"Ngagetin aja abang nih!" Sekar memukul bahu John. Jantungnya hampir copot tadi.
"Lo mau ngerahasiain apa dari Kayden? Lo kalo ketahuan pasti dikelitikin sampe nangis." John mengacungkan telunjuknya. Matanya melotot menakuti."Sekar mau rahasiain kalo kemaren bang Jono pecahin cangkir kesayangan bang Kay diem-diem.""Eh k-kapan? Jangan nuduh sembarangan kalo gak ada bukti.""Tengah malam kemaren, jam 02:45 abang ngapain ngendap-ngendap bawa kresek hitam lewat pintu belakang?"Mata John melotot."Sekar sudah amanin barang buktinya." Sekar berbisik pelan. "Tadinya mau Sekar rahasiain sama Sean, tapi yaudah kalo bang Jono mau semuanya dibongkar. Huh~" Sekar mengibaskan rambutnya sebelum menggandeng Sean masuk."Beneran pecah cangkirnya?" Sean menoleh ke samping. Sekar mengangguk dan melirik Jhon di belakang mereka. "Padahal itu kan cangkir yang bang Kay bawa dari rumahnya. Peninggalan bunda."John mengejar langkah Sekar dan Sean."Adek abang yang paling cantik, tetap kita rahasiain aja ya.""Huh." Sekar melipat tangannya. "Tadi kata abang gak boleh rahasiain apa-apa dari bang Kay.""Ehehe~" John menggaruk tengkuknya. "Terkadang tidak semua hal harus kita ungkap ke permukaan. Apalagi masalah ini sedikit sensitif untuk Kayden. Penting untuk kita menjaga perasaannya."Sean mengernyitkan alisnya."Tapi kata pak ustadznya Sekar kita gak boleh bohong. Sekar mau telpon bang-""Kar, Kar." John menahan tangan Sekar yang ingin merogoh sakunya. "Plis, Sekar mau apa? Nanti abang beliin."Sekar menatap John dengan menyipitkan mata.John menganggukkan kepala. "Beneran. Sekar mau apa? Telur gulung? Abang beliin ya?""Telur gulung, tapi Sekar maunya sepuluh ribu. Ektra pedas."John tersenyum lega. "Abang beliin dua puluh ribu. Tapi janji jangan bilang Kayden, ya?"Sekar mengangguk dan tersenyum sangat lebar. "Gak akan. Rahasia bang Jono aman di tangan Sekar."***Shaka bersandar pada tiang di belakangnya. Murid-murid yang melewatinya menatap penasaran. Beberapa gadis tersenyum centil padanya. Shaka tidak peduli. Dia hanya fokus pada pintu perpustakaan di seberang sana, menunggu seseorang keluar. Sudut bibirnya terangkat begitu target yang ditunggu akhirnya memunculkan diri.Dengan langkah pasti Shaka mendekatinya.BrukTubuh Sekar terdorong ke belakang. Beruntung dia bisa segera menyeimbangkan diri sehingga tidak terjatuh ke lantai koridor yang kotor.Sekar lalu menoleh melihat siapa pelaku yang menabraknya. Sudut mata Sekar berkedut melihat orang di depannya. 'Kenapa dia lagi?'"Lo beneran nguntit gue, ya?" Mata Shaka melotot lebay. Jari telunjuknya menunjuk-nunjuk ke depan wajah gadis itu. "Iya, kan?Gak mungkin lo mau bilang kalo lo lagi-lagi gak sengaja nabrak gue untuk kelima kalinya!" Todong Shaka lagi.Sekar memutar mata kesal. Mulutnya gatal ingin menggigit telunjuk tidak sopan itu, tapi tiba-tiba petuah Kayden setiap pagi terlintas begitu saja di kepalanya 'Jauhi Shaka... Jauhi Shaka....'Sekar sudah akan meninggalkan Shaka tapi sebelum Sekar bisa mengayunkan langkahnya, Shaka sudah merentangkan tangannya menghalangi gadis itu."Lo udah nabrak gue. Lima kali. Gak semudah itu lo bisa kabur." Shaka menunjukkan lima jarinya. Matanya kembali melotot lebay.Sekar menipiskan bibirnya. Dia menoleh ke samping. "Kalo gitu gue minta maaf. Udah, kan!"Bibir Shaka tersungging. Dia menekuk sedikit lututnya agar bisa melihat wajah gadis itu yang tingginya hanya mencapai pundaknya. "Kalau ngomong tuh liat lawan bicaranya. Jangan liat ke lain. Gak sopan."Sekar berdecak dalam hati. 'Dasar banyak aturan' "Yaudah, gue minta maaf. Gue beneran gak sengaja nabrak lo tadi. Udah, kan?"Tak lupa Sekar juga menunjukkan senyum sangat lebar di wajahnya. Sengaja agar Shaka tidak memiliki celah untuk mengoreksinya sekali lagi tentang cara meminta maaf yang baik dan benar."Yang tulus kalau minta maaf tuh. Itu senyum lo keliatan banget kepaksanya."'Shaka sialan!' Sekar merutuk dalam hati. "Udah deh gak usah lebay. Toh gak luka juga, kan!"Shaka terkekeh. Matanya menatap lekat gadis itu yang sedang cemberut di depannya. Alis hitam gadis itu melengkung indah melindungi sepasang matanya yang beriris biru terang. Keindahan matanya membuat Shaka semakin tenggelam jatuh ke dalam pesona gadis itu.Sekar mendelik sebal melihat cowok itu terkekeh. 'Dasar gak jelas.'"Udah punya pacar?" Shaka bertanya dengan suaranya yang lembut.Sekar mendengus, "Gak ada urusannya sama lo."Shaka tersenyum, jika seorang gadis menjawab seperti itu kemungkinan besar dia masih jomblo. Shaka berselebrasi dalam hati.Shaka kemudian menyodorkan ponselnya, "catat nomor lo!""Gue gak-"""Lo gak akan bisa pergi sebelum lo catat nomor lo!" Shaka memaksakan ponselnya ke tangan Sekar.Sekar mendelikkan mata sebal. Dia lalu mengetikkan dua belas angka di sana. Sekar tersenyum. Untung dia masih ingat jejeran angka yang tak sengaja dilihatnya tadi pagi.Sekar mengembalikan ponsel itu dan langsung meninggalkan Shaka tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Matanya mengawasi sekitar takut orang itu melihatnya sedang bersama Shaka.Di belakangnya, terlihat Shaka senyum-senyum melihat layar ponselnya yang masih menampilkan nomor yang baru saja dimasukkan Sekar. Dia mengecupnya berkali-kali.***"Hai. Gue boleh duduk di sini?" Seorang siswi menghampiri Sekar. Sekar menoleh ke sekitar dan melihat masih banyak bangku taman yang kosong, kenapa gadis itu malah ingin duduk dengannya."Buk-""Gue Arabella dari kelas X Ipa 1. Lo Sekar Arum kan? Gue udah merhatiin lo dari kita pertama masuk sekolah. Kelas kita sebelahan tau!"Gadis itu, Arabella, langsung mendudukkan dirinya di sebelah Sekar. Dia mengulurkan tangannya dan menatap lekat gadis bule di depannya. Arabella berdecak kagum. "Ternyata kalo diliat dari jarak sedekat ini kecantikan lo jadi lebih lebih, ya. Ck!"Sekar memijit pelipisnya.Arabella meringis melihat Sekar yang memijat kening. Apa suaranya telah membuat Sekar sakit kepala?"Sorry... Gue berisik, ya? Tapi lo tenang aja. Gue jinak, kok." Arabella terkekeh menyadari kata-katanya yang absurd. Jinak, seperti hewan peliharaan saja."Maaf. Tapi gue lebih suka sendiri." Sekar membuang muka. Dia mengepalkan tangannya diam-diam."Kalo yang lo takutin itu kak Evelyn, lo tenang aja. Dia gak bakal berani ngusik gue!" Arabella menepuk dada bangga.Sekar langsung terbatuk-batuk. Dia menatap kaget Arabella.Arabella tersenyum puas melihat reaksi Sekar. Dia bersorak riang. "Tuh kan, bener tebakan gue! Gak sia-sia dua minggu ini gue merhatiin lo!" Sekar melongo. Bella terkekeh dan menggeser duduknya lebih dekat. "Awalnya gue heran aja di saat semua murid baru sibuk nyari temen dan bentuk circle masing-masing lo malah narik diri. Padahal ya, lo itu cantik banget, blasteran lagi. Lo tuh gampang banget kalau mau jadi famous meskipun baru kelas sepuluh."'Bahkan ada foto lo di ponsel kakak gue.' bathin Arabella. "Lo jangan aneh-aneh deh. Gue gak kenal siapa itu kak Evelyn yang lo maksud." Sekar menggeleng kemudian bangkit. Arabella langsung menahan lengan Sekar. "Lo gak perlu bohong. Gue liat pas Kak Evelyn narik lo ke gudang belakang kemarin. Meskipun gue gak tau apa yang dia lakuin di sana, tapi itu pasti bukan sesuatu yang baik." Arabella menahan Sekar dan mengajaknya duduk kembali.Sekar menghela nafasnya. Dia kembali duduk di samping Arabella. "Kalaupun itu benar, gue tetep gak bisa tem
Langit sudah hampir gelap saat Sekar kembali ke apartemennya yang sepi. Di sebelah tangannya dia menenteng paperbag dengan logo restoran terkenal. Sekar memasuki apartemennya dengan helaan nafas yang besar dan berat. Tapi dia kemudian tersenyum saat melihat sepatu laki-laki tersimpan di rak sepatunya. Apalagi saat melihat seseorang yang sedang duduk di sofa membelakanginya. Cowok itu sedang fokus dengan layar televisi di depannya yang sedang menyayangkan siaran tinju. Sekar buru-buru melepas sepatunya dan menyimpannya di sebelah sepatu cowok itu. Sekar kemudian berlari dengan kaki telanjangnya dan langsung memeluk cowok itu dari belakang. Cowok itu mengecup lengan yang melingkari pundaknya kemudian menatap Sekar dari samping. "Gimana sekolah hari ini? Kok sore banget pulangnya?""Aaa kangeeen... Bang Kay kenapa gak bilang dulu sih kalau mau ke sini?" Sekar melepas tas di punggungnya juga paperbag nya dan meletakkan ke atas meja. Dia kemudian bergabung menonton tv di sampingnya. Kayd
Sementara itu di tempat yang berbeda, Shaka sedang cengar-cengir menatap deretan angka di layar ponselnya.Dia berdeham sebentar sebelum menyentuh logo telepon berwarna hijau di layar.Shaka tersenyum melihat panggilnya diangkat. Dia buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga."Hai." Shaka menyapa dengan suaranya yang paling merdu."..."Wajah Shaka mengeras kemudian segera memutuskan panggilan secara sepihak."Arghhh... Gue harap lo cuma becanda, Kar." Shaka melempar ponselnya ke tengah ranjang Vernon.Vernon, Bara, Ricko dan Devan yang sedang duduk di balkon kamar Vernon melongokkan kepala dari luar."Arghhh Sekaar." Shaka frustrasi. Dia menyugar rambutnya ke belakang kemudian memejamkan mata. Empat sahabat Shaka saling berinteraksi lewat mata. "Pak bos gak abis kesambet setan kamar mandi rumah lo pan?" Bara menundukkan kepala untuk berbisik-bisik di antara mereka. Vernon menggeleng polos."Tumben-tumbenan dia nyebut nama cewek sefrustrasi itu." Celetuk Bara ikut-ikutan. "Biasa dia
"Gak. Soalnya kemaren pak Jarwo udah cerita." Jawab Sekar. Dia terkekeh melihat wajah kesal Sadi. "Eh, itu pesenan Sekar deh kayaknya." Sekar mendekati gerbang saat melihat mamang gopud. Dia berdecak puas saat sudah menerima dua plastik besar pesanannya. Sekar kembali ke pos satpam dan mengeluarkan tiga bungkus bakso ke atas meja. "Buat bapak-bapak." "Aduh neng, jadi ngerepotin." Sadi tersenyum sungkan. "Padahal baru kemarin neng beliin kita rokok mahal, sekarang dikasih makanan gratis pula." "Gak papa. Lagian bukan duit Sekar juga." Sekar terkekeh. "Kalo gitu sampein makasih kita buat pacarnya neng, ya." Ucap Jarwo. "Iya." Sekar terkekeh saja. Dia membayangkan pasti Kayden akan mengamuk kalau Sekar mengaku-ngaku pacarnya. Sekar kemudian pamit pada bapak-bapak itu. °°°°° "Lo dari mana aja? Gue udah keliling-keliling nyari lo tau." Bella mendumel saat melihat Sekar baru saja tiba di taman. Bella sudah lama menunggunya. "Aak!" Sekar bersendawa. Dia mengesampingkan bungkus bening
Sekar membasuh wajahnya berkali-kali untuk meredamkan amarahnya. Kata Kayden, jika sedang marah Sekar harus pergi membasuh muka untuk menenangkan perasaannya."Dia gatau apa-apa. Dia bego. Shaka bego. Shaka ba-jingan." Sekar terus menepuk-nepuk air ke wajahnya. Air matanya sesekali masih merembes. Sekar menggigit bagian dalam bibirnya agar tangisnya tidak pecah."Ibu orang baik." Bibir Sekar bergetar. Bayangan ibunya yang tengah senyum dari tengah laut terlintar di benaknya. Hati Sekar langsung tenggelam hingga ke dasar.Ceklek.Seseorang membuka pintu toilet dari luar. Sekar melihat orang yang masuk dari kaca di depannya. Sekar menatap datar pantulan orang itu dan melihat gadis itu mendekatinya."Gimana rasanya dihina sama cowok paling ganteng di Garuda?" Evelyn berdesis. Gadis itu juga menatap Sekar dari pantulan kaca di depan mereka.Sekar menyunggingkan senyumnya. "Segitunya lo pengen ngejek gue sampai rela buntutin ke toilet." Evelyn berdecak. "Gak usah alihin pembicaraan." Seka
"Arghhh..." Shaka berteriak sambil kembali menghantamkan kepalan tangannya ke samsak tinju. Kakinya sesekali terinjak pecahan beling menimbulkan bunyi keras di ruangan sunyi itu."Bang-sat. Be-go. Be-go." Shaka kembali menghantamkan tinjunya. Kulit tangannya sudah robek dan darah merembes yang sebagian sudah mulai mengering. "Sejak kapan lo berubah brengsek gini, ha! Bajing-an. Bang-sat. Punya mulut dijaga, anj-ing!"Shaka terus meninju ke depan. Semakin dia ingin melupakan kejadian tadi, semakin kata-kata jahatnya berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Apalagi teringat wajah Sekar yang menangis karena kata-kata kasarnya. Shaka merasa begitu brengsek.Dia memang sedikit tersinggung dengan yang dikatakan Sekar, tapi tentu itu bukan salah Sekar. Perempuan mana pun pasti akan merasa risih jika terus didekati apalagi dengan paksaan seperti yang dilakukan Shaka beberapa hari ini. Tidak seharusnya Shaka marah pada gadis itu. "Gue harus apa, nyet!" Shaka menyugar rambutnya frustrasi. Tu
Nafas lelaki itu menderu. Telunjuknya menunjuk Kayden tepat di muka. "Yang sopan kamu sama orang tua!""Tua-tua bangsat kayak lo gak perlu pake sopan santun." Kayden berdecak sambil memeriksa jam yang melingkar di pergelangan kirinya."Dasar pemuda gak berakhlak. Dari dulu saya sudah gak suka kamu berteman dengan anak saya. Kamu itu cuma bawa pengaruh buruk untuknya!" Ucap orang itu. Suaranya yang besar membuat beberapa orang memperhatikan mereka. "Malu om, sok-sokan bawa-bawa akhlak, sendirinya jadi penipu." Kayden tersenyum miring. "Jaga mulut kamu, ya!" Telunjuk pria tua itu kembali mengacung. Matanya melotot. Mukanya merah sampai ke telinga. Kayden terkekeh dan melambaikan tangannya. Sebenarnya dia masih ingin meladeni orang tua itu, tapi seseorang berseragam satpam di dekat pintu sana membuat Kayden mengurungkan niatnya."Gelutnya di luar aja ya, mas Kay. Saya titip satu bogem mentah di perut." Ucap satpam itu saat Kayden melewatinya.Kayden meliriknya sebal. "Besok-besok kalo
Sekar menatap hamparan pasir putih di depannya yang sesekali diderai ombak dari laut yang tenang di depannya. Sekar menatap ke kejauhan. Ada rasa rindu yang sangat nyata di matanya. Rindu yang tak pernah bisa dicurahkannya lagi. Sekar menghirup nafas dalam dan mengeratkan genggamannya pada dua plastik besar yang ditentengnya. Dia melangkah menuju rumah kayu yang berdiri sendiri tak jauh dari pantai itu. Pohon kelapa melambai di sisi kiri kanan rumah itu. Langkah Sekar semakin dekat.Dia tersenyum melihat ayunan di halaman rumah kayu itu. Membayangkan dirinya kecil yang duduk di atas sana dengan dua anak laki-laki yang menjaganya di sisi kiri kanannya. Sekar kecil akan menjerit-jerit jika keduanya mengisenginya dengan ayunan yang besar. Sekar menghela nafas panjang. Betapa waktu cepat berlalu. Sekar tiba di depan pintu. Dia memegang hendel dan memutarnya pelan. Lalu berjingkat-jingkat saat lebih masuk ke bagian dalam rumah. Melewati dinding yang memperlihatkan sepasang orang tua dan s