Share

Virus Merah Jambu

Demi kerang, kenapa hidup Juleha terasa dikutuk. Kenapa harus terus berhubungan dengan Khai. Bagaimana mungkin pemuda tengil itu terus saja berkeliaran di sekitarnya. Ingin rasanya menendang seseorang yang tengah menatapnya di balik jendela ke luar galakasi. Namun, urung karena hal itu sangat mustahil.

"Ngapain, sih, lu di mari. Gue mo istirahat," ketus Juleha.

"Balik sama siapa lu barusan," tanya Khai sambil loncat melewati jendela sehingga kini dia berada di kamar Juleha.

"Sopan banget lu, ya, jadi orang, main masuk kamar gue seenaknya. Pergi nggak lu!" usir Juleha sambil mendorong tubuh Khai.

Khai hanya tersenyum, sambil memegang tangan Juleha. Kesal, gadis itu lantas menginjak kaki Khai sekuat tenaga. Seperti paham situasi pemuda itu justru menghindar hingga membuatnya kesal.

"Enggak kenak, weeeee!" ledek Khai sambil menjulurkan lidah.

Malas berdebat, Juleha memilih duduk di kursi yang terletak di dekat ranjang miliknya. Sementara Khai menuju rak buku milik Juleha, mengambil salah satu buku bersampul biru.

"Jawab, dong, tadi lu balik sama siapa? Cowok lu, ya?!"

"Enggak usah kepo! Sana pergi! Gue mau istirahat!" Kali ini Juleha mendorong Khai lebih keras sehingga pemuda itu mengalah dan memilih melompat ke luar jendela. Buru-buru gadis berambut lurus itu lantas menutupnya.

Sementara Khai hanya tersenyum sekilas kemudian memilih kembali ke rumah sang Nenek.

*****

"Mak, Leha mau ke warung Mak Cici, udah janjian sama Cita mau nyeblak bareng," ujar Juleha pada emaknya yang tengah menonton sinetron azab di chanel ikan terbang.

"Jan kesorean, lu kudu anterin kue ke tempat Nek Romlah," balas Maemunah.

Juleha menghentikan langkahnya, lantas menatap sang Emak yang masih fokus dengan televisi layar kembung itu. Malas rasanya harus pergi ke rumah Nek Rom. Apalagi sekarang ada Khai di sana.

"Ah, Emak, deket inih pakai nyuruh anaknya segala," tolak Juleha.

"Ngayap aja semangat, giliran di suruh orang tua males! Bisaan emang!"

Malas berdebat dengan Maemunah, Juleha mengiyakan permintaan sang mama dengan catatan hanya mengantarkan kue bukan untuk membantu Nek Romlah cabut uban seperti biasanya.

Juleha menuju warung seblak milik Mak Cici. Di sana Cita sudah menunggu, gadis centil itu tengah duduk sambil memainkan handphone miliknya.

"Lama amat, sih!" ketus Cita.

Tak menjawab, Juleha memilih menghampiri Mak Cici dan memesan dua mangkok seblak serta dua gelas es teh manis.

"Hape mulu dipantengin," celetuk Juleha sambil mencoba mengintip apa yang membuat sahabatnya tak berpaling dari benda tersebut.

"Gue baru dapet sosmednya Kahai. Liat, ganteng banget fotonya. Ya ampun cool banget, ahhh calon imam gue, masa depan gue," ujar Cita sambil mengelus ponsel miliknya lantas mengecupnya dengan brutal.

Juleha memutar bola matanya malas. Ganteng dari mana, masih gantengan juga almarhum babenya. Bahkan di beberapa foto, Juleha dapat melihat Khai yang tengah berpose alay, terlihat menggelikan bagi gadis itu.

"B aja," ujar Juleha.

"Selera lu emang payah, Leha. Makanya lu jones mulu sampe sekarang."

Cita hendak bercerita, ketika Mak Cici membawa dua mangkok seblak dan dua gelas es teh manis pesanan mereka. Keduanya lantas sibuk mengisi perut. Sesekali gadis berkuncir dua itu melirik ke arah handphone miliknya.

"Gue harus gimana, ya," ujar Cita. Kali ini mereka tengah duduk di bawah pohon mangga yang tak jauh dari warung Mak Cici. Angin yang berembus membuat rok sebatas lutut milik Cita berayun.

"Apanya?" tanya Juleha tak mengerti.

"Khai. Gue beneran jatuh cinta pada pandangan pertama sama dia. Sumpah Leha, gue yakin banget dia adalah jodoh yang Tuhan kirim buat gue."

"Halah! Dia itu playboy, nggak cocok buat lu."

"Prinsip gue, orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan. Artinya masa depan gue udah pasti sama Khai."

Juleha menggelengkan kepalanya. Sahabatnya itu telah terkena penyakit hati kronis. Yaitu, virus merah jambu. Orang yang sedang jatuh cinta tak mempan dengan nasihat. Mereka hanya yakin dan percaya dengan apa yang ada di hatinya sendiri.

"Ya udah, selamat merasakan cinta sepihak. Semoga hati lu kuat tahan banting tiap kali liat kelakuan Khai yang demen sama semua cewek."

"Ish, itu karena dia jadiannya bukan sama gue. Nanti, kalo dia jadi cowok gue. Yakin banget bakal setia dan langsung tobatan nasuha!"

Cita kemudian meminta Juleha untuk membantu agar dirinya dekat dengan Khai. Tentu saja Juleha menolaknya dengan cepat. Namun, gadis itu mengancam hendak berguling di tanah yang penuh dengan kotoran ayam. Tak tega Juleha terpaksa mengiyakan, meski sebenarnya tak tahu bagaimana caranya menjadi makcomblang antara Khai dan sang sahabat.

Saking bahagianya Cita langsung memeluk Juleha. Bahkan gadis blasteran jawa-sunda itu hendak mencium sang sahabat. Geli, Juleha memilih menghindar dengan cara berlari yang disusul oleh Cita.

Sampai tak sengaja Juleha menabrak seseorang hingga keduanya terjatuh di tanah dengan posisi gadis itu berada di atas pemuda yang tak lain adalah Khai.

Khai mengaduh karena hidungnya terantuk kepala Juleha hingga berdarah.

"Ya ampun, Neng, kaya bocil lu ya main lari-larian," protes Khai sambil mendongakan kepala agar darahnya berhenti mengucur dari hidung.

Juleha kemudian teringat dengan Cita. Dan ternyata dia terperosok ke dalam got. Juleha berlari ke arahnya dan membantu keluar dari sana.

"Kok, bisa?" tanya Juleha heran.

"Gue panas pas liat lu jatuh di atas Khai. Makanya gue lari nggak liat jalan. Eh, sial malah masuk got."

Juleha mengajak Cita menghampiri Khai yang tengah berusaha menghentikan darah dari hidungnya.

"Ya ampun, Sayang pasti sakit, ya. Sini, Cita obatin," ujar Cita sambil menyentuh wajah Khai. Juleha menatap tak suka, bukan karena cemburu tetapi sebal dengan tingkah Cita yang alay serta Khai yang tak menolak disentuh oleh Cita.

"Makasih, ya, Cita. Tapi, sorry, lu bau banget, sumpah!" ujar Khai sambil melepaskan tangan Cita dari wajahnya. Juleha tak mampu menahan tawanya. Cita yang kesal lantas memukul bahu sang sahabat.

"Tega lu ngetawain gue!"

"Iya, deh, maaf. Ya udah, sana lu balik. Gue mo obatin Khai dulu," kata Juleha sambil menarik pergelangan tangan Khai pergi menjauh dari sana.

Cita hendak protes, tetapi urung karena kedua orang tersebut telah pergi menjauh. Ada rasa kesal, karena Juleha dengan mudahnya menggandeng tangan Khai tanpa peduli pada perasaannya.

Mereka telah sampai di depan pohon sirih milik Pak RT. Juleha lantas memetik dua lembar daun  tersebut, menggulungnya, dan buru-buru memasukannya ke hidung Khai.

"Jangan dilepas! Diemin sampe idung lu berhenti ngeluarin darah!"

Belum sempat Khai protes, Juleha lebih dulu memberi perintah. Namun, tiba-tiba saja Khai mengaduh.

"Kenapa?" tanya Juleha.

"Semut! Aduhh sial! Semut masuk di idung gue!" balas Khai panik sambil melemparkan daun sirih tersebut ke tanah.

"Duduk, sini, coba gue liat!"

Khai menurut, dia membiarkan Juleha membantu mencari semut di lubang hidungnya. Sebenarnya hewan kecil itu tak ada. Khai hanya iseng ingin mengerjai Juleha.

"Sumpah, deh, selain bulu idung gue nggak liat apa-apa. Upil aja kagak ada," ujar Juleha sambil membuka cuping hidung Khai lebar-lebar.

"Asli, sakit ini di dalemnya. Ahhh, tuh, gigit lagi," ujar Khai yang belum puas mengerjai Juleha.

"Oh, ini, sih, kudunya dikorek pake ranting ini!" ujar Juleha yang kini telah sadar bahwa dirinya terkena prank. Tangannya mengambil ranting yang tergeletak di bawah tempat mereka duduk. Ancaman gadis itu nyatanya membuat Khai memilih untuk berlari sebelum terkena pukulan.

Juleha yang kesel, segera saja mengejar Khai meski pemuda itu berlari dengan sangat cepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status