Share

BAB III Pertemuan yang tak diinginkan

Aku pun melepaskan ciuman Cheng Zheng, dan pergi ke dalam mobil saat itu. Cheng Zheng terdiam melihat ku.

Shen Juan, melihat ku dan Cheng Zheng, sedang berciuman tadi, sontak wajahnya berubah menjadi merah menandakan ia sedang marah.

Zang You, yang melihat kami tadi langsung mengalihkan pandangan Shen Juan, dan memberikannya sebotol minuman dingin.

Kami pun pulang dan mampir di sebuah warung makan, di sana Cheng Zheng meminum minuman keras.

"Minumlah! Sun Yi-jung" tawarnya pada ku.

"Aku tak bisa minum" aku menggunakan nada pelan agar ia tak marah pada ku.

"Ini anggur pertama yang ku tawarkan padamu...!" cetusnya padaku.

"Biar aku yang minum, ia tak bisa minum!" potong Shen Juan yang hendak menggantikan ku untuk meminum anggur itu.

"Ini antara aku dan dia, kau tak boleh minum untuknya" cetus Cheng Zheng.

Aku pun mengambil gelas yang terisi penuh anggur itu dan meminumnya.

"Sun Yi-jung! hentikan itu!" seru Sen Juan dan mengambil gelas yang telah ku habisi airnya.

"Apa kau puas sekarang?" tanyaku padanya

"Tidak" dengan suara lantang Cheng Zheng.

"Aku juga ingin tahu kenapa malam itu?  setelah kau menciumku. Kau tak menghubungi ku lagi?" ucap Cheng Zheng yang sudah mabuk tanpa ia sadar apa yang ia katakan.

Shen Juan, sedikit terdiam mende perkataan Cheng Zheng pada malam itu.

Aku pun berusaha agar ia tak terus bicara menendang kakinya, agar ia tak berbicara yang tidak-tidak.

"Kenapa kau menendang kakiku, aku tak berkata salah kan?" cetus Cheng Zheng dengan senyuman sinis.

"Saat aku bersama Sun Yi-jung, aku tak pernah tanyakan mengapa?" sahut Sen Juan yang sedari tadi hanya diam.

"Sun Yi-jung, kau sungguh menyimpan sesuatu..." sahut Cheng Zheng.

Aku merasa pusing malam itu, karena aku tak pernah meminum anggur sebelumnya dan aku pun tertidur di meja makan malam itu.

"Sun Yi-jung, kau kenapa?" suara Sen Juan panik saat itu.

"Biar ku antar pulang saja kau!" tambahnya sambil membangunkan ku.

Cheng Zheng, pergi dan membawa banyak botol anggur lagi di meja, Sen Juan yang melihatnya hanya terdiam.

"Apa kau mau minum ini untuknya?" Cheng Zheng memberikan satu botol minuman ke pada Sen Juan.

"Ini sudah tak perlu lagi" jawab Sen Juan menolak ajakan Cheng Zheng untuk minum bersama.

Mata Cheng Zheng memerah seketika itu, ia pun menghabiskan semua botol minuman malam itu tak terhitung berapa botol yang ia minum malam itu.

Tiba-tiba aku menginggo memanggil nama.

"Cheng Zheng!"

 Cheng Zheng!"

Sen Juan, terdiam sejenak melihat ku menyebutkan nama Cheng Zheng, aku tau ia menyukai ku. Namun aku tak bisa membalas cintanya karena aku masih berharap pada Cheng Zheng, cinta ku waktu SMA.

"Apa kau tau? aku adalah cinta pertamanya di SMA, tapi ia meninggalkan ku di malam pertama kami jadian!" ucap Cheng Zheng pada Shen Juan.

Shen Juan tak menanggapi omongan Cheng Zheng, yang tengah mabuk parah malam itu, Shen Juan, merasa telah di permainkan hatinya oleh ku padahal. Aku tak pernah memberikan ia harapan apapun. Aku tau ia menyukai ku namun aku tak pernah merespon itu semua.

Keesokan harinya aku pun seperti biasanya, berkerja di perpustakaan aku pun bertemu dengan Shen Juan, namun ia tampak berbeda hari ini, ia biasanya tersenyum namun ia sekarang acuh dan tak mempedulikan ku lagi.

"Sen Juan," aku mencoba memangilnya, namun ia langsung pergi dan meninggalkan ku, aku mencoba mengejarnya.

"Ada apa?" tanya ku padanya.

Ia melihat ku dengan tatapan dingin, tatapan itu tak pernah ia perlihatkan sebelumnya pada ku. Namun hari ini ia memberikan aku tatapan dingin itu.

"Di satu sisi aku ingin tinggal, di sisi lain aku ingin hidup damai dan tenang bersama dirimu, maukah kau menerima?" jawabnya padaku 

Aku tak bisa menjawab pertanyaan itu, aku terdiam.

"Di saat kita berhadapan dengan bujukan. Materialistik, sulit untuk tidak terpengaruh" cetusnya saat itu, ia tak pernah berkata kasar sebelumnya namun hari ini aku mendengarnya.

Aku menjatuhkan air mata ku, perkataannya sungguh membuat ku sakit.

"Bagaimana kau bisa melihat aku, seperti itu?" tanya ku.

"Apa aku salah? apa kau berani mengatakan. Kau tak punya perasaan apa-apa pada Cheng Zheng, " sahut Sen Juan.

Aku hanya terdiam, dia pun tersenyum sinis dan berkata lagi.

"Itulah sebabnya, yang di namakan hidup damai dan tenang. Hanya sekedar ucapan" ucapnya dan pergi meninggalkan ku.

Aku pun pergi mendatangi Apartemen, Cheng Zheng saat itu juga.

"Kita sudah ketemuan kemarin, sekarang kau merindukan ku lagi?" tanya Cheng Zheng dengan kegeeran.

"Cheng Zheng, kau berengsek!" ucapku sambil memukulnya menggunakan tas ku.

"Kau suruh bilang apa Zheng Yuan, terhadap Sen Juan?" teriak ku pada Cheng Zheng.

"Apa... Bilang apa?" sahutnya pada ku.

"Jangan pura-pura! kau dan adikmu kerja sama untuk menjebak ku?"

"Aku tidak berpura-pura, aku tak tahu apa yang kau bicarakan!" Cheng Zheng kebingungan mendengar pertanyaan ku.

"Mengapa kau selalu, mengganggu hidup ku? kapan kau tak mengganggu aku?"

"Aku mengerti apa kau dan Sen Juan...?"

Aku langsung memukuli Cheng Zheng, dengan tangan ku, ia mencoba untuk menghentikan kan ku dan, mendorong ku ke tembok. Dan memegangi ke dua tangan ku sehingga aku tak bisa memukulnya.

Wajahnya semakin dekat menatap ku, hidungnya pun sudah bersentuhan dengan hidung ku. Kemudian ia mencium ku untuk yang ke 2, kalinya.

Itu terjadi cukup lama hingga aku sadar dan melepaskan ciumannya. Ia pun hanya terdiam melihat ku.

"Sun Yi-jung, aku tak tau apa yang terjadi di antara kau dan, Sen Juan. Tapi ku beritahu aku tak ada kaitannya dengan masalah ini!" jelasnya padaku.

"Tak ada kaitannya dengan mu? sebelum kau muncul kehidupan ku baik-baik saja,"

"Benarkah? selama ini apa kau tak pernah ingin bertemu dengan ku lagi?" Cheng Zheng mengatakan hal yang selalu membuat ku binggung.

"Tidak" aku pun berbohong seketika itu?

"Tidak" dengan suara yang tak percaya.

"Jadi saat aku datang menemui mu. Mengapa kau tampak senang?" Cheng Zheng, mencoba agar aku bisa berkata jujur.

"Aku tidak begitu" aku mencoba mengalihkan pembicaraan saat itu.

"Setelah kau mabuk. Mengapa kau memanggil-manggil nama ku?"

"Omong kosong" aku kaget karena aku tak ingat kejadian ketika aku mabuk.

"Kalau kau tak percaya, kita bisa tanyakan bersama-sama ke pada Sen Juan," 

"Cheng Zheng, kau memang seperti itu. Kau datang begitu saja ke sekolah mencari ku tanpa tujuan yang jelas, cuma menuruti kata hati, kau selalu suka memaksa. Kau telah memaksa ku dengan pengaruh mu, sejak waktu kau mengajariku di SMA,!" aku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan agar tak membahas Sen Juan lagi.

"Itu karena aku, menyukai mu." ia berteriak di telinga ku.

"Kau menyukai ku? lalu aku harus menghormati mu?" cetus ku dan senyuman sinis.

"Jika kau tak suka pada ku. Mengapa kau dulu mencium ku? mengapa kau pergi aku harapan? jika kau tak suka pada ku, mengapa kau tak menolak ku. Jadi aku bisa menghentikan diriku untuk mengharapkan mu!" Cheng Zheng bersuara sangat keras saat itu.

"Cheng Zheng, aku tak menyukai mu! aku membenci mu! teriak ku padanya, dan Cheng Zheng memukul dinding sangat kuat saat itu.

Tak ada yang dapat  membuatnya mengecewakannya, selain yang aku katakan! aku telah melupakan reaksi Cheng Zheng saat itu, tapi aku tahu dia tak berdiri dengan bodohnya di sana, seperti malam lalu. Mungkin setelah malam itu, dia akhirnya telah belajar untuk pelan-pelan melupakan gadis yang pernah dia cintai.

Yang membuatnya kecewa sangat dalam dan jauh dari hatinya. Dia sungguh tak datang lagi.

Aku pun pergi dari sana dan pulang menggunakan sepeda, aku berfikir apakah aku melakukan hal yang salah selama ini.

Tak lama... Sen Juan pun lulus kuliah. Ku dengar dia sudah berkerja di sebuah perusahaan besar. Setelah itu kami tak pernah berhubungan lagi, kehidupan kuliah ku, tampaknya akan kembali membaik.

"Selama kalian berlatih, yang paling penting adalah, menghubungkan teori yang telah kau pelajari di jelas dengan praktek, sesungguhnya." di tempat lain Dokter Mo Fu Ho, sedang memberikan sedikit materi agar ia bisa lolos menjadi seorang perawat.

"Kasur no 62, sudah masuk kemarin karena kecelakaan mobil." ucap salah satu perawat di sana.

"Zou Ziy, geger otak dengan kurangnya cairan di otak, kulit lebam, wajah terluka. Banyak luka lecet di tubuhnya, dan jaringan lunak luka memar" Mo Fu Ho, kaget seketika mendengar nama Zou Ziy, yang di sebutkan dokter, ia pun membuka gorden di sana, dan benar itu adalah Zou Ziy.

Dan akhirnya Mo Fu Ho, pun merawat Zou Ziy, di rumah sakit tersebut ia senang sekali karena bertemu lagi dengan lelaki pujaannya.

Setelah 2 bulan di rawat di rumah sakit. Akhirnya Zou Ziy bisa berjalan walaupun masih menggunakan tongkat.

Tahun ini ibuku memaksa ku beberapa kali untuk pulang. Jadi aku harus menolak kerja pada liburan kali ini, dan mempercepat pulang ke kota asal ku.

Ketika aku sampai di rumah, aku melihat ibuku sedang berada di jembatan dengan seorang pria, aku sedikit terkejut.

"Paman Wu adalah seorang akuntan di perusahaan pakaian di kota. Istrinya telah meninggal, ia tak punya anak. Tanggung jawab keluarga kita besar atau kecil, telah di bantu oleh paman Wu kadang-kadang. "

Ibu ku menjelaskan semuanya tentang lelaki tadi ia adalah paman Wu, kami bertiga pun duduk di meja makan bersama.

"Minumlah tehnya" ucap paman Wu dan memberikan ku segelas teh panas.

Aku dan ibuku berjalan-jalan di sekitaran rumah, dan ibuku memberi tahukan ku bahwa besok paman Wu akan melamarnya.

"Jika kau tida setuju, besok akan ku batalkan lamarannya!" ibuku meminta izin agar dirinya bisa menikah lagi, dan ada yang menafkahinya.

"Jika ayah masih di sini, dia juga pasti ingin ibu bahagia seperti ini!" ibuku langsung memeluk ku.

Aku melihat, senyuman bahagia terpancar dari wajah keriputnya ibuku. Aku tau ia bahagia ketika aku mengizinkannya menikah lagi.

Ibuku pun membawa ku jalan saat itu, langkah ku terhenti ketika aku melihat, Cheng Zheng, berada di sana dengan seekor anjing. Ternyata Cheng Zheng, telah merayu ibuku agar aku pulang dan ia menunggu ku di sana.

Ayah Cheng Zheng, ternyata adalah Bos ibuku, ia berkerja di pabrik pembuatan barang hias, yang di pimpin oleh ayah Cheng Zheng, di situlah Cheng Zheng, mengenal ibuku. Dan berteman baik pada ibuku.

Ketika malam hari aku sedang membuat sebuah kerajinan tangan, tiba-tiba Cheng Zheng, datang dan menemui ku.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku padanya.

"Pabrik barang hias, no 2 di dekat rumah mu, telah di beli ayahku. Dan aku membantunya di sini! untuk mengantarkan beberapa bahan." jelasnya pada ku, tangannya pun tak diam ia mengambil salah satu kerajinan tangan yang ku buat.

"Kau jangan buat masalah!" aku merebut kembali kerajinan tangan ku.

"Tampaknya kau kurang sehat? mungkin kau harus berhenti melakukan ini!" Cheng Zheng mencoba menghentikan ku berkerja dan menyuruhku beristirahat.

"Kau tak akan mengerti. Ini bisa menghasilkan uang." sahut ku.

"Kau, berapa banyak hasilnya ini?"

"Masing-masing harganya, 8,5 Yuan semalam bisa membuat 5, totalnya 42,5 Yuan"

"Itu sedikit sekali, begini saja ku beri kau 50 Yuan, kau berhenti melakukan ini dan bicaralah dengan ku. Bagaimana?"

"Cheng Zheng, kau punya uang? Menghasilkan 30 sampai 40 semalam bagimu, tak ada artinya sama sekali."

"Tapi bagi ku dan ibuku, ini berarti bisa hidup untuk 3 hari ini alasan mengapa, kita tidak ada yang harus di bicarakan." aku pun meninggalkannya sendiri.

Ketika tengah malam mengintipnya, ternyata dia masih mengerjakan, kerajinan tangan ku yang tak ku selesaikan semalam. Lalu aku meninggalkannya lagi hingga esok pagi.

Keesokan paginya, aku melihat Cheng Zheng tertidur di meja, ia pun kaget melihat kedatangan ku.

"Kau sudah bangun? nah aku bisa membuat 5" ucapnya dengan mata masih mengantuk, dengan memberikan kerajinan tangannya, pada ku.

"Apa kau pernah melihat kelinci?" tanyaku sambil melihat kelinci yang dia buat.

"Ngaur saja pertanyaan mu" ia tak begitu menghiraukan perkataan ku.

"Berapa jumlah telinga kelinci?"

"Jadi tak ada kelinci yang punya telinga 1?" ia malah berbalik tanya padaku.

Aku tertawa mendengar perkataannya, 

"Dan kelinci yang ini ia tak mau memiliki ekor?" semua kerajinan tangan yang di buat oleh Cheng Zheng tak ada yang sempurna.

"Hehe...hehe sebenarnya ekornya pendek" ia malah tertawa.

Aku memakluminya karena ia adalah, orang jaya jadi tak terbiasa membuat kerajinan seperti ini.

"Coba ku lihat tangan mu" aku meraih tangannya yang penuh luka karena gesekan bambu untuk membuat sebuah kelinci.

"Ah..  ini tak apa-apa" ucapnya.

"Apa kau sudah baca pikiran ku?" tanyanya pada ku.

"Terima kasih" jawab ku dengan memegang erat tangannya yang penuh luka.

"Berjanjilah! pergilah ke Beijing setelah kau lulus, dan tinggallah bersama ku!"

Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepala ku dan setuju untuk ikut dengannya ke Beijing.

"Kali ini kau tak akan lari lagi kan," senyuman itu terlihat jelas lagi, seperti senyuman di mana dia menyatakan perasaan, waktu akhir sekolah SMA.

Kami berdua pun tersenyum bahagia ia memelukku dengan hangat pagi itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status