Share

Alien

Juleha mondar-mandir di kamar. Meski hari sudah malam tetapi jendela di kamarnya sengaja dibiarkan terbuka. Entah mengapa, akhir-akhir ini hawa di kota tempat tinggalnya semakin panas saja. Gadis itu sedang berpikir tentang Khai. Selama ini, dia tak pernah tahu jika Romlah memiliki cucu yang masih tinggal di kota yang sama. Setahu Juleha semuanya berada di luar kota, satu di Palembang, sedangkan satu lagi di Jogjakarta. Lantas, siapa Khai? Dari mana asal dia sebenarnya?

Maemunah masuk ke kamar Juleha, di tangan ada beberapa baju milik sang anak yang telah selesai disetrika. Segera saja dimasukkan baju-baju tersebut ke dalam lemari. Dia heran, ketika mendapati putri semata wayangnya mondar-mandir, seperti sedang memikirkan hal yang sangat serius. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, segera dihampiri anak gadisnya itu.

"Jangan gunain otak lu buat mikir, Jul, kasian ntar ngelag," celetuk Maemunah.

Juleha menatap emaknya sambil cemberut. Maemunah memang paling bisa bikin mood-nya berantakan. Tak mau ambil pusing, dia segera menghampiri Maemunah, lalu mengajaknya duduk di ranjang.

"Mak, kok, Leha baru tau, ya, kalo Nek Rom ada cucu di kota ini," ujar Juleha, memulai pembicaraan.

Kemudian, Maemunah bercerita tentang Khai yang memang memilih sekolah di sini karena ingin mandiri. Namun, pemuda itu baru kehilangan sahabat terbaiknya karena tawuran. Sehingga Romlah mengajaknya tinggal bersama karena takut sang cucu akan terus larut dalam kesedihan, apabila tinggal sendiri di dalam indekos.

"Lu kudu hibur Khai, temenin, jangan ngajakin berantem terus. Kesian dia," ujar Maemunah menasihati.

Juleha hanya diam. Jujur, dia merasa ikut prihatin dan sedih dengan apa yang menimpa Khai. Namun, dia masih merasa kesal dengan tingkah pemuda itu. Apalagi, untuk ukuran orang yang baru kehilangan, Khai terlihat baik-baik saja, tak ada kesedihan atau terluka di wajah pemuda songong itu.

Khai membuka jendela kamar, untuk mencari udara segar. Angin malam langsung menyapa tubuhnya. Dia tersenyum ternyata kamar tersebut bersebelahan dengan milik Juleha. Hanya terpisah setinggi perut. Bahkan, jika Khai mau, bisa saja dia meloncat dan langsung sampai di kamar gadis itu.

*****

"Leha, jangan lupa berangkat bareng, Khai!" teriak Maemunah. Juleha yang sudah di luar pintu rumah hanya menoleh ke arah emaknya tanpa menjawab. Tepat saat itu, Khai juga keluar dari rumah. Malas harus berjalan beriringan bersama, dia memilih pergi lebih dulu.

"Buru-buru amat," ucap Khai sambil mensejajari langkah Juleha. Gadis yang diajak bicara hanya menoleh sambil mengambil langkah lebih cepat. Tak mau kalah dia juga melangkah lebih cepat sehingga berjalan bersisian meski terkesan seperti sedang lomba jalan cepat.

Sampai di halte, bus yang menuju ke arah sekolah baru saja pergi. Juleha mengumpat kasar, rentetan kata makian khas kebun binatang dia ucapakan meski pelan tapi Khai masih bisa mendengarnya.

"Udah, jangan kesel. Gimana kalo kita adu lari aja," ujar Khai sambil merangkul bahu Juleha. Juleha yang merasa risi segera melepaskan diri.

"Gak usah kesempatan gitu dong, pake rangkul-rangkul," kata Juleha.

Bukannya menjawab, Khai justru terbahak. Hal tersebut membuat Juleha tak suka, dia lebih memilih untuk meninggalkan pemuda itu. Berharap di jalan bertemu dengan tukang ojek.

"Lu takut, 'kan, suka sama gue. nggak mau deket gue?" kata Khai sambil berjalan di sisi Juleha.

"Gak usah GR!"

Tiba-tiba saja Khai meraih tangan Juleha. Gadis itu menghentikan langkah kemudian mengakat genggaman tangan mereka sambil bertanya apa maksudnya. Khai tak menjawab hanya tersenyum, sambil mengajaknya berlari menuju ke sekolah.

Ini kali pertama bagi Juleha melakukan hal ini, rasanya sangat menyenangkan. Sebaris senyum muncul di bibirnya. Namun, setelah sadar jika Khai yang sedang bersamanya buru-buru dia mengubah ekspresi menjadi kesal. Jangan sampai Khai tahu pikirnya saat itu.

Sampai di depan sekolah, Juleha mencoba melepaskan tangannya dari Khai. Namun pemuda itu tak peduli dia terus menggenggam tangannya meski seluruh siswa menatap mereka penuh tanya.

"Lepasin, Khai," pinta Juleha.

"Bentar lagi sampai kelas, tanggung," balas Khai sambil tersenyum.

Kali ini, tak hanya tatapan dari mereka yang berpapasan dengan keduanya. Namun, juga siulan atau celetukan menanyakan tanggal dan pajak jadian. Juleha hanya menunduk sambil menggigit bibir, baru kali ini dipermalukan oleh anak baru.

Cita memandang tak suka pada Khai dan Juleha. Dari awal, dia memang memiliki hati pada pemuda itu. Namun, kini mengapa justru sahabatnya tega melakukan pengkhianatan padanya.

"Udah sampai, silakan duduk, Neng Juleha," ujar Khai sambil menarik kursi ke belakang agar Juleha mudah untuk duduk. Sorak-sorai dan siulan serta celetukan iseng mereka lontarkan untuk menggoda kedua orang itu.

"Berisik!" teriak Juleha yang membuat seisi kelas terdiam.

"Lu, jangan pernah berani berani menyentuh gue lagi!" titah Juleha kepada Khai.

"Kenapa, lu bilang nggak ngefek!"

Juleha menelan ludah. Khai ini benar-benar menyulut emosinya.

"Bikin salah paham orang yang ngeliat. Kudunya lu paham!" tegas juleha.

"Bodo amat sama yang liat, yang penting, 'kan, sebenarnya enggak!"

Juleha benar-benar gemas dengan kelakuan Khai. Bagaimana mungkin ada orang menyebalkan seperti itu. Apa yang dia tak mengerti dengan setiap kata yang gadis berlesung pipi itu katakan.

Tak tahan, Juleha memilih pergi ke toilet. Dia ingin membasuh wajahnya dengan air dingin untuk mengurangi hawa panas yang telah sampai di ubun-ubun. Sementara Cita diam-diam mengekor tanpa sepengetahuan gadis tomboi itu.

Khai duduk di bangku miliknya. Beberapa siswi mengerumuni sambil memberikan hadiah. Ada yang memberinya cokelat, susu kotak, bunga bahkan voucher internet unlimited.

"Leha, lu masih sahabat gue, 'kan?" tanya Cita ketika Juleha baru keluar dari toilet. Wajahnya yang basah dia lap menggunakan sapu tangan.

"Iye, kenapa, sih?" tanya Juleha tak paham.

"Gue suka sama Khai. Dia bakalan jadi pacar gue. Lu jangan terlalu deket sama dia."

"Gimana nggak deket, rumah gue sebelahan sama dia," ujar Juleha cuek.

"Seriusan. Oh my God! Ini kabar baik nggak sih, mulai sekarang gue bakal ngekos di rumah lu. Gue mau pindah ke rumah lu!" ujar Cita sambil memeluk Juleha.

"Jangan gila, deh, rumah lu aja luas bisa muaat orang se RT. Ngapain lu tinggal di rumah gue yang sempit!"

"Demi calon pacar!"

"Gue nggak peduli!" Juleha meninggalkan Cita sendiri. Namun, sahabatnya itu segera menyusul sehingga mereka kembali bersama.

Cita dan Juleha sampai di kelas. Lantas duduk di bangku mereka. Masih ada beberapa siswi yang berkerumun di bangku Khai.

"Khai, lu nggak ada hubungan apa-apa, kan, sama Leha?" tanya Kania sambil melirik ke arah Juleha yang dibalas pelototan oleh gadis itu.

"Enggak, dong," balas Khai santai.

"Bagus, deh, kalo sama gue, lu mau ada apa-apa nggak, Khai?" tanya Kania sambil malu-malu. Gadis berambut sebahu itu memiliki wajah yang manis. Sebenarnya dia pemalu, tatapi entah dari mana dia berani mengungkapkan perasaan kepada cowok yang baru ditemuinya dua hari ini.

"Boleh-boleh," balas Khai sambil tersenyum.

Tak hanya Juleha yang terkejut. Pun Cita yang sudah jatuh cinta pada pemuda itu, pupus sudah harapannya. Segampang itu Khai mau diajak jadian oleh Kania.

"Asik, jadi, sekarang kita pacaran?" tanya Kania masih tak percaya. Suaranya yang cempreng membuat seisi kelas menoleh ke arahnya. Karena penasaran siwa yang lain ikut mendekat ke arah meja tempat mereka berkumpul.

"Boleh ... boleh," jawab Khai santai sambil tersenyum.

Juleha semakin heran, sepertinya ada yang bermasalah dengan sistem kerja otak milik Khai. Bagaimana mungkin dia menerima perasaan seseorang tanpa berpikir terlebih dahulu. Cita pergi begitu saja, sepertinya gadis itu baru saja patah hati. Juleha benci dengan Khai. Dasar Alien!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status