Share

03. Abang Es

Penulis: Flutterby
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-09 01:20:45

"Pas lagi di perpus-" Ucapan Devan terpotong karena Ricko sudah berdiri dan memeriksa dahi Shaka. "Gak demam. Apa jangan-jangan lo kerasukan arwah kakek gue makanya lo bisa nyasar ke sarangnya orang pinter?"

Shaka berdecak dan menjauhkan tangan Ricko. "Kakek lo masih sehat dua-duanya. Lo gue aduin kakek Ali biar disuruh cari duapuluh jangkrik!"

Ricko terkekeh dan menggeplak kepala Shaka. "Masih inget aja lo hukuman jaman kita bocah! Kakek yang gue maksud tuh opah Albert Einstein. Kagak tau aja lu gue cucunya. Makanya kepinteran belio nurun ke gue." Ricko mengangkat kerah seragamnya sambil menolehkan kepala bangga.

Bara menggeplak kepala Ricko dengan emosi. Padahal dia sudah menyimak dengan serius tadi. "Malu lo sama calon propesor Devan. Orang pinter mah diem-diem, ya, Van?"

"Orang pinter mah minum t*lak angin." Devan terkekeh. Bara, Shaka, Ricko dan Vernon sontak menggeleng. Detik berikutnya tawa mereka menggema.

"Coba lagi. Anda belum beruntung." Shaka menepuk bahu Devan prihatin.

"Kagak usah dicoba lagi, Van. Kagak bakal beruntung." Vernon yang duduk di sebelah Devan ikut-ikutan menepuk bahunya. Tawanya kembali pecah.

Devan menatap mereka sebal. Dia menyingkirkan tangan Shaka dan Vernon. "Dah lah, emang gak bakat ngelawak gue." Devan menertawakan dirinya sendiri. Vernon menepuk bahunya lagi.

"Terus yang terakhir kapan, Van?" tanyanya.

Mata Shaka berkedut menatap Vernon. "Semangat banget lu pengen tau aib gue." Dia kemudian melototi Devan. "Jangan bagi tau. Kalo kagak bulan depan gue bilang bokap, Bella kagak ikut olimpiade. Kalang kabut lo nyari partner baru dan udah pasti gak akan sepinter Bella."

"Iya gak akan." Devan berdecak. Malas sekali jika harus mencari partner baru.

"Siapa sih nama ceweknya? Sekar gak sih?" Bara mengernyitkan alis.

"Sekar Arumdani Avio Kallandra." Shaka cengengesan sambil menyentuh dada kirinya yang berdegup kencang. Rasanya berdebar-debar hanya dengan menyebut namanya.

"Itu mah bisa-bisa lu nambahin nama marga keluarga lu." Ricko terkekeh.

"Gak ada salahnya nambahin dari awal. Toh juga nanti emang kejadian di masa depan." Mata Shaka menatap ke kejauhan. Dia membayangkan sebuah pigura besar menempel di dinding rumah mereka dengan gambar dia bersama Sekar dan dikelilingi anak-anak mereka yang cantik-cantik dan tampan-tampan. Shaka berdecak puas. Dia tidak sabar untuk membuat anak-anaknya sendiri dengan Sekar.

"Pikirin dulu nih jus mangga lo yang ditolak doi." Bara menggoyangkan botol minuman di tangannya yang sudah kosong. Shaka berdecak tidak puas.

Fokus Shaka teralihkan pada ponselnya yang menyala dan menampilkan pesan dari nomor yang dihafalnya di luar kepala.

0822*******7

Sayang aku kangen😘

Shaka meremas ponsel di tangannya. Matanya berkilat jijik.

"Woahh... Kata lu udah mutusin semua cewek lu, itu siapa emot cium-cium?" Ricko melongokkan kepala di sebelah Shaka.

"Mantan." Shaka mematikan layar ponselnya dan menyimpannya ke saku celana.

***

Shaka tersenyum melihat punggung orang yang sudah sangat dikenalnya jauh di depan sana. Gadis itu berjalan dengan ponsel menempel di telinga. Dia berbelok ke arah taman samping. Shaka menyeringai dan ikut membelokkan langkahnya ke arah taman. Dia menoleh ke kiri ke kanan sebelum mengikuti gadis itu.

Shaka berjalan dengan berjinjit. Jaraknya semakin dekat. Dari tempatnya dia bisa dengan jelas mendengar suara gadis itu yang sedang bertelepon.

"Iya, Sekar bakal pulang telat."

Suara lembut menyenangkan gadis itu terdengar. Sebelah tangannya yang menganggur menyentuh bunga-bunga yang agak layu sebab terpapar sinar matahari siang.

"Jangan, yaa~" Suara rengekan manja Sekar terdengar.

Shaka mengepalkan tangannya. Bicara dengan siapa Sekar? Kenapa selembut itu?

"Aaaa jangann. Yaa, Sean jang-" Sekar melotot karena seseorang tiba-tiba merebut ponsel di tangannya dari belakang. Sekar refleks menjauhkan tubuhnya.

Shaka mengangkat tangannya yang memegang ponsel Sekar tinggi-tinggi. Dia melihat nama Sean muncul di layar.

"Sha-"

"Sayang, kamu telponan sama siap-" Shaka merasakan sebuah telapak tangan yang lembut dan wangi menutupi mulutnya. Shaka menoleh ke samping melihat gadis itu berjinjit-jinjit dengan susah payah di sisinya. Shaka menaikkan sudut bibirnya.

"Jangan ngomong macem-macem! Siniin ponsel gu-" Sekar melototkan matanya saat merasakan kecupan basah di telapak tangannya. Dia segera melepaskan tangannya dan mengusapkannya ke bagian roknya. Dia menatap horror Shaka.

***

Sekar berjalan bolak-balik di depan pintu. Sesekali dia melongokkan kepalanya ke arah gerbang.

"Kayden masih ada urusan katanya. Sini aja main sama abang." John mengangkat wajahnya sebentar. Setelahnya dia kembali fokus menatap layar ponselnya yang dimiringkan. Seperti tiga pemuda lainnya. Terdengar bunyi pedang bertabrakan dari ponsel masing-masing.

"Jangan ajak ngomong Sekar sebelum kumis bang Jono mau dicukur." Sekar menatap sengit John.

"Jangan yang kumis dong dek Sekar. Kumis abang Jonomu ini ada tuahnya. Bisa memancing para gadis cantik mengejar-ngejar abang." John mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Gak mau, huh." Sekar membuang muka saat matanya bertatapan dengan John. Gadis itu mengibaskan rambut hitam sepunggungnya. Wajahnya cemberut.

"Ya ngejer karena lu hutang kagak dibayar-bayar!" Teman di kiri John mendorong kepala cowok itu.

"Pepet setan. Bongkar aib orang aja lu!" John balas mendorong kepala orang itu.

"Iya bang Petra nih. Astaghfirullahaladzim. Gak boleh membuka aib teman sendiri." Sekar menggeleng-gelengkan kepala. "Btw siapa cewek yang ngutangin bang Jono, bang Jono ngutang berapa?" Sambung gadis itu. Kepalanya condong.

Mata Petra berkedut sebal melihat gadis itu. "Lu juga ngapa ngorek-ngorek aib orang?"

Sekar cengengesan sambil menggaruk pelipisnya. "Ya Sekar kan penasaran."

"Btw lu ngapain dari tadi mondar-mandir depan pintu? Kayden masih ada urusan sama Sean di luar." Petra mengesampingkan ponselnya.

"Sekar mau- Itu bunyi motor Sean! Sean dateng!" Sekar tersenyum lebar. Dia melongok ke pintu dan melihat motor Sean baru saja melewati gerbang Rumah Sendiri. Sekar terkekeh dan berlari kecil menghampiri Sean yang sedang memarkirkan motornya.

"Lah, gue kira tuh bocah nungguin Kayden." Petra melongo. Pemuda itu menggelengkan kepala.

Sekar menggigit bagian dalam bibirnya dan berjalan menghampiri Sean. "Sean~" panggilnya.

Sean yang tengah melepaskan helmnya tersenyum. "Katanya bakal pulang telat?" Sean meletakkan helmnya ke atas motor sebelum menggandeng Sekar masuk ke dalam. "Pas banget abang habis dari indomaret." Sean mengeluarkan dua batang cokelat dari balik saku jaketnya.

Sekar ragu-ragu mengambil cokelat itu. "Sean gak penasaran sama siapa yang ditelpon tadi?" Tanya Sekar pelan.

Sean mengangkat sebelah alisnya. "Yang kamu dipanggil sayang tadi?"

Sekar mengangguk.

Sean meletakkan cokelat itu ke tangan Sekar kemudian mengacak gemas puncak kepala gadis itu. "Dia pasti cuma isengin kamu. Tapi kamu kok gak bilang-bilang kalo udah punya temen di Garuda?"

Sekar melototkan mata, "Sean kok tau dia cuma iseng?"

Sean menaikkan sudut bibirnya. "Kamu tiap hari mainnya ke sini. Kalo bener punya pacar kan pasti jalan sama pacarnya."

"Sean emang abang Sekar yang paling pinter. Pasti anaknya menteri pendidikan, kan?" Sekar memiringkan kepalanya menatap takjub Sean.

Sean tersenyum tipis. "Ayo masuk." Cowok itu kemudian menggandeng tangan Sekar.

"Sean jangan bilang-bilang bang Kay, ya?"

Sean mengernyitkan dahi, "jadi sekarang mau main rahasia-rahasiaan sama Kayden?"

"Apanya yang rahasia?"

Sekar terlonjak mendengar sebuah suara yang menyela dari arah depan. Mata gadis itu melotot ke arah orang itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    177. Tamat

    Dimas terkekeh dan menyingkirkan telunjuk Dewo yang menunjuk ke arahnya. "Jangan bilang kau juga tidak tau bahwa Sekar ke Paris dua bulan yang lalu." Mata Dewo berkilat kaget sekilas. Setelahnya dia berusaha terlihat normal. Tapi Dimas menyadari reaksi awalnya. Pria itu tersenyum sinis. Dia membuka galeri di ponselnya dengan menunjukkan rekaman singkat seorang gadis yang nampak mengerucutkan bibirnya. "Ayah Dimas." Ucap gadis dalam video. Mata Kayden dan Gio berkilat mendengar suara itu. Dan mereka bisa membayangkan wajah masam Sekar yang melakukannya di bawah paksaan orang lain. Dimas menjauhkan ponselnya saat tangan Dewo ingin menjangkaunya. Dewo naik pitam melihatnya. "Kau tidak bisa memaksa anak gadis orang lain untuk memanggilmu ayah." "Kenapa tidak bisa! Lagipula dia terlihat senang-senang saja, tidak ada ketegangan. Asal kau tau saat itu dia sedang meminta ditraktir makan di restoran favoritnya, padahal sepanjang jalan dia sudah memalakku untuk membayar semua street food

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    176. Pura-pura Tuli

    "Kar~" Suara Kayden parau. Dia langsung memeluk Sekar erat-erat. Gio ikut memeluk kedua orang itu. "Lo harus secepatnya ingat gue, Kar. Gue sama Gio nunggu lo. Kita selalu nunggu lo." Kayden menepuk-nepuk pucuk kepala Sekar. Dia tidak peduli lagi meski pandangannya sudah kabur karena air mata. Gio ikut mengusap bahu Sekar. "Lo harus sehat-sehat di sana. Harus pinter jaga diri. Gak ada gue sama Kayden lagi yang bisa jagain lo." Gio mengusap air matanya. Sekar menatap dua orang itu yang sama sama menangis. Hati Sekar campur aduk. Matanya ikut panas dan akhirnya menjatuhkan bulir-bulir bening. "Cepat pulang. Abang-abang lo nunggu di sini." Kayden mengusap air mata di wajah Sekar dengan hati-hati. Dia lalu mengecup kening gadis itu. Juga dua kelopak matanya. "Gue selalu nunggu lo di sini. Baik-baik di sana, ya~" pintanya. Sekar mengangguk tanpa sadar. Hatiny

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    175. Ayah Dimas

    "Karena abang pencopet." Sekar menampakkan raut kagetnya. Petra mengusap lagi air matanya. "Karena bang Pepet udah mencopet hati Sekar." Petra berusaha tersenyum. Sekar ikut tersenyum. "Bang Pepet lucu." Petra menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin hebat. "Kalo aku kamu ingat? Pokoknya harus ingat." Sean maju. Belum apa-apa matanya sudah berembun. "Bang Sean, kan?" Sekar tersenyum. "Gak pakai abang. Kamu biasanya manggil aku Sean aja. Gak ada abangnya." Sean mengusap air matanya. Sekar mengernyit. "Bang Sean kan seumuran bang Kayden? Kenapa Sekar gak panggil abang kayak yang lain?" Sekar menoleh pada Kayden yang dari tadi hanya diam. Mata pemuda itu paling sembab. "Bang Kayden," panggil Sekar karena Kayden hanya diam saja. "Kita semua bahkan gatau k

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    174. Bintang PD

    "Besok saya ingin membawa Sekar pulang berobat di Paris." "Om?" Shaka membeku. Dia takut salah mendengar sebelumnya. "Shaka gak salah denger, kan, om? Om gak mungkin mau bawa Sekar ke Paris, kan?" Keheningan di seberang sana sudah menjawab pertanyaan Shaka. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah. Dia memegangi tembok di sebelahnya. "Om, Shaka yakin Sekar masih bisa disembuhkan di Indonesia. Shaka akan cari rumah sakit yang lebih baik lagi. Dokter yang lebih hebat lagi. Sekar tidak harus dibawa ke Paris, om. Lagipula Sekar baru siuman, om." Louis menghela nafas berat. "Shaka, dengarkan saya. Saya melakukan ini demi kebaikan Sekar. Saya tau pengobatan di Indonesia juga baik. Banyak rumah sakit maju dan dokter yang ahli di bidangnya. Tapi ini sudah dua minggu sejak Sekar siuman. Kesehatannya tidak memiliki banyak kemajuan." Shaka terdiam. Dia ingin menyangkal kata-kata Louis tapi tidak ada suara yang terucap. Dia juga terbayang saat Sekar merintih kesakitan merasakan semua luka

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    173. Membawa Sekar Pulang

    "Kagak ada nanti. Gue gak izinin lo nemuin Sekar sampai kapan pun!" Kayden memotong ucapan John. Kakinya kembali hendak menerjang ke depan. "Kay! Kay!" John berdiri di depan Kayden untuk menghalangi. Dia memegangi bahu Kayden dan memaksa pemuda itu untuk memasuki ruang rawat Sekar bersamanya. Gio memandang pintu ruang rawat Sekar yang sudah tertutup dari dalam. Pemuda itu lalu berjalan mendekati Bagas. Matanya menatap dari pucuk kepala hingga ujung kaki Bagas. Sudah berapa tahun mereka tidak bertemu. Jika bukan karena suara Bagas yang tidak berubah, Gio tidak akan mengenali wajah di balik cambang tebal itu. "Lo sebaiknya pulang, bang. Kayden gak akan ngizinin lo liat Sekar buat sekarang. Cowok itu keras kepala." "Gue tau semua ini terjadi karena gue. Gue nyesel, Yo." "Lo ninggalin banyak masalah buat kita semua di Indo, bang." Gio tersenyum miris. "Gue dan yang lain gak pernah berenti nyari lo selama ini, tapi semuanya sia-sia. Lo gak bisa ditemuin di manapun. Lo emang niat ba

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    172. Bagas

    Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status