Share

Prank Alam Semesta

Masih memegang tangan Khai, Juleha terus berlari hingga keadaan dirasa aman dirinya baru berhenti. Tak kembali ke halte bus, dia memilih untuk putar arah ke tempat biasa angkot mangkal. Berjejer angkutan umum berwarna merah dengan nomor tujuan berbeda sesuai wilayah masing-masing. Setelah melepaskan tangan Khai, Juleha memilih meninggalkan pemuda itu.

Khai hanya mematung melihat punggung Juleha yang kian menjauh. Sambil bergumam, "Gue belum ngucapin makasih dia udah kabur."

Juleha sampai di rumahnya. Namun, seperti biasa, Maemunah tak ada di sana. Emaknya itu memang biasa membantu tetangga sebelah sebagai asisten rumah tangga.

Sebenarnya keadaan keluarga Juleha tidak kekurangan. Arya, Abah Juleha asli dari Jawa memiliki sawah yang luas. Jika panen tiba, hasilnya melimpah tetapi Maemunah menerimanya dalam bentuk uang tunai, karena dia memperkerjakan orang lain untuk merawat peninggalan sang suami tersebut.

Juleha mengembuskan napas berat ketika membuka lemari baju miliknya. Pakaian yang kini menggantung di sana tak ada satu pun yang ingin dikenakannya. Meski malas, segera diraihnya dress tanpa lengan setinggi lutut berwarna krem ​​plus cardigan warna senada.

Setelah mengenakan pakaian itu, Juleha mematut diri di cermin. Rambut sengaja dia gulung ke atas asal-asalan dibiarkan, beberapa anak rambut terjuntai di kedua sisi telinganya. Dia menuju ke dapur, membuka tudung saji, tak ada makanan di sana. Meski tahu harus ke mana mencari Maemunah ketika dia lapar, nyatanya hal tersebut tetap membuat kesal. Seharusnya, emaknya itu menyediakan makanan untuknya sebelum melakukan hal tersebut untuk orang lain.

Meski enggan, Juleha tetap pergi ke tempat Romlah--janda berusia 65 tahun yang hidup sendiri. Selama ini, Maemunah yang mengurus semua keperluannya, meski sudah sepuh tetapi wanita tersebut masih terlihat sangat sehat. Kedua anaknya tinggal di luar kota, sehingga dia tak punya sanak saudara di sini. Jarak rumah yang hanya terpisah pagar membuat Maemunah merasa harus merawat seperti orang tua itu sendiri.

Juleha mempercepat langkahnya, ketika melihat sosok yang tak asing di kursi yang terletak di dapur Romlah. Sementara di sampingnya, Maemunah tengah tertawa bersama sang nenek entah sedang membicarakan apa. Sepertinya mereka keasyikan sampai tak menyadari jika Juleha telah berada di sana. Semesta seolah sedang bercanda dengannya.

"Khai!" pekik juleha.

Khai menoleh, sama seperti Juleha dirinya terkejut melihat gadis itu berada di rumah neneknya. Lantas, anak gadis yang Maemunah ceritakan dan hendak dijodohkan dengannya adalah Juleha? Tanpa sadar Khai tertawa sendiri.

"Leha! Apa-apaan lu teriak-teriak di mari? Elegan dikit ngapa, udah cakep gini juga," ujar Maemunah dengan logat Betawi khasnya yang cablak. Tak lupa satu pukulan dilayangkan ke bahu sang anak hingga membuat meringis kesakitan.

"Mak, kenapa spesies tak terdeteksi ada di sana?" tanya Juleha sambil menunjuk ke arah Khai. Sementara Romlah izin ke kamar mengambil perlengkapan yang akan dibawa untuk pengajian.

"Ngomong apa, sih, lu, itu si Khai, cucunya Nek Rom yang baru pindah ke sini. Selama ini dia ngekos, mulai sekarang tinggal di mari," cerocos Maemunah panjang lebar.

"Bagaimana mungkin, makhluk astral itu adalah cucu Nek Rom. Ini tidak mungkin," ujar Juleha sambil memegangi kepalanya frustrasi.

Khai terus tertawa melihat tingkah absurd Juleha. Tiba-tiba, ide jahil muncul di kepalanya. Dia ingin menggoda Juleha lebih jauh.

"Jadi, Juleha anak Tante Mae?" tanya Khai, mulai aksinya.

"Iya dong, emang sih, belum glow up, masih dalam proses. Tapi, ini udah cukup masuk kriteria calon bininya, Khai?"

Juleha melongo, dia tak menyangka Maemunah menawarkan dirinya kepada pemuda yang paling ingin dihindari di hidupnya. Bagaimana mungkin sang emak membuat dirinya terlihat tak berharga di mata Khai.

"Gimana, ya, Tant ...." Khai pura-pura berpikir, sebenarnya dia tertawa dalam hati, apalagi melihat ekspresi Juleha yang sangat tertekan.

"Lulur merek 'Abu Jendes', masih banyak di rumah, Khai. Emak yakin, setelah digosok beberapa kali pake ntu lulur pasti Juleha bakal glowing luar dalem. Btw, biar enak panggil emak aja, ya, jangan tante. Biar akrab kita," pinta Maemunah yang dibalas anggukan oleh Khai.

Demi Tuhan bukan Arya Wiguna, Juleha ingin sekali menyumpal mulut Maemunah menggunakan serbet yang telah ditaburi bubuk bon cabai level 50. Mengapa emaknya terus mengatakan hal yang membuat harga dirinya jatuh di depan Khai. Ingin rasanya, gadis itu berguling-guling di tanah tanda protes tetapi hal itu urung dilakukan.

"Lu, laper pan. Sini, makan sama Khai. Kebetulan emak mau anter Nek Rom ke pengajian. Lu pada emak tinggal tapi jangan macem-macem!" pesan Maemunah sebelum meninggalkan mereka berdua. Setelah Romlah dan Maemunah pergi, Juleha segera duduk di depan Khai, dengan tangan bersedekap, dia menatap tajam pemuda yang ada di depannya.

"Liatnya gitu banget, ntar cinta, loh," goda Khai.

"Siapa? Gue? Mana ada, misal, nih, di bumi ini cowok cuma sisa lu, gue juga ogah cinta sama lu. Najis tralala!" sungut Juleha, dia yakin betul, jika tak mungkin suka, apalagi jatuh cinta dengan Khai.

Khai mencondongkan tubuhnya mendekat pada Juleha. Dia dapat melihat, gadis itu merasa risi dengan kelakuannya tetapi tetap sok kuat membalas tatapannya dengan tajam.

"Cinta dan benci itu tipis, setipis kulit ari. Lu nggak bakal bisa bedain, sebenernya lu benci atau justru cinta sama gue. Inget, makin lu benci gue, makin lu mikirin gue, dan makin lu jatuh cinta sama gue," ujar Khai sambil tersenyum mengejek.

Juleha tak percaya dengan apa yang dikatakan Khai. Apa yang tadi pemuda itu ucapkan saja dirinya tak paham. Apakah itu sejenis mantra yang biasa digunakan oleh Khai untuk menjerat korban. Juleha menutup mulutnya lalu menggetok meja sebanyak tujuh kali sambil mengucapkan amit-amit jabang bayi, najis tralala, najis trilili. Salah satu mantra tolak bala yang diyakini mampu membentengi Juleha dari segala hal berbau mistis.

"Itu buat cewek kebanyakan. Buat Juleha Nitara Jingga, nggak bakal ngaruh!" tegas Juleha sambil meraih sendok nasi yang diletakkan di atas meja.

Tak mau pusing dengan keberadaan Khai di sana, dia segera mengisi piringnya dengan dua centong nasi serta sayur asem, ikan peda jangan lupa sambal terasi, dan dua buah tempe goreng. Kemudian tanpa sungkan dia segera melahapnya meski diikuti tatapan dan gelengan kepala oleh Khai. Bukannya memang niatnya dari awal ke rumah ini untuk makan, bukan untuk bertemu dengan Khai.

Khai benar-benar tak habis pikir dengan Juleha. Tak hanya aneh dan ceroboh, gadis itu juga sangat percaya diri. Jika, biasanya kaum hawa akan merasa malu dan pura-pura diet atau sudah kenyang di depan cowok, lain dengan Juleha yang justru ingin memindahkan seisi meja ke dalam perutnya.

"Dasar kuda lumping!" celetuk Khai sebelum pergi meninggalkan Juleha.

Hampir saja Juleha tersedak mendengar perkataan Khai. Buru-buru dia mengambil segelas air putih dan menenggaknya.

"Alieeeennnnnnnn!" pekik juleha.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status