika ada seorang penyusup." Sinistra, salah satu pengawal pribadi Jasper melapor. Sementara pengawal satunya, Dextra berusaha melihat kedalam kamar. "Tidak ada siapapun di sini, aku sendirian." Jasper menjawab cepat-cepat, tetapi kedua pengawalnya itu tidak percaya dan tetap memaksa untuk masuk ke dalam kamar. Mereka memeriksa secara menyeluruh semua sudut kamar tanpa terkecuali ke bagian balkon. Membuat Jasper sedikit was-was kalau Diamond akan ketahuan sedang bersembunyi. Akan tetapi kekhawatiran Jasper tidak terjadi,
Sore hari setelah duel Gear merah dan biru itu, Jasper mendapatkan libur dari mentornya. Beliau memberi Jasper waktu bebas untuk menjenguk Diamond dan Zircon yang sedang cedera setelah duel Gear siang tadi. Dengan catatan dia harus membuat ilustrasi perang dan taktik yang harus dikumpulkan besok. Jasper tentu menyambut gembira waktu bebas yang dia dapatkan. Memanfaatkan waktu luangnya untuk datang berkunjung ke rumah sakit istana yang berada di tengah kota. Dari istana dia berangkat dengan dikawal oleh dua pengawal pribadinya Dextra dan Sinistra. Sesampai di rumah sakit Jasper langsung dikawal ke kamar kedua temannya dirawat. Kemudian kedua pengawal pribadinya menunggu di luar ruangan. Betapa kagetnya Jasper saat membuka pintu kamar perawatan dan mendapati Diamond dan Zircon sudah tidak berada di diatas ranjang mereka masing-masing. Melainkan malah berdiri siaga dalam posisi siap tempur, dengan saling mengacungkan bantalnya ditangan. "What the? Sedang apa kalian?" Jasper bertanya ke
Diamond terbangun dari tidur nyenyaknya pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari terbit di ufuk timur. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul semua, dia memaksakan tubuh untuk bangkit dari ranjang yang nyaman, berjalan ke kamar mandi. Mengguyur sekujur tubuhnya dengan air dingin dari shower banyak-banyak. Untuk menghilangkan rasa kantuk serta mengembalikan kesadaran yang masih berserakan kemana-mana. Kenapa Diamond harus mandi di pagi hari buta begini? Jawabnya tentu saja karena setelah kejadian waktu itu, kejadian duel gear itu. Dirinya dan Zircon diwajibkan untuk mengikuti latihan fisik setiap pagi bersama Jasper. Opal dengan semena-mena mendiagnosa penyakit mereka berdua sebagai penyakit ‘kurang latihan’. "Bah! Penyakit apa itu? Dasar dokter sableng!" "Berengsek kamu, Opal! Memang ya jenius dan idiot itu bedanya tipis banget." Diamond mengerutu kesal jika mengingat tingkah Opal yang bahkan mengatakan bahwa baik Diamond ataupun Zircon mengalami penurunan stamina. Karena terlal
Diamond masih tertegun beberapa saat setelah panggilannya dengan berakhir. Masih sedikit tak percaya bahwa Amethys baru saja menghubungi dirinya. Amethys adalah satu-satunya wanita yang sanggup mencuri hati Diamond dari dulu bahkan sampai saat ini. Seorang gadis cantik yang berusia lebih tua lima tahun darinya. Namun entah mengapa, Diamond merasa jurang pemisah di antara mereka seperti puluhan tahun. Dulu saat masih muda, Diamond sering terang-terangan menggoda dan menyatakan perasaan pada gadis itu. Dan waktu itu Amethys selalu saja menolak dengan alasan bahwa Diamond masih kecil dan terlalu muda untuknya. Akan tetapi sejak tiga tahun yang lalu, Diamond sendiri yang selalu menghindar dari Amethys. Dia berusaha untuk menepis semua bayangan gadis itu dari ingatannya. Terlalu minder dan tak percaya diri untuk mendekatinya. "Bagaimana mungkin aku yang waktu itu hanya seorang sersan rendahan, (meskipun kini aku sudah berpangkat Kolonel) berani untuk mendekatinya?" Diamond bergumam sambi
“Kau tahu? Dari tadi aku terus kepikiran harus memanggilmu apa?” Tanya Diamond padanya dengan sangat canggung kepada Amethys. Sambil terus melajukan mobilnya ke arah kota. “Yaampun Diamond! Jangan aneh-aneh deh. Kamu boleh kok memanggilku sama seperti dulu, Amy." Amethys tertawa ringan mendengar pertanyaan itu. "Hehehe." Diamond hanya bisa membalasnya dengan tawa canggung. "Sudah tiga tahunan kau tidak memanggilku dengan sebutan begitu lagi. Kau juga tak pernah usil untuk mengajakku berkencan. Kemana perginya Diamond yang dulu suka menyatakan cinta padaku. Sepertinya kau sudah bertobat ya?” lanjut Amethys sambil mengedipkan sebelah mata untuk menggoda pria di sampingnya. Diamond hanya bisa nyengir sebagai balasan. Merasa sangat malu jika harus mengingat segala kebodohan dan keagresifan yang dia lakukan di masa lalu. Tingkah yang mungkin membuat Amethys menjadi ilfeel kepadanya. “Amy ... Yah nama yang simple dan manis yang cocok untukmu.” Jawab Diamond dengan jujur dan sepenuh hati
“Nah disinilah sebuah misteri besar akhirnya bisa terjawab dan terpecahkan." Amy berkata dengan nada sangat dramatis. "Misteri besar? Jangan bilang kalau ... " Diamond merespon dengan ragu-ragu. Bahkan dalam bayangan terliarnya pun dia tak berani untuk membayangkan tentang hal ini. "Benar sekali. Yang dimaksud Jasper disini tentu bukanlah Pangeran Jasper Sterne Durchlaucth yang kita ketahui, melainkan seorang bernama Jasper yang lainnya." Amy memberikan senyuman indah di bibirnya. "Apa kau tidak berpikir bagaimana beliau memiliki nama yang sama dengan Jasper? Apa kau tidak terlintas di benakmu sebuah kemungkinan bahwa beliau bisa jadi adalah mendiang Baginda Raja Almekia Kingdom, ayah dari Jez sendiri?” Amy kembali melemparkan sebuah asumsi dengan kedua mata yang berbinar-binar penuh cahaya harapan. "Ini gila! Mendiang Baginda Raja, The king?" Diamond menghela napas panjang demi mendengar asumsi Amy. Asumsi yang sebenarnya sudah berkelebat juga di dalam otaknya sendiri. "Tidak ini
Sebuah ketukan lembut terdengar dari pintu sebuah ruangan di rumah sakit pusat kerajaan sore itu. “Kak Opal,” sebuah suara manis yang memanjakan Indra pendengaran terdengar mengikuti. Suara dari seorang gadis yang bernama Platina. Gadis itu kemudian memunculkan kepalanya sedikit di pintu, tetapi tidak berani masuk ke ruangan. Dia memberikan senyuman yang manis bak malaikat kepada penghuni ruangan, Opal. "Akhirnya kamu datang juga!" Opal tak dapat menahan lengkungan di bibirnya demi menyambut kedatangan sang gadis. Beberapa hari belakangan ini, Platina selalu saja datang mengunjungi Opal di tempat dan jam yang sama. Di ruang kerjanya di Rumah sakit kerajaan, sesaat sebelum jadwal sift jaga berakhir di sore hari. Sesaat sebelum Opal biasanya pulang meninggalkan rumah sakit. Serta melupakan tugas sebagai seorang dokter dan kembali menjadi seorang Opal Sumeragi saja. Lalu untuk apa Platina melakukan hal ini? Semata-mata hanya untuk berkonsultasi tentang menu makan siang yang akan dia
“Selalu saja Kak Amethys!” Tiba-tiba nada suara Platina meninggi demi mendengar nama Amethyst Sumeragi disebut. Opal tentu saja kaget, tak mengira bahwa nama kakak perempuannya bisa membuat Platina bereaksi seperti itu. Tak habis pikir pula tentang apa yang salah dengan kakak perempuannya. Kesalahan yang bisa membuat Platina tidak suka kepadanya. “Apapun yang kami lakukan, selalu saja Kak Amethys pasti lebih baik dari kami. Bilang saja kalau masakannya lebih enak dari masakanku!” Platina melanjutkan ocehan kesalnya. “Tentu saja. Masakan Kak Amethys itu sudah sekelas koki istana.” Opal menjawab dengan jujur. Bahwa masakan Amethyst memang sangat lezat tak bercela. "Puji saja dia terus!" “Tina? Kamu kenapa sih?" Platina tidak menjawab pertanyaan Opal. Malah memajukan bibir sebagai bentuk perwujudan rasa kesalnya. "Tidak perlu malu atau iri hati, setiap orang pasti memilki kelebihan dan kekurangannya masing-masing ...” Opal berusaha untuk menghibur si gadis ngambek. “Dia sempurna!