Share

BAB IV Pergi ke Beijing

Kelulusan sudah dekat semua, berlarian mencari pemberhentian selanjutnya. Di kehidupan mereka dalam rangka ku untuk bertemu Cheng Zheng.

Aku telah mengirim lamaran pekerjaan ku ke Beijing seperti orang gila. Bagaimanapun  keinginan ku yang terdalam telah mengering, dan tanpa respon sama sekali.

"Tentang lamaran kerja mu di Beijing, bagaimana? apa ada kabar?" Mo Fu Ho, bertanya pada ku.

"Jika aku tahu? aku akan ikut mengikuti mu, mendaftar di Universitas kesehatan, lalu aku bisa tinggal di sekolah selama beberapa tahun." curhat ku pada sahabat SMA ku itu.

"Ayok, masukkan lamaran kalian ke sini!" teriak salah seorang di sana, dan banyak orang-orang yang memberikan lamarannya di sana.

"Tak apa! ada banyak lulusan, ada banyak juga yang kesulitan mencari pekerjaan. Benarkan?" Mo Fu Ho, menyemangati ku.

Tak lama suara Heandphone, Mo Fu Ho, berbunyi sebuah pesan.

[Aku ingin bertemu bertemu dengan mu] pesan dari Zou Ziy.

Mo Fu Ho, terdiam dan tersenyum bahagia ketika itu.

Malamnya mereka bertemu di sebuah pelabuhan kapal, mereka sedang berada di dalam mobil.

Ternyata Mo Fu Ho, selama ini telah merelakan harga dirinya di ambil oleh Zou Ziy. Mereka sedang melakukan hubungan yang tak harusnya mereka lakukan.

"Ah.... Ah..... Ah" suara letih keluar dari mulut Mo Fu Ho, seketika itu.

Mereka pun selesai melakukan hal tersebut tak selang berapa lama.

"Sebentar akan ku ambilkan di belakang" ujar Zou Ziy.

Ketika Zou Ziy, keluar dari mobil Ponsel Zou Ziy, berdering. Mo Fu Ho pun meraih ponsel itu dan ternyata itu dari pacar Zou Ziy.

"Lihatlah hujannya..." ujar Zou Ziy.

"Ini telepon mu!" ucap Mo Fu Ho sambil memberikan Ponsel Zou Ziy.

Rawut wajah Zou Ziy, pun berubah menjadi panik, Mo Fu Ho, hanya di jadikan sebuah alat pemuas nafsu oleh Zou Ziy, saat ini karena ia telah memiliki pacar.

Di kampus ketika Sun Yi-jung, berjalan pulang. Salah seorang temannya memanggilnya.

"Sun Yi-jung... Apa kau sudah dapat kerja?"

"Tidak" sahut ku.

"Aku mendapat wawancara di sini, apa kau mau mencoba?"

"Perusahaan apa?"

"Kebetulan tidak cocok dengan jurusan kita. Sesungguhnya seseorang yang ku kenal, yang memperkenalkan aku disini. Tapi karena aku pergi Studi di luar negeri, lowongannya tersedia maka aku berikan ini pada mu!"

"Apa itu di Beijing?"

"Sanghai!"

"Ahh.... Shanghai"

"Oh... ayolah, situasinya sudah serius sekarang, kau akan beruntung jika bisa dapat kerja! lupakanlah soal apakah itu di Beijing atau di Shanghai, untuk mu simpanlah! ini nomor teleponnya cobalah!"

Aku pun terdiam sejenak aku berharap itu tadi di Beijing.

Tak lama Ponsel ku berbunyi dan itulah yang ku tunggu-tunggu dari tadi.

"Hallo, Cheng Zheng..."

"Sun Yi-jung, di mana kamu? nomor ku tidak tersimpan, kau bahkan tak membalas SMS ku. Aku ada kabar bagus untukmu aku telah menemukan pekerjaan untuk mu di Beijing. Walau ini bukan jurusan mu, kalau kinerja mu bagus, kau punya kesempatan untuk lanjut." ujar Cheng Zheng, yang berharap sekali aku ke Beijing.

"Cheng Zheng, aku... Telah menemukan pekerjaan" sahut ku

"Bagus, perusahaannya ada di Beijing kan?"

"Di Shanghai"

"Apa kan aku meminta mu cari perusahaan di Beijing?"

"Aku sudah berusaha... Namun tak ada perusahaan yang mau menerima ku..."

"Selama aku bersedia mengajak mu. Siapa yang menyuruh mu melamar di Shanghai."

"Cheng Zheng, dengarkan aku jika aku melewatkan ini. Kelulusan ku akan tiba kau tahu betapa sulitnya cari kerjaan sekarang. Aku setidaknya menemukan tempat tinggal dulu."

"Bagaimana kau bisa seegois itu? kau tak pernah mempertimbangkan orang lain" suara Cheng Zheng, mulai kesal pada ku.

"Cheng Zheng..." ia pun mematikan Ponselnya.

Aku pun merasa serba salah saat ini, dan aku memutuskan untuk ke Beijing dan menemui Cheng Zheng, tanpa memberitahukannya. Aku bergegas pulang dan ke stasiun kereta untuk ke Beijing.

"Apakah masih ada tiket untuk ke Beijing? jika ada aku mau satu." tanyaku pada kasir di stasiun.

Ia pun memberikan aku satu tiket, aku pun langsung masuk ke kereta malam itu, baru kali ini aku memaksakan diriku untuk pergi sendiri ke Beijing, kota yang belum pernah sama sekali ku datangi.

Tak lama kereta pun jalan. Aku duduk di samping jendela kereta sambil membayangkan akan bertemu dengan Cheng Zheng, tak lama Ponsel ku berdering.

"Halo..." dan itu dari Cheng Zheng.

"Halo, kau di mana?" tanyanya padaku.

"Apa kau marah padaku? Aku... Sedang dalam perjalanan ke Beijing aku ingin menemui mu." aku memberitahukan padanya agar ia tak marah lagi dengan ku.

"Sun Yi-jung, aku sedang dalam perjalanan ke Shanghai sekarang"

"Hah?" aku pun kaget mendengar ia ke Shanghai.

"Hah apa, kau tak usah ke Beijing dan aku tak akan pergi ke Shanghai. Apa kita akhirnya akan terpisah? dimana sekarang kamu?" Cheng Zheng, terkejut mendengar ku ke Beijing.

"Aku akan singgah di Tai'tan" sahut ku

"Jadi kau turunlah di sana, dan aku akan mencari mu."

"Iya" aku tak menyangka ia akan menyusul ku ke Sanghai saat ini.

Pagi pun datang kereta ku telah sampai di Tai'tan aku pun turun dan menunggunya di sana.

Pagi di daerah ini sangat dingin, aku berbicara di dalam hati.

Aku pun duduk di atas koper ku menunggu Cheng Zheng datang, tak lama Ponsel ku berdering.

"Halo, apa kau sudah sampai? kamu ada di mana?" 

"Sayang... Lihatlah ke seberang" sebuah kereta berhenti di seberang jalan dan Cheng Zheng, telah pun turun dari kereta.

Ia pun berlari menuju arah ku, aku pun mengambil koperku dan berlari ke arahnya juga, setelah sekian lama akhirnya aku dapat bertemu dengannya lagi.

Tiba-tiba kereta melintas di rel seberang, yang di lalui Cheng Zheng,  seketika itu Cheng Zheng tak terlihat lagi.

Aku pun bingung, mencarinya ke mana-mana dan memanggilnya sekian lama aku mencarinya aku mulai cemas saat itu.

"Cheng Zheng... Cheng Zheng... Jangan main-main lagi! teriakku memanggilnya

"Sun Yi-jung" Cheng Zheng sudah berada di belakang ku.

Aku pun langsung memeluknya dengan erat, rindu yang lama terpendam akhirnya hari ini bisa terbalaskan.

"Akan ku katakan, walau kau di ujung dunia yang paling jauh aku tak akan melepaskan mu." bisiknya di tel ku.

Tak lama kami pun bergegas pergi dan mencari, tempat tidur untuk malam ini Cheng Zheng, memesan 1 kamar untuk kami berdua namun tempat tidurnya ada 2.

Kami pun langsung beristirahat di sana namun mata ku yang tadinya lelah dalam perjalanan. Seketika setelah  berada di kasur menjadi tak lelah, kasur Cheng Zheng, pun bersebelahan dengan kasur ku.

Cheng Zheng, pun gelisah tak bisa tidur juga ia terus melihat ku. Tak lama ia pelan-pelan mengambil bantalnya dan pindah tidur di kasur ku, aku pun bergeser sedikit menjauh darinya, namun semakin aku geser ia pun semakin mendekati ku.

"Cheng Zheng, kau kembalilah tidur! di kasur mu!" aku menyuruhnya untuk tidur di kasurnya lagi.

"Aku... Aku... Aku... Merasa kedinginan, " alasannya Cheng Zheng.

Aku pun berbalik membelakanginya.Tiba-tiba ia memelukku dari belakang.

"Apa yang kamu lakukan" aku sedikit terkejut.

"Tangan ku akan tetap disitu, tak akan ke mana-mana lagi" bisiknya di telinga ku.

Tangan Cheng Zheng, masuk ke dalam bajuku dan memegangi payudara ku. Tak lama tangannya mulai meremas-remas

"Ah...ah.... Jangan gerakan tangan mu" desahan ku.

"Aku... Aku... Hanya menghangatkan tangan ku" Cheng Zheng, meremas-remas payudara ku.

"Ah... Ah... Jangan di tarik! nanti kau akan merusaknya" Cheng Zheng mencoba membuka penutup payudara ku.

"Kenapa ini tak bisa di lepas..."

"Apa yang kamu lakukan? jangan di tarik! kau nanti bisa merusaknya" Cheng Zheng terus memaksa membukanya.

"Aku kepanasan..." Cheng Zheng, membuka celana dalamnya, dan menciumi leherku.

Aku pun mendorongnya dengan paksa agar ia menjauh dari ku.

"Cheng Zheng, apa yang kau lakukan, pakai lagi celana mu!"

Ia pun terdiam, dan salah tingkah saat aku mendorongnya.

"Aku... Aku... Aku... Kepanasan".

Aku menyelimuti kembali dengan selimut tebal.

"Jadi aku mau... Ambil celana ku." ucapnya sambil perlahan pergi dari kasurku.

"Kau pembohong!" aku mendekatinya dan mencium bibirnya, ia pun membalas ciuman ku.

Malam itu kami lewati dengan kebahagiaan yang tak ternilai.

Pagi yang cerah pun telah tiba, aku terbangun dari tidurnya lelap ku semalam. Bersama Cheng Zheng.

Aku melihatnya masih tertidur pulas di kasurku semalam, ku lihat dengan seksama raut wajahnya yang tampan dan aku berfikir. Mengapa ia bisa menyukai gadis seperti aku.

"Mengapa kau memandangiku begitu?" Cheng Yen ternyata telah bangun dan mempergoki aku sedang melihatnya.

"Tidak..." sahutku dan pergi untuk mandi.

Tak lama ada seseorang mengetuk kamar kami.

"Permisi..." ujar orang tersebut.

Aku pun membuka pintu dan ternyata, seorang pengantar makan.

"Aku tak memesan makan, mungkin kau salah kamar untuk ini." sahut ku.

"Aku yang memesan." Cheng Zheng, pun datang dan mengambil bingkisan tersebut.

"Ayok makan, aku tau kau belum makan dari kemarin jadi aku memesan sarapan untuk kita." kami berdua pun sarapan bersama pagi itu.

"Sampai kapan kita akan tinggal disini? uang mu akan habis hanya untuk menyewa hotel ini." tanyaku pada Cheng Zheng.

"Nanti kita tinggal di Apartemen saudariku saja! di sana tempatnya lebih nyaman dan besar." sahutnya pada ku.

"Kalau untuk tinggal disana aku tak mau, aku lebih baik pulang dan berkerja di Sanghai!"

aku menolak keras hal tersebut.

Cheng Zheng, terdiam mendengar penolakan untuk tinggal di Apartemen bersama saudarinya.

"Baiklah besok kita akan pindah ke sebuah rumah sewaan. Dan kita bisa tinggal bersama-sama, Mo Fu Ho, Zou Ziy dan Song Ming. Jadi kita tinggal beramai-ramai.

Aku pun tersenyum dan menyetujuinya, karena aku akan bisa bersama-sama dengan Mo Fu Ho.

Keesokannya kami pun sampai di rumah sewaannya Cheng Zheng, dan kami bersama-sama membereskan rumah.

"Kau bilang yang besar ini di depan, atau ini yang kecil?" sambil mengangkat barang Zou Ziy, bertanya pada Cheng Zheng.

"Yang besar kau taruh di ruangan tamu." sahut Cheng Zheng.

"Cheng Zheng, kau memang aneh. Kau tinggalkan Apartemen yang besar di rumahnya saudarimu, dan memilih loteng kecil dan sempit ini." tutur Zou Ziy, sambil mengipas kipas wajahnya.

Cheng Zheng, langsung memukul lutut Zou Ziy, yang tak ada rasa sopan ketika berbicara.

"Diamlah, aku telah berusaha keras untuk membujuk Sun Yi-jung, untuk pindah kesini. Karena ia tak mau tinggal di Hotel, ataupun di Apartemen adikku, jadi jangan bicara ngawur."

"Sun Yi-jung... Sun Yi-jung... Sun Yi-jung terus" ledek Zou Ziy.

Tak lama Ponsel Zou Ziy, berdering dan ia pun pergi untuk mengangkat telponnya.

"Sinyalnya lemah di rumah kumuh mu ini." Zou Ziy pergi ke luar.

"Orang tua mu, apa tidak memaksa mu untuk pergi ke Amerika lagi?" tanya Song Ming

"Siapa yang bilang mereka tak memaksa ku. Bisnis meraka sangat sibuk dan bagus sekarang, mereka telah memintaku untuk membantu pekerjaannya." sahutku.

"Jadi, apa kau punya rencana untuk pergi ke sana?" tanyanya lagi.

"Aku belum memutuskannya. Aku tunda dulu saat ini"

"Jika kau pergi ke sana,  bagaimana dengan Sun Yi-jung?" 

"Akan ku kemas, ia bersama ku" 

"Apa yang akan kau kemas, bersamamu?" tanyaku pada Cheng Zheng, yang mendengar sedikit pembicaraan mereka.

"Mau minum sup kacang hijau," tanyaku sambil membawa, beberapa mangkok sup kacang hijau.

"Aku mau... Aku mau... Aku mau..." sahut Cheng Zheng, dan Song Ming.

Mo Fu Ho, pun menayangkan keberadaan Zou Ziy. Dan mencarinya di luar sambil membawakan semangkuk sup kacang hijau.

Dan benar saja Zou Ziy, baru saja selesai mengakat telponnya, dan ia langsung ingin pergi.

"Minumlah, sup kacang hijau ini!" Mo Fu Ho memberikannya dan hendak menyuapi.

"Aku ada urusan mendadak, aku harus pergi sekarang." Zou Ziy pun berlalu begitu saja, namun tak lama ia kembali.

"Umm... Rasanya lumayan enak." Kembali untuk menyantap sup kacang hijau, lalu pergi lagi.

Mo Fu Ho, hanya terdiam melihat kekasihnya begitu, rasa kecewa Mo Fu Ho pun terlihat dari rawut wajahnya.

"Ada apa, kemana Zou Ziy, pergi dengan terburu-buru?" aku mendatangi Mo Fu Ho yang berdiri melihat sup kacang hijau Itu.

"ia ada urusan mendadak, jadi ia pergi dulu." sahut Mo Fu Ho.

Kami berdua pun kembali ke ruang tengah dan makan. Bersama-sama di sana, tak lama Ponsel Mo Fu Ho, berdering dan ternyata ada sebuah pesan dari Zou Ziy.

[Aku ingin bertemu di pelabuhan kapal kemarin, aku tunggu kau di sini!] isi pesan itu membuat Mo Fu Ho, senang sekali.

"Emm... Aku ingin keluar sebentar ada urusan di tempat aku berkerja. Nanti aku kembali lagi ke sini." MO Fu Ho, pun beranjak pergi segera.

Aku dan yang lainnya hanya mengangguk-anggukkan kepala.

Setibanya di pelabuhan kapal Zou Ziy, pun telah menunggunya di dalam mobil. Mo Fu Ho, pun langsung mengetuk kaca mobil.

Rawut wajah Zou Ziy, tak seperti biasanya ia seperti kebingungan.

Dengan penuh keraguannya Zou Ziy, pun mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Mo Fu Ho, sebenarnya aku ingin..."

sejenak ia terdiam.

"Kau ingin apa?" membuat Mo Fu Ho, bingung.

"Aku... Akan menikah dengan Cheng Jieji, minggu depan." sambil menunduk Zou Ziy, pun mengatakannya dengan penuh keraguannya.

Rawut wajah Mo Fu Ho, berubah wajahnya di palingkannya, ke arah lain seketika itu mereka berdua terdiam sejenak.

"Selamat" dengan wajah tersenyum terpaksa, Mo Fu Ho, mengatakan hal tersebut.

"Terkadang, aku berfikir terkadang kita lebih baik menjadi keluarga ini kau simpan saja" Zou Ziy, memberikan hadiah kecil sebuah gelang.

Zou Ziy, pun melihat ke arah Mo Fu Ho, dan membalas senyuman palsu itu. Namun kesedihan tak dapat di tahan Mo Fu Ho, air matanya terjatuh menetes satu demi satu.

" Apa kau tak marah, mendengarku akan menikah?" tanya Zou Ziy, sambil memeluk kekasih keduanya itu.

"Apapun, yang aku katakan tak akan mengubah semua situasi ini kan, kau akan tetap menikah. Aku bukan dari kalangan kaya, keluargaku bukan orang yang berada aku hanya di lahirkan sebagai gadis miskin dan bodoh."  pecah tangis Mo Fu Ho, seketika ia merasa dirinya telah di pakai hanya untuk permainan saja.

"Aku sangat mencintaimu, aku tak perduli kau dari kalangan mana. Cinta tak butuh itu, namun ini wasiat dari mendiang ayahku, aku telah berusaha menolaknya namun tak bisa" jelas Zou Ziy, sambil memeluk dengan erat Mo Fu Ho.

"Sudahlah, tak apa aku bisa menerima semua ini, semoga kau bisa berbahagia dengannya." Mo Fu Ho, pun melepaskan pelukan Zou Ziy, dan meninggalkannya sendiri di dalam mobil.

Zou Ziy, pun tak mengejar atau menghalangi, kepergian Mo Fu Ho, ia hanya terdiam melihat orang yang telah ia sakiti pergi begitu saja.

Berjalan di tengah kota dengan air mata yang terus menetes Mo Fu Ho, hanya bisa meratapi nasibnya. Yang sedang kacau.

Ketika di Perpustakaan, Mo Fu Ho mengajak ku untuk bertemu, aku melihatnya sambil memegang sebuah gelang.

"Zou Ziy, memberikan ini pada ku. Dia akan menikah."  ujar Mo Fu Ho, sambil mengenakan gelang itu.

Aku pun hanya terdiam, dan memegang tangannya.

"Sebenarnya, aku tak bermaksud menyembunyikan hubunganku ini dengan Zou Ziy, tapi aku sendiri tak tahu cara mengatakannya. Bagaimanapun ia tak pernah mengakui, aku adalah pacarnya." jelasnya pada ku dengan mata yang berkaca-kaca.

"Dia memang lelaki berengsek," aku pun tak sanggup melihat sahabatku, sesedih ini karena lelaki.

"Dia tak salah apa-apa, kecuali dia memang tak mencintaiku." ia masih membela Zou Ziy.

"Apa kau menyesal?" aku bertanya padanya.

Mo Fu Ho, hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan kami waktu itu.

"Sun Yi-jung, aku akan pergi dari kita ini! aku telah menerima proposal departemen studi, di luar negeri Terinty College di Dublin, itulah tempat. Selanjutnya yang akan kupilih." 

Aku pun terdiam dan menganggukkan kepala, sambil memeluk erat sahabatku itu karena kami akan berpisah lama.

"Sekarang dingin dan bersalju, jagalah dirimu baik-baik!" itulah ucapan terakhirku, padanya.

Mo Fu Ho, pun menangis dalam pelukanku ia merasa akan sangat sedih berpisah dengan ku. Karena selama ini kami tak pernah berpisah jauh, walau kami kuliah  di tempat yang berbeda.

Siang itu pun Mo Fu Ho, berangkat menggunakan pesawat terbang. Aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan rasa sedih ku, masih terasa saat ini.

"Sudah tak usah bersedih, kalian masih bisa saling berhubungan dengan Ponsel kan? ayok ikut aku." Cheng Zheng, mencoba menyemangati ku, dan mengajiku pergi.

"Ke mana." tanyaku.

"Malam ini, adikku mengadakan pesta di rumahnya. Ia merayakan pesta ulang tahunnya. Jadi kita harus membeli kado dan pakaian untuk kita berdua malam ini." Cheng Zheng, pun mengajak ku pergi ke sebuah toko besar.

Kami pun melihat-lihat sendal saat itu.

"Bagaimana, apa kau suka?" tanyanya padaku sambil memasangkan sendal heels Ke kakiku dan ternyata pas sekali.

Aku pun tersenyum melihat, betapa perhatiannya ia padaku.

Setelah berbelanja, kami pun bersiap-siap menuju rumah adiknya Cheng Zheng.

Ketika sampai, betapa mewah dan besarnya rumah itu, aku kagum melihat betapa kayanya keluarga Cheng Zheng, 

"Ini rumahnya Zhen You," tanyaku sambil melihat megahnya rumah ini.

"Iya, ayok" Cheng Zheng menggandeng tanganku.

"Cheng Zheng" teriak seseorang yang berlari ke arah kami ternyata adik Cheng Zheng.

"Hai dik, berhentilah! kau bocah nakal yang tak tau malu" Cheng Zheng merasa malu seketika itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status