Share

BAB V Perpisahan

"Sudah tak usah bersedih, kalian masih bisa saling berhubungan dengan Ponsel kan? ayok ikut aku." Cheng Zheng, mencoba menyemangati ku, dan mengajiku pergi.

"Ke mana." tanyaku.

"Malam ini, adikku mengadakan pesta di rumahnya. Ia merayakan pesta ulang tahunnya. Jadi kita harus membeli kado dan pakaian untuk kita berdua malam ini." Cheng Zheng, pun mengajak ku pergi ke sebuah toko besar.

Kami pun melihat-lihat sendal saat itu.

"Bagaimana, apa kau suka?" tanyanya padaku sambil memasangkan sendal heels Ke kakiku dan ternyata pas sekali.

Aku pun tersenyum melihat, betapa perhatiannya ia padaku.

Setelah berbelanja, kami pun bersiap-siap menuju rumah adiknya Cheng Zheng.

Ketika sampai, betapa mewah dan besarnya rumah itu, aku kagum melihat betapa kayanya keluarga Cheng Zheng, 

"Ini rumahnya Zhen You," tanyaku sambil melihat megahnya rumah ini.

"Iya, ayok" Cheng Zheng menggandeng tanganku.

"Cheng Zheng" teriak seseorang yang berlari ke arah kami ternyata adik Cheng Zheng.

"Hai dik, berhentilah! kau bocah nakal yang tak tau malu" Cheng Zheng merasa malu seketika itu.

"Kau, tak datang menemuiku setelah kau pindah." tanyanya pada Cheng Zheng.

"Aku sibuk" jawab Cheng Zheng.

Tatapan Zhen You, melihat kami bergandengan tangan, sedikit tak suka degan ku, karena aku bukanlah dari kalangan orang kaya.

"Jika kutahu, kau orang yang tak tahu berterima kasih. Harusnya ku dengarkan ibu dan memberangkatkan dirimu! lebih awal ke Amerika." cetusnya Zhen You saat itu.

"Eh... Setidaknya aku sudah datang ke sini sekarang." tangan Cheng Zheng, berusaha menutupi mulut adiknya itu.

Tak lama mereka berdua tertawa bersama, dan Zhen You, memanggil seseorang yang sontak membuat ku kaget.

"Shen Juan." panggil Zhen You

Ia adalah Shen Juan, lelaki yang pernah menyukai ku waktu di aku berkerja di perpustakaan.

Sontak aku dan Cheng Zheng, pun kaget melihat bahwa Zhen You, dan Shen Juan. Berpacaran dan tinggal bersama di rumah ini.

"Ayok saatnya kita berdansa." Zhen You, mengajak Cheng Zheng berdansa bersama.

Aku pun pergi untuk mengambil minum dan melihat kakak, beradik itu berdansa.

"Ada apa, sekarang hari ini aku bahagia." tanya Zhen You, yang melihat wajah Cheng Zheng. Tak senang berdansa dengannya.

"Apakah, kau harus berdansa denganku?" gumam Cheng Zheng.

"Apa kau enggan, berdansa dengan adikmu sendiri?" 

"Kau, bisa pilih orang lain kan?"

Cheng Zheng, merasa sangat tak suka berdansa saat itu, ia tak tega meninggalkan kan ku sendri.

"Mengapa, kau memilih Shen Juan, menjadi pacarmu? apa tak ada lelaki lainya?." Cheng Zheng, yang mulai awal tak suka degan Shen Juan, menayangkan mengapa adiknya bisa berpacaran dengan lelaki seperti itu.

"Itu, bukan urusan mu! aku sekarang sudah besar aku berhak memilih pasangan ku. Dan aku yang mau padanya."

jawab Zhen You, membela dirinya.

"Jadi, apa kau pikir ia menyukai dirimu atau uang mu? tanya Cheng Zheng, degan sedikit kesal pada adiknya.

"Kau katakan saja, apa Sun Yi-jung, menyukai pria seperti mu? atau uangmu?." Zhen You, membalikan pertanyaan Cheng Zheng.

Cheng Zheng, menahan emosi seketika itu. Karena ia tahu tempat itu ramai rawut wajah Cheng Zheng, pun berubah memerah marah pada adiknya. Ia mendekatkan wajahnya lalu membisikan sebuah kata pada adiknya.

"Sun Yi-jung, tak seperti gadis lainnya, ia tak pernah meminta uang padaku atau barang-barang mahal, jadi jangan sekali-kali kau! mengatakan hal buruk tentangannya lagi. Kalau kau ingin masih ingin menjadi adikku!." 

Zhen You, hanya tersenyum mendengar perkataan kakaknya itu, ia tau bahwa Cheng Zheng sangat mencintai ku.

Aku pun berdiri sambil memegang segelas minuman. Tak lama Shen Juan, mendatangi ku.

"Apa kau... Sangat terkejut? melihat ku dan Zhen You."

"Zhen You, gadis yang baik dan cantik. Selamatya, aku sama sekali tidak terkejut."

sahutku dengan tersenyum.

"Terima kasih, bahkan jika ia tak baik. Itu bukanlah hal yang penting, aku akan tetap menikahi wanita bernama Zhen You, nama keluarganya dan ayahnya sangat baik. Selebihnya tak penting bagiku." perkataan Shen Juan, sangat ku mengerti ia hanya menilai Zhen You, dari harta saja.

"Tapi aku berharap, kau tak akan pernah menyakitinya." jawabku padanya dengan, nada yang sedikit mencekam.

"Tidak ada yang akan tersakiti, hanya saja dia dan aku. Berasal dari dunia yang berbeda, hal yang ia inginkan bisa ia dapatkan kapan saja. Hal yang aku inginkan dia tahu soal itu." sambil menghela napas Shen Juan, menjelaskannya.

"Mengapa, kau mengatakan ini pada ku?" tanyaku karena topik pembicaraan kami, tak sealiran.

"Karena kau temanku, dan kurasa kau dan aku punya banyak kesamaan." jawabannya dengan senyuman tipis.

"Kita tak sama." cetus ku langsung mengentikan pembicaraan yang tak penting itu.

"Oh... Iya kau benar kita tak sama." sahutnya sambil tersenyum dan kembali mengambil minuman.

Aku merasa Shen Juan, masih masih merasa kesal padaku. Sebab ia tau hubungan ku dengan Cheng Zheng saat kami ke kuil Buddha dulu.

"Mari, kita pulang!" Cheng Zheng lalu menarik tanganku mengajak ku pulang.

"Mengapa, cepat sekali apa kau sudah selesai berdansa?" tanyaku

"Kita akan pulang larut malam nanti, jadi bersiaplah kita pulang sekarang!" jawabnya.

Kami berdua pun pulang, ketika telah di depan pintu keluar. Hujan turun dengan derasnya.

"Ini hujan bagaimana kita pulang." 

"Ini aku bawakan payung, ayo!" 

"Ayo.... Eh... Sayang sekali jika sepatu ini terendam air hujan. Aku mau melepaskannya dulu." ujar ku sambil membuka sepatu yang baru di beli Cheng Zheng, tadi."

"Ayo... Ku gendong saja kau di punggung ku, kau pegang payung saja."

Cheng Zheng, pun menggendong ku di tengahnya hujan lebat malam itu.

"Kau memang berubah drastis menjadi lebih berat, serasa aku tak kuat menggendong ku lagi." tanyanya padaku sambil tertawa.

Kami berdua pun, tertawa saat itu. Ia menggonggong ku sambil berlari sangat kencang.

"Cheng Zheng, mengapa kau tak pernah menyerah padaku?" 

"Aku khawatir, jika aku menyerah dan pergi jauh dari mu. Tak ada yang bisa menerima temperamen buruk mu."

Aku pun membisikan sesuatu ke telinga Cheng Zheng.

"Jadi, apa kau akan menikah denganku?"

"Apa, aku tak mendengar perkataan mu?"

"Apa, kita akan menikah?" aku pun berteriak saat itu.

Cheng Zheng, tertawa mendengar ku berteriak seperti itu, karena ia tahu aku tak pernah melakukan ini.

"Sun Yi-jung, aku berjanji tak akan meninggalkan mu. Seumur hidupku! aku menggendong isteri ku pulang ke rumah." sahutnya, yang membuat ku bahagia.

Keesokan paginya, di tempat kerjaku paman Wu datang menemui mu.

"Paman," sapa ku pada paman Wu.

"Sun Yi-jung, kau sudah datang. Ibumu...  di diagnosis menderita kanker serviks, tapi kau tak usah khawatir, kondisinya sudah bisa terkendali. Pada saatnya operasi mendesak memang diperlukan, itu butuh biaya banyak, 180 Yuan. Bagaimana aku bisa memperoleh uang sebanyak itu? jadi aku telah menggelapkan uang dari perusahaan."

"Apa paman, telah berhenti berkerja?"

"Iya, pabrik garmenya telah di tutup. Tapi keluarga Cheng Zheng, telah membeli sebuah pabrik di dekat rumah kita. Dan dalam pabrik mereka memberikan ku pekerjaan. Dia tak mengijinkan aku memberitahukan mu."

"Jadi kau mengatakan, uang yang paman ambil adalah milik keluarga Cheng Zheng?"

Paman Wu, pun mengangguk kan kepalanya, aku pun merasa sedih saat ini, karena paman Wu telah menggelapkan uang dari keluarga Cheng Zheng.

Aku pun berusaha meminjam uang ke sana, sini untuk biaya pengobatan ibuku. Tapi tak ada satupun temanku yang mempunyai uang sebanyak itu.

Aku pun putus asa, seketika itu aku tak mau merepotkan Cheng Zheng, lagi aku berusaha sendiri mencari jalan keluar untuk keluarga ku.

Aku pun teringat pada Shen Juan, aku mencoba menghubunginya dengan rasa sedikit takut dan malu.

"Halo Shen Juan, aku ingin berbicara pada mu."

"Halo Sun Yi-jung, iya ada apa."

"Apa... kau punya uang sebesar 180 Yuan aku membutuhkannya, untuk pengobatan operasi ibuku saat ini." dengan penuh keraguan. Aku memberanikan diri untuk meminjamnya.

"Ada, nanti aku kirim lewat. Rekening saja, kau kirim lewat SMS saja." 

"Baiklah, terima kasih Juan."

Telpon kami pun terputus, aku merasa sedikit lega, namun aku tahu jika Cheng Zheng, mengetahui ini ia akan memarahi dengan habis-habisan. Tapi itu bisa ku tangani nanti, yang terpenting adalah ibuku.

Aku pun pulang pada saat malam telah tiba, dan aku melihat Cheng Zheng, sedang bermain game dan menyapa ku.

"Halo, mengapa kau pulang telah malam tiba?" 

Aku pun hanya tersenyum, dan ke dapur untuk menaruh sayuran yang ku beli tadi.

"Tadi teman sekamar mu Bao Xiaoqing, menelepon mu. Ada sesuatu yang terjadi pada keluarganya, dan ia tak bisa meminjamkan mu uang, dan uangya sudah tak tersedia." Cheng Zheng, pun telah mengetahui keadaan ibuku. Dan ia tahu aku membutuhkan banyak uang saat ini.

Cheng Zheng, datang ke dapur dan mencium pipiku. Ia berusaha menyemangati ku agar aku tak terlalu bersedih.

"Aku, telah menelpon paman Wu. Awalnya ia menolak mengatakannya untuk masalah sebesar ini. Seharusnya kau memberitahukan aku sebelumnya." 

Aku pun terdiam, dan hanya bisa menghela napas. Mendengar perkataan Cheng Zheng, yang telah mengetahuinya, aku pun pergi ke ruang tamu, untuk menenangkan pikiranku.

"Ini 300 ribu Yuan, berikanlah pada paman Wu, biarkan ia membayar penggelapan uang yang telah ia ambil." Cheng Zheng, memberikan aku sebuah bingkisan besar, yang berisikan uang.

"Cheng Zheng, aku sudah meminjam uang."

dengan sedikit keraguan aku mengatakan bahwa aku telah meminjam uang, aku tak ingin merepotkan Cheng Zheng, dengan kekurangan ku.

"Siapa yang meminjami mu yang, teman mu yang mana? yang bisa meminjamkan uang sebanyak Itu? kau harus katakan itu padaku!" Cheng Zheng, memberikan banyak pertanyaan.

Inilah yang kutakuti, pertanyaan semua itu membuat ku merasa serba salah, aku tau jika aku mengatakannya ia akan marah, jika aku berbohong ia pasti lebih marah, dan akhirnya akupun jujur.

"Shen Juan." dengan penuh keraguan, aku mengatakannya.

Sontak Cheng Zheng, pun terdiam dan menahan amarahnya, aku tahu, Cheng Zheng, tak pernah menyukai Shen Juan.

Cheng Zheng, menarik napasnya dengan panjang.

"Dengan masalah sebesar ini, kau tak bertanya padaku dulu? apa kau masih menggapku sebagai pacar mu? apa aku sesuatu kesalahan besar bagimu?" 

"Cheng Zheng... Cheng Zheng... Dengarkan aku, bukannya aku tak mau memberitahukan mu. Tapi aku tak ingin merepotkan mu terus menerus." aku mencoba menenangkannya.

"Paman juga mendapatkan, pekerjaan hanya karena dirimu. Sekarang pembukaan perusahaan mendapatkan masalah, aku tak boleh menggunakan uang mu. Untuk membuat lubang pemisah lagi." aku terus membuatnya agar mengerti kesusahan ku.

"Tapi mengapa kau, malah meminjam uang dari Shen Juan?" ia berteriak ke arah ku dengan emosi yang tak tertahankan lagi.

"Aku menelponnya, dan meminjam uang kepadanya. Karena ia dan aku adalah sama, seperti yang kita tahu. Betapa separahnya kemiskinan kami berdua...." Cheng Zheng, mengentikan pembicaraan ku.

"Jangan jelasnya, lagi padaku!" ia pergi berlalu dan membawa bingkisan uang itu.

Ia menabrak ku, lalu menutup pintu dengan sangat kuat. Itulah dia aslinya ketika sedang marah ia tak mempunyai akal sehat lagi.

Ternyata Cheng Zheng, menemui Shen Juan malam itu.

"Shen Juan... Shen Juan... "Teriakan Cheng Zheng, di dalam rumah Shen Juan, ia melemparkan uang tersebut di depan wajah Shen Juan, yang baru selesai mandi.

"Mulai sekarang, jauhi Sun Yi-jung, menggunakan uang dari seorang wanita berlagak seperti. Casanova tak ada gunanya, selain kau!" Cheng Zheng, meleparkan kembali bingkisan uang itu.

Shen Juan, hanya tertawa melihat tingkah laku, Cheng Zheng, yang tak bisa menahan emosinya.

"Aku telah mendengar keluarga Cheng, sedang ada bisnis besar. Hari ini akhirnya aku telah menyaksikannya dengan pelunasan ganda. Tapi jumlah tambahannya ambilah kembali. Karena Sun Yi-jung, lah yang ku bantu..." sambil memungut uang di lantai dan memberikan sisanya.

"Pacarku tak membutuhkan bantuan mu." teriaknya pada Shen Juan.

"Tapi saat ini, ia membutuhkan bantuan itu. Dia yang mendatangiku bukan kau!" Shen Juan, pun meneriaki kembali Cheng Zheng.

Cheng Zheng, pun melemparkan uang berada di tangan Shen Juan, uang itu berhamburan di atas mereka berdua seketika itu, Cheng Zheng, pun pergi dengan penuh kemarahan saat itu.

Aku hanya bisa menunggu kabar Cheng Zheng, aku berdiri di depan jendela dan memikirkan bagaimana keadaan Cheng Zheng, saat ini.

Tak lama Ponsel ku berdering, aku berharap itu dari Cheng Zheng.

"Halo" 

"Sun Yi-jung, apa kau akan kesini, Cheng Zheng, ada di sini bersama kami." telpon itu ternyata dari Song Ming.

"Kalian berada dimana? 

"Kami berada di bar, yang pernah kita pakai waktu acara kelulusan."

"Baiklah, aku kesan sekarang."

"Ayok gendut minumlah lagi,"

Di bar ternyata ada Meng Xue, yang menemaninya minum.

"Kau sudah terlalu banyak minum, kau harus berhenti." ujar Meng Xue menghentikan Cheng Zheng, yang sudah mabuk parah.

"Minumlah gendut!" Cheng Zheng, memberikan segelas minuman lagi kepada Song Ming.

"Lain kali kita akan minum lagi, gendut hentikan dia. Jangan biarkan ia minum lagi ini sudah terlalu banyak." Meng Xue, berusaha menyadarkan Cheng Zheng.

Aku pun datang dan melihat perbuatan Cheng Zheng, yang memaksa Song Ming, untuk minum lagi, serentak mereka semua terdiam melihat kedatangan ku.

"Baiklah aku minum" Cheng Zheng, tak mempedulikan kedatangan ku.

"Meng Xue, ayo minumlah!" Cheng Zheng, mencoba menggoda Meng Xue, dan membuatku cemburu dengan hal itu.

"Cheng Zheng, ini sudah larut malam pulanglah! ayok bersamaku." aku mencoba mengajaknya pulang.

"Kau, tak butuh aku untuk menyelesaikan masalahmu. Masalahku juga bukan urusan mu!" gumam Cheng Zheng, dan terus meminum.

Aku pun meraih gelas yang hendak ia minum, dan mencoba untuk mengajaknya pulang lagi.

"Jangan, bertingkah seperti ini! semua bisa di bicarakan ketika kita sudah pulang." aku meraih tangannya dan mengajaknya pulang lagi.

"Aku tak mau pulang."  ia memukul meja dan menerikai ku, laku ia memeluk Meng Xue, agar aku cemburu.

"Nanti tolong bantu dia pulang lebih awal, agar ia tak banyak minum lagi!" aku pun pergi meninggalkan mereka di sana.

Song Ming, menggankukkan kepalanya. Cheng Zheng, yang melihat ku pergi langsung melepaskan pelukannya pada Meng Xue.

Cheng Zheng, pun keluar dari bar dan di ikuti oleh Song Ming, dan Meng Xue.

"Cheng Zheng, apa maksud mu tadi? kita pernah menjadi teman sekelas! kau bisa memilih untuk tidak suka padanya.  Tapi kau tak boleh tidak menghargainya, seperti itu apa kau mengerti? Song Ming, mendorong Cheng Zheng, dengan emosi melihat perlakuannya tadi.

"Ini bukan urusan mu." sahut Cheng Zheng.

"Apa maksud mu?" jawab Song Ming.

Mereka pun berkelahi.

"Kalian berdua hentikan itu. Song Ming, ayo kita pulang saja!" Meng Xue, melarai perkelahian mereka, dan mengajak Song Ming, untuk pulang.

"Cheng Zheng, aku baru menyadari malam ini. Kau sesungguhnya pria yang menyedihkan, ketika seorang gadis mengetahui orang yang dia cintai berubah menjadi orang menyedihkan. Bukankah itu pertanda ia tak mencintai orang itu lagi?" itulah perkataan terakhir dari Meng Xue, ketika ia meninggalkan Cheng Zheng.

Cheng Zheng, pun terdiam mendengar perkataan Meng Xue, ia pun pulang dengan taxsi.

Di rumah aku menunggu kepulangan Cheng Zheng, aku berusaha menghubungi ponselnya namun tak mau di angkat.

Tak lama Cheng Zheng, pun pulang dalam keadaan mabuk parah. Ia langsung duduk di kursi ruang tamu.

Aku mendekatinya, dan mencoba menjelaskan semuanya. Dan memberikan ia selembar kertas yang berisi hutangku.

"Aku berhutang padamu sebesar 300 ribu Yuan, ini adalah hutangku."

Cheng Zheng, mengambil dan melihat sebentar lalu merobek-robeknya dam berteriak.

"Sun Yi-jung, bagaimana kau bisa melunasi yang kau hutang di hati ini? bicaralah." Cheng Zheng, menarik ku dan merobek baju ku dan menindih ku dengan kasar.

"Apa kau tahu, aku paling benci saat kau diam seperti batu!" ia pun terduduk dan memukuli kursi yang kami duduki.

Aku pun, yang terbaring tadi langsung memeluknya dengan perlahan menenangkan emosionalnya. 

Dan perlahan aku membuka bajuku, yang sudah setengah robek itu, ia menangis di pelukan ku, lalu aku mencium bibirnya.

Ia pun melepaskan ciumanku, aku terdiam melihat tangisannya yang menjadi-jadi.

"Sejak sekolah dulu, pertama kali aku bertemu dengan mu sampai hari ini. Sudah beberapa tahun. Bagaimana pun juga kau masih tak mencintaiku." ia berbicara sambil menatap ku dan menangis.

Aku pun terdiam, tangis ku pecah mendengar perkataannya.

"Lupakanlah, mari kita berpisah!" itulah kata terakhirnya, dan meninggalkan ku sendirian.

Keesokan paginya, Song Ming menghubungi ku.

"Halo, aku Song Ming, kau berada di mana Sun Yi-jung, Cheng Zheng, akan terbang ke Amerika jam 4! kau masih bisa menemuinya jika kau bergegas kesini! 

Aku pun langsung menutup telpon itu. Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataannya Song Ming, dan aku tak mungkin akan bertemu dengannya karena ia masih marah padaku.

Ketika di dalam pesawat Cheng Zheng, masih menunggu kedatangan ku, dan ia masih mengecek ponselnya berharap aku menghubunginya.

"Tuan Cheng, kabin penumpang dan kru telah siap. Boleh aku tahu apakah kita bisa berangkat sekarang?" tanya salah satu petugas pesawat pada Cheng Zheng.

"Tunggu sebentar." ucap Cheng Zheng, sambil memeriksa ponselnya.

"Tak masalah."

Aku pun berdiri di depan, kaca perpustakaan dan merasa bingung harus menghubungi Cheng Zheng, atau tidak."

Cheng Zheng, pun mendapat pesan dari ku.

[Bagian pertama pembayaran, telah ku kirim ke rekening Bank mu, aku akan kirimkan tiap bulan secara tepat waktu selama 2 tahun pada mu. Semoga perjalanan mu ke Amerika menyenangkan] 

Dengan wajah sedikit kecewa Cheng Zheng, langsung mematikan ponselnya.

"Ayok, kita berangkat!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status