Petra melirik makanan di atas meja dan menjawab, "Sebelumnya, kamu cuma makan beberapa suap kedua masakan pedas itu. Aku tebak, kamu lebih suka makanan yang nggak terlalu berminyak."Adeline tidak menyangka Petra begitu jeli. "Emm, aku tumbuh besar di Kota Gurna dan keluargaku nggak bisa makan makanan pedas. Jadi, aku cenderung lebih suka makanan yang nggak terlalu berminyak.""Kalau begitu, aku nggak akan masak makanan pedas lagi mulai sekarang.""Nggak usah. Kamu masak saja sesuai seleramu. Sekarang, aku sudah bisa makan pedas kok."Petra mengangguk. "Oke."Seusai makan, Adeline berdiri dan membantu Petra membereskan peralatan makan mereka."Nggak perlu. Biar aku saja.""Biarkan aku ikut membantu. Kalau nggak, aku akan merasa nggak enak hati."Adeline baru saja pindah beberapa hari yang lalu dan sudah makan di tempat Petra dua kali. Dia akan merasa bersalah jika tidak membantu."Benar-benar nggak perlu."Petra mengulurkan tangan untuk mengambil piring dari tangan Adeline, tetapi Adel
Setelah tersadar kembali, Adeline menatap Petra dan menyahut, "Nggak .... Kok kamu berpikir begitu ....""Soalnya, aku merasa kamu sepertinya mau menghindariku hari ini. Aku lagi mikir apa ada kesalahan yang sudah kuperbuat.""Nggak .... Aku cuma kurang tidur semalam .... Ini nggak ada hubungannya denganmu ....""Kamu insomnia?""Nggak kok, cuma sesekali. Biasanya, aku tidur cukup nyenyak."Petra mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi.Tak lama kemudian, lift mencapai lantai dasar.Setelah keluar dari lift, Adeline menatap Petra dan berkata, "Aku agak sibuk hari ini. Aku pergi dulu. Sampai jumpa.""Oke."Adeline mempercepat langkahnya dan berjalan pergi. Setelah masuk ke mobil, dia baru menghela napas lega. Ketika bersama dengan Petra tadi, benaknya dipenuhi dengan pikiran-pikiran yang tidak dapat dideskripsikan. Dia benar-benar tidak tahu entah sejak kapan dirinya menjadi begitu mesum.Setelah mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, Adeline baru menyalakan mobil dan
Melihat mata Adeline yang penuh dengan rasa bersalah, Petra pun tersenyum. "Nggak usah. Aku bisa tangani masalah pekerjaan. Aku seharusnya bisa segera kembali bekerja di rumah sakit."Adeline menggigit bibir bawahnya. "Biarkan aku bantu kamu juga. Aku akan kirimkan lowongan pekerjaan yang kutemukan. Kalau kamu mau coba, coba saja. Kalau nggak, kamu juga boleh abaikan."Jika tidak melakukan apa-apa, Adeline hanya akan merasa makin bersalah.Petra berpikir sejenak, lalu menjawab, "Boleh juga. Tapi, jangan biarkan situasiku pengaruhi kehidupan dan pekerjaanmu. Aku bisa tangani hal ini sendiri.""Emm, aku tahu. Aku nggak ada urusan lain lagi .... Kalau begitu, aku pamit dulu."Waktunya memang sudah larut. Jadi, Petra tidak berusaha menahan Adeline dan mengantarnya ke pintu."Selamat malam."Adeline mengangguk. "Emm, selamat malam."Sesampainya di rumah, Adeline mandi dan pergi tidur. Mungkin karena terlalu dikejutkan oleh penampilan Petra yang hanya berbalut handuk, dia bermimpi mesum tent
Hanya karena masih menaruh harapan pada Kaivan, Adeline baru bisa membencinya. Setelah harapan itu pupus, benar-benar tak ada lagi yang tersisa.Melihat tatapan Adeline yang begitu tenang, Kaivan pun dilanda rasa panik. Dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang perlahan-lahan sirna di depannya, tetapi tidak ada yang bisa dilakukannya selain menyaksikannya.Dulu, tatapan Adeline terhadap Kaivan selalu dipenuhi rasa cinta dan tidak pernah sedingin ini. Rasa sakit yang tajam menusuk hati Kaivan, begitu menyakitkan hingga dia hampir tidak bisa berdiri tegak. Dia sepertinya sudah benar-benar kehilangan Adeline."Adel ...."Kaivan mengulurkan tangan untuk memegang tangan Adeline, tetapi Adeline mengerutkan kening dan mundur dua langkah. Ujung jarinya menyentuh ujung gaun Adeline dan dia secara naluriah mencoba meraihnya, tetapi gagal."Kaivan, sebaiknya kita pisah baik-baik. Berhentilah menggangguku. Jangan saling menyiksa lagi."Setelah Adeline pergi, Kaivan terpaku di tempat untuk waktu yang
Adeline mengangguk. "Emm. Selama kamu nggak muncul di hadapanku, aku nggak akan ucapkan kata-kata itu lagi."Kening Kaivan berkerut ketika melihat ekspresi acuh tak acuh Adeline."Adeline, aku tahu kamu masih marah gara-gara masalahku dengan Lesya. Sekarang, aku sudah benar-benar putuskan semua hubungan dengannya, juga nggak akan menemuinya lagi. Semarah apa pun kamu, amarahmu seharusnya juga sudah reda."Adeline merasa agak kesal. Dia sudah berkali-kali menekankan bahwa mereka sudah putus dan apa yang terjadi antara Kaivan dengan Lesya tidak ada hubungannya lagi dengan dirinya. Kenapa Kaivan masih tidak mengerti?"Terserah kamu.""Aku benar-benar nggak akan selingkuh lagi. Jangan merajuk lagi, oke?"Kaivan sudah memutuskan hubungan dengan Lesya seperti yang diminta Adeline. Sampai kapan Adeline akan terus begini? Adeline memalingkan wajah dan menyahut, "Kamu mau selingkuh atau nggak bukan urusanku. Terserah kamu juga mau cari Nasya, Tasya, atau siapa saja. Oh iya, ada yang mau kutany
Sejak Adeline datang, Shinta sudah menahan amarahnya. Tak disangka, Adeline malah bersikap makin menjadi-jadi dan berulang kali mempermalukan mereka. Jika situasi seperti ini berlanjut, dia pasti akan muntah darah saking marahnya!Adeline mengangguk. "Bu Shinta, yang kamu bilang benar. Aku memang sengaja mau buat kalian nggak senang. Gimanapun, kalian yang duluan buat aku nggak senang dengan memaksaku datang untuk makan."Shinta benar-benar tidak ingin bertemu dengan Adeline lagi. Saat mengingat bahwa orang yang begitu dibencinya adalah putri kandungnya, dia merasa sangat jengkel. Dia pun berdiri dan hendak pergi. Namun, Delon menatapnya dengan dingin dan berujar, "Duduk! Tamu masih ada di sini, tapi kamu malah mau duluan meninggalkan meja. Mana sopan santunmu!"Shinta berdiri mematung selama beberapa detik sebelum akhirnya berhasil menahan amarahnya dan duduk kembali.Adeline makan beberapa suap makanan dengan cepat, lalu hendak pergi. Namun, Delon tiba-tiba berkata, "Adeline, aku su