Share

Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir
Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir
Penulis: Fetina

Mencela Masakan Lita

Penulis: Fetina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-02 13:01:26

Bab 1

"Makan sama apa sekarang, Dek?" tanya Mas Arman dengan setengah membentak.

"Sama tempe goreng, Mas!" jawabku.

"Masa menunya ini lagi? Kemarin juga tempe. Kamu bilang tempe bacem, eh bumbunya nggak kerasa,"protes Mas Arman. Kali ini Mas Arman menatapku sambil berkacak pinggang.

"Lah iya, Mas, aku nggak kebeli kalau pake bumbu lengkap. Hari ini aku beli tempe sama minyak goreng kemasan kecil yang seribu, sama bawang seribu. Itu pun aku malu Mas, belinya," kataku protes.

"Malu kenapa, kamu kan nggak minta mereka, kamu beli pake uang!" Ia masih saja protes dan berkacak pinggang.

"Malu, diomongin ibu-ibu. Katanya masa istri bos sembako belanjanya gini-gini aja!" 

Mas Arman murka, wajahnya merah. Dia tak suka harga dirinya diusik.

"Siapa yang bilang? Biar besok dia kubungkam mulutnya!" ancam Mas Arman. Kali ini wajahnya merah padam, benar-benar menakutkan. Aku jadi takut. Biasanya kalau begini, Mas Arman akan melabrak orang yang bicara buruk tentangnya.

Rumah ini adalah kontrakan kami yang kelima. Selama merantau ke Bogor, kami sering pindah kontrakan, karena ulah Mas Arman yang gampang tersulut emosi.

"Nggak, Mas. Nggak usah, nanti juga reda sendiri kok. Aku nggak mau kali ini kita ada masalah dengan tetangga," sanggahku menenangkannya agar ia tak melabrak tetangga.

"Ya sudah, kalau ada masalah lagi, aku tak segan menegurnya hingga mulutnya tak dapat berkata-kata lagi!" ancamnya. 

"Iya, Mas. Kamu mending makan dulu." Aku jadi ketakutan.

Kulayani suamiku dengan mengambilkannya nasi. Biar tempe dia yang ambil sendiri.

Suamiku adalah pemilik toko sembako di pasar. Tapi untuk istrinya hanya dijatah beras seliter dan uang lima ribu rupiah setiap hari.

Ia tak mau aku hidup foya-foya. Katanya tak baik seorang istri memegang uang banyak. Ia yang menyimpan uang kami. 

Kami biasa makan seadanya, kalau nggak tahu, kami makan tempe. Atau kadang makan telur, itu pun cukup untuk 2 butir telur.

Selesai makan, biasanya dia minum teh manis. Untuk beli teh dan gulanya saja aku harus menyimpan sisa uang lima ribu yang dia beri. Namun, memang kebutuhan lainnya ia sering bawakan dari warungnya.

Mas Arman mana mau tau kesusahanku. Taunya semua serba ada kalau di rumah. Tidak sebanding dengan yang ia berikan padaku.

***

Aku mencari cara agar punya uang tambahan. Akhirnya aku menawarkan diri ke tetanggaku untuk menyetrika baju di rumahnya.

Ada satu rumah yang menerimaku bekerja. Kerjanya nggak tiap hari. Tapi seminggu dua kali

Aku tak minta izin Mas Arman untuk bekerja. Biarlah, dia kan biasanya pergi pagi, pulang petang. Takkan bisa memergokiku bekerja.

Saat pekerjaan selesai, aku langsung dapat uang. Sekali menyetrika, aku dapat 30 ribu. Uang pertama yang kudapat ini sangat membantuku untuk membeli bahan-bahan makanan tambahan masak seperti bawang, cabe, tomat, garam, minyak goreng.

Aku tak membeli makanan aneh-aneh, takut Mas Arman curiga.

"Dek, masakanmu hari ini enak. Kerasa sekali bumbunya!" ucap Mas Arman saat selesai makan.

Ia makan dengan tempe bacem. Wajar saja enak, karena aku membeli bumbu pendukungnya dengan lengkap. Biasanya nggak kebeli, jadi aku gunakan yang lebih penting saja.

"Alhamdulillah kalau gitu, Mas!" jawabku.

"Kok bisa? Berarti uang yang kuberi lebih dari cukup, ya, Dek? Itulah hikmah berhemat. Kamu jadi mikir, gimana supaya bisa makan enak, tapi budget terbatas!" timpal Mas Arman.

Aku tersenyum dalam hati. 

'Ya, Mas. Jadi membuatku berpikir untuk mencari uang sendiri!' batinku.

"Kenapa Lita? Kamu kok malah senyum-senyum sendiri?" tanya Mas Arman khawatir.

"Nggak, Mas. Aku sedang memikirkan masa depan kita," jawabku.

"Tenang aja, Lita. Masa depan kita cerah! Aku sudah membeli sawah kakakku di kampung. Kita sekarang sudah punya sawah, Lita!" Mas Arman memperlihatkan gambar sebidang sawah yang katanya sekarang menjadi milik kami.

'Makan tuh sawah, Mas! Buat apa punya sawah tapi tak bisa menikmatinya! Sekarang pun kamu punya toko sembako, aku tak bisa menikmati yang kamu jual, Mas! Aku harus membeli sendiri kebutuhan sembako yang layak ada di rumah. Lihat saja nanti, Mas, aku bertekad lebih banyak uang dari kamu. Biar kamu tau, aku tak bisa seperti ini terus, Mas!' batinku meronta ingin segera bahagia.

Lalu, ponsel suamiku berbunyi. Ia lalu mengangkatnya dan berjalan ke kamar. Aku mengikutinya dan menguping dari luar. Kudekatkan telingaku ke pintu yang tak ditutup sempurna olehnya.

"Ada apa, Bu? Apa? Bukannya kemarin baru kukirim 5 juta untuk biaya tambahan pernikahan Anggi? Sekarang ibu minta berapa lagi?"

Saat itu juga, hatiku merasa sakit. Yaa ... ternyata suamiku sangat loyal pada keluarganya. Sedangkan aku?

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   Bu Raya 2

    "Iya, Dek. Terima kasih, ya!" jawabnya.Pada akhirnya Mas Fadhil sembuh setelah pengobatan selama setahun. Dari sana, ia mulai semangat mencari pekerjaan lagi. Aku memotivasinya terus, sehingga ia mendapat pekerjaan lagi."Terima kasih, Dek, atas semangatmu selama ini," ucapnya sembari tersenyum bahagia."Sama-sama, Mas. Itu udah kewajibanku sebagai istri," jawabku pelan.***Hari ini, Lita dan Feri berencana mengunjugi pesantren tahfidz. Mereka akan mendonasikan rezeki berupa Al Qur'an dan makanan untuk anak-anak.Mereka sangat senang atas kedatangan donatur. Biasanya kami memang membuka peluang untuk para donatur yang mau berdonasi.Anak-anak bersyukur atas nikmat Allah karena mereka bisa mendapatkan berbagai nikmat, salah satunya bisa membaca Al Qur'an dan makan enak. Memang kalau sesehari, menunya makanan rumah biasa. Namun mereka senang ketika ada donatur yang membawakan makanan favorit anak-anak."Lita, Feri terima kasih atas dukungan kalian. Tau nggak Lit, Feri ini donatur tet

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   POV Bu Raya 1

    Bu RayaAku sangat senang dengan pernikahan Feri dan Lita. Mereka berdua sangat cocok. Aku tak sembarangan memilihkan Feri calon istri.Sebelumnya aku sudah memperdalam perkenalanku dengan Lita. Ia wanita yang baik, tulus dan ikhlas menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia juga berpengetahuan luas walau dari kampung serta mau belajar. Buktinya bisnisnya berkembang dengan cepat. Aku terpesona dengan kegigihannya berusaha.Sementara adikku Feri seorang laki-laki yang mencintai istrinya. Ia sempat terpikir untuk tak menikah lagi dengan wanita selain Istrinya. Namun menurutku ia harus mencari pendamping lagi karena masih muda dan untuk mendapatkan keturunan.Setelah merayu, memberikan dalil serta bukti kata-kata dari mendiang istrinya--Rani untuknya, ia pun mau menuruti perkataanku.Aku bilang wanita ini mungkin pendidikannya tak setinggi kamu, tapi ada poin penting lain dari dia yaitu attitude atau sikapnya."Jika benar demikian, aku akan ikuti, Kak," katanya saat itu.Sekaran

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   Campur Tangan Allah

    Hari ini kami mengunjungi pesantren tahfidz milik Kak Raya. Mas Feri dan aku rencananya akan mewakafkan sejumlah Al Qur'an untuk pesantren ini. Karena pahala dari wakaf ini akan terus mengalir.Apalagi jika Al Qur'an ini dibaca terus oleh para penghafalnya. Luar biasa pahalanya mengalir bagi kami.Selain itu, kami bawakan juga bahan makanan untuk menambah energi mereka dalam menghafal. Anak-anak harus didukung juga oleh makanan yang bergizi agar hafalan mereka terjaga dan meningkat.Saat di sana, kami berdiskusi bersama anak-anak yang sudah berada di sana selama beberapa bulan ini."Kami sangat terbantu dengan pesantren ini. Terima kasih pada Pak Fadhil dan Bu Raya sebagai pemilik pondok pesantren ini serta para donatur seperti Pak Feri dan Bu Lita. Doakan kami semoga Istiqomah dalam menghafal," ucap Yudi. Ia merupakan penghuni pesantren paling besar diantara yang lain. "Sama-sama, Yudi. Semoga Yudi segera menjadi seorang hafidz. Sudah tinggal berapa juz lagi yang belum dihafal?" ta

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   Perlakuan Manis dari Feri

    'Benarkah Mas Feri paham dengan isi hatiku?'Semoga saja ia paham dan selalu berbuat baik padaku.***Tak terasa pernikahan kami sudah berjalan satu tahun. Farhan pun sudah berumur setahun lebih.Mas Feri laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Alhamdulillah Allah berikan suami yang baik setelah ujian yang menimpaku.Aku dan Mas Feri sengaja menunda dulu keinginan kami untuk punya anak. Kami membesarkan Yusuf terlebih dahulu. Ia juga sungguh menggemaskan."Dek, kamu makan dulu sana. Biar aku yang jagain Yusuf, ya!" Saat Mas Feri pulang kerja, lalu sudah mandi, ia menyuruhku makan duluan."Kita makan barengan aja, Mas. Biar Yusuf aku yang gendong," ucapku."Nggak, Dek. Yusuf biar aku saya yang pegang dulu. Aku tau kamu seharian sudah berjibaku dengan pekerjaan rumah. Aku hanya membantu mengasuh Yusuf saja," katanya.Memang awalnya kami memakai asisten rumah tangga. Tapi, ternyata ia tidak jujur. Hingga aku memutuskan mengerjakan semua sendiri. Alhamdulillah aku bisa melakukannya. Mu

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   Janji Feri

    "Betul. Aku mengapresiasi kejujuranmu kemarin. Kamu sudah berani bercerita padaku. Terima kasih ya, Dek!""Sama-sama, Mas. Aku pun masih belajar. Tolong ingatkan aku jika salah ya, Mas!" ucapku."Iya, Dek. Aku pun, tolong ingatkan aku. Karena pernikahan tak hanya hal yang manis, yang pahit pun pasti kan hadir. Komitmen yang kuatlah yang akan membuatnya bertahan.""Semoga aku bisa memegang komitmen itu ya, Mas!""Insya Allah, Dek. Kita sama-sama belajar ya!"Saat kami sudah saling berjanji, tak lama Mas Andi meneleponku. "Mas, ini Mas Andi meneleponku.""Kamu belum ganti nomor, Dek?""Belum, Mas. Kan kita di rumah terus, Mas," ucapku."Ya sudah, aku yang mengangkat saja."Aku takut Mas Feri marah-marah pada Mas Andi."Halo Andi, ada apa ya?" Aku tak mendengar jawaban Mas Andi. Hanya perkataan Mas Feri yang kudengar."Aku sudah tau mengenai masa lalu kamu dan istriku. Jadi, kumohon kamu tak usah menghubunginya lagi. Dia istriku, takkan kubiarkan bila diganggu oleh laki-laki lain." Per

  • Jatah Lima Ribu dari Suami Kikir   Kecurigaan Feri

    Aku melihat siapa yang memanggilku, Alhamdulillah aman. Ternyata dari Zul. Ada apa ya? Segera kuangkat teleponnya.Mas Feri beranjak ke luar kamar, mungkin ia tau aku harus mengangkat telepon ini."Assalamualaikum. Mbak, gimana kabarnya?""Baik, Zul. Alhamdulillah. Ada apa Zul? Mbak kaget tiba-tiba kamu menelepon gini," jawabku."Aku cuma mau mengabarkan sesuatu padamu, Mbak.""Ada apa, Zul?""Aku mendengar, kalau seluruh aset Mas Arman habis," ucap Zul."Tau dari mana kamu, Zul?""Semua orang membicarakan Arman dan keluarganya di sini. Trus, sekarang Mas Arman mendekam di jeruji besi, karena banyak yang melaporkan atas kasus penipuan dan penggelapan uang.""Astaghfirullah. Mas Arman tak pernah puas mengumpulkan harta. Padahal hartanya sudah banyak kemarin.""Ya Mbak, yang melaporkan termasuk mantan istrinya juga, Bu Via," katanya."Ya Allah, aku turut prihatin juga dengan keadaan Mas Arman. Mudah-mudahan dia diberi hidayah Allah ya Zul.""Nggak tau deh. Aku sih seneng aja liatnya. Be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status