Share

05. Setahun Lalu

Author: Flutterby
last update Last Updated: 2024-02-10 15:23:12

Arabella tersenyum puas melihat reaksi Sekar. Dia bersorak riang dan menjentikkan jarinya. "Tuh kan, bener tebakan gue! Gak sia-sia dua minggu ini gue merhatiin lo!"

Sekar melongo. Bella terkekeh kemudian menggeser duduknya lebih dekat. Gadis itu merendahkan suaranya. "Awalnya gue heran aja di saat semua murid baru pada sibuk nyari temen dan bentuk circle masing-masing, lo malah narik diri. Padahal, ya, lo itu cantik banget, blasteran lagi. Lo tuh gampang banget kalau mau jadi famous meskipun baru kelas sepuluh."

'Bahkan ada foto lo di ponsel kakak gue.' Arabella menambahi dalam hati.

"Lo jangan aneh-aneh deh. Gue gak kenal siapa itu kak Evelyn yang lo maksud." Sekar menggelengkan kepalanya kemudian bangkit berdiri.

Arabella menahan lengan Sekar. Matanya bertatapan dengan Sekar. "Lo gak perlu bohong. Gue liat sendiri pas Kak Evelyn narik lo ke gudang belakang kemarin. Meskipun gue gak tau apa yang dia lakuin di sana, tapi gue yakin itu pasti bukan sesuatu yang baik, kan?"

Sekar menghela nafasnya. Dia kemudian duduk lagi di samping Arabella. "Kalaupun itu benar, gue tetep gak bisa temenan sama lo."

"Tuh liat, lo udah se-care itu sama gue. Lo pasti takut kak Evelyn bully gue, kan? Gue gak mungkin ngelepas sahabat sebaik lo gini, Kar." Mata Arabella berbinar-binar.

Sekar melongo. Dia yakin tadi tidak salah dengar. Arabella menyebutnya sebagai sahabat.

"Bell, gue--"

Bella berjingkrak kesenangan. "Kyaaa... Tuh kan, lo udah manggil gue Bella aja. Itu tuh panggilan cuma buat orang terdekat gue aja. Di sekolah anak-anak biasanya manggil gue Ara doang."

"Ara,"

Bella menggeleng tegas sambil menggerakkan jari telunjuknya, "no no... Lo udah manggil gue Bella, berarti lo udah sah jadi orang terdekat gue. Pokoknya lo cuma boleh manggil gue Bella. Lo manggil Ara gue gak denger!" Bella melipat tangan ke dada tanda tak ingin dibantah.

Sekar memijit pelipisnya. Melihat Bella malah mengingatkannya pada Shaka. Kenapa juga dia malah memikirkan cowok itu. Sekar segera memukul kepalanya.

Sekar menghembuskan nafasnya perlahan dan menatap gadis itu. "Arabella, jujur gue seneng banget bisa punya temen kayak-"

"Sahabat!" Bella mengoreksi.

Sekar meneguk ludah kasar. "Iya, maksud gue sahabat. Gue seneng banget bisa punya sahabat kayak lo. Tapi tetep gue gak bisa membahayakan keselamatan lo. Dengan lo temenan sama gue, sama aja lo udah nantang Evelyn. Gue tau lo mungkin gak takut sama dia, tapi tetep gue gak bisa ngebahayain lo, Bella."

"Dia gak akan berani ganggu gue, Sekar. Lo tenang aja." Bella menepuk dadanya. Kepalanya mendongak.

Sekar menatapnya sendu. Dia lalu menggenggam sebelah tangan Bella. "Lo gak tau segimana mengerikannya Evelyn, Bella. Dia itu berbahaya."

Bella memandang wajah Sekar di depannya. "Apa karena ini lo selalu ngehindar tiap ada yang ngajak lo temenan selama ini? Dia ngancem lo kayak gimana? Bilang sama gue. Biar gue bikin perhitungan sama dia! Zaman kayak gini dia masih sok-sokan jadi penguasa. Dia pikir dia siapa!" Bella menyingsingkan lengan seragamnya memperlihatkan lengan atasnya yang kerempeng.

Sekar tidak bisa tidak terenyuh karenanya. Dia lalu menggenggam tangan gadis itu dan meremasnya pelan. "Makasih. Tapi lo gak perlu lakuin itu. Jangan libatin diri ke dalam bahaya, Bella."

Bella cemberut. "Dan lo bakal mendorong gue jauh-jauh kayak yang lo lakuin ke orang-orang selama ini?"

"Lo gak ngerti, Bell."

"Gimana gue bisa ngerti kalo lo bahkan gak ngasih gue kesempatan buat ngerti." Bella menatap dalam Sekar.

"Gue gak mau karena keegoisan gue, gue kehilangan teman sekali lagi. Gue gak mau." Suara Sekar tercekat.

Bella merasakan tangan Sekar yang bergetar dalam genggamannya. Mata gadis itu juga sudah berembun. "Apa Evelyn pernah melakukan hal yang keterlaluan ke temen lo sebelumnya?" Tanya Bella. Suaranya lebih lembut.

Sekar mengangguk. "Dari gue kecil, Evelyn selalu ngerebut semua yang gue punya. Termasuk teman-teman gue. Sampai akhirnya gue cuma punya dua teman sampai gue gede. Cuma dua orang itu yang berani temenan sama gue dan mengabaikan larangan Evelyn." Sekar tersenyum tipis begitu terlintas bayangan tiga anak kecil berseragam putih merah yang selalu bergandengan tangan ke mana saja.

"Orang lain ngiranya sombong, lah. Gak mau main sama orang miskin. Gak main sama pribumi. Gue udah biasa dianggap kayak gitu." Suara Sekar semakin mengecil.

"Padahal sebenarnya lo juga pengen, kan, punya banyak temen kayak orang lain?" tanya Bella. Matanya menatap sendu gadis itu.

Sekar tersenyum dan mengangguk. "Gue gak bohong. Gue kesepian, Bella. Gue juga pengen punya banyak temen cewek. Yang kalo ke mana-mana selalu ada temennya." Mata Sekar menerawang jauh.

"Tapi setahun lalu, ada dua anak perempuan yang nekat temenan sama gue. Mereka sering diancam Evelyn, tapi keduanya abai. Sampai kemudian," Sekar menjeda ucapannya. Tangannya menggenggam tangan Bella semakin erat. Rasanya seperti ada sebongkah batu besar yang mengimpit dadanya.

"Jangan diterusin kalau masih sakit." Bella menggeleng. Dia seolah bisa merasakan kesedihan gadis di depannya.

Sekar menghirup nafas dalam setelah itu melanjutkan ceritanya. "Suatu hari mereka kecelakaan. Amanda meninggal di tempat, sementara Rosi mengalami kebutaan. Sekarang dia dibawa pindah keluarganya ke Singapura. Bahkan mereka gak ngizinin gue buat ketemu dia untuk terakhir kalinya." Sekar mengusap setetes air matanya yang jatuh.

"Dia gak benci lo, kan?"

Sekar menggeleng tapi kemudian tersenyum kecut. "Oci gak benci gue, tapi seluruh keluarganya yang benci. Gue cuma bisa telponan sama dia diam-diam lewat perawatnya. Sampai sekarang gue masih ngusahain nyari donor mata yang cocok buat Oci."

Bella menepuk tangan Sekar pelan. Matanya juga ikut berair. "Semoga Oci cepat dapat donor mata ya. Sahabat lo, sahabat gue juga."

Sekar tersenyum tipis. Matanya kemudian menatap gadis di depannya. "Gue udah kehilangan mereka. Gue gak mau kehilangan sekali lagi, Bell."

"Kar," Bella menggelengkan kepala. "Jangan dorong gue menjauh."

"Gue gak mau sesuatu terjadi juga sama lo. Jangan lagi. Gue gak mau jadi sahabat yang gak berguna lagi." Suara Sekar tercekat.

"Kar, percaya sama gue. Kak Evelyn gak akan berani ngusik gue. Gue bisa pastiin itu." Bella tersenyum dan menganggukkan kepala untuk meyakinkan Sekar.

"Lo gak tau semengerikan apa Evelyn, Bell."

Bella tersenyum meyakinkan. "Percaya sama gue. Evelyn gak akan berani nyentuh gue."

Sekar menghela nafasnya. "Janji jangan sampai lo kenapa-napa karena kak Evelyn, ya."

Bella tersenyum melihat tangannya yang digenggam Sekar semakin erat. "Jangan manis-manis dong, Kar. Kalau gue sampai belok tanggung jawab lo."

"Bangsat." Sekar buru-buru melepas genggamannya.

Mereka tertawa lepas setelahnya. Perasaan hangat menjalari hati Sekar. Gadis itu menatap Arabella dengan tekad di matanya. Kali ini dia akan menjaga dan melindungi sahabatnya dari Evelyn. Tidak akan dibiarkannya Evelyn menyentuh Bella meski hanya seujung kuku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    177. Tamat

    Dimas terkekeh dan menyingkirkan telunjuk Dewo yang menunjuk ke arahnya. "Jangan bilang kau juga tidak tau bahwa Sekar ke Paris dua bulan yang lalu." Mata Dewo berkilat kaget sekilas. Setelahnya dia berusaha terlihat normal. Tapi Dimas menyadari reaksi awalnya. Pria itu tersenyum sinis. Dia membuka galeri di ponselnya dengan menunjukkan rekaman singkat seorang gadis yang nampak mengerucutkan bibirnya. "Ayah Dimas." Ucap gadis dalam video. Mata Kayden dan Gio berkilat mendengar suara itu. Dan mereka bisa membayangkan wajah masam Sekar yang melakukannya di bawah paksaan orang lain. Dimas menjauhkan ponselnya saat tangan Dewo ingin menjangkaunya. Dewo naik pitam melihatnya. "Kau tidak bisa memaksa anak gadis orang lain untuk memanggilmu ayah." "Kenapa tidak bisa! Lagipula dia terlihat senang-senang saja, tidak ada ketegangan. Asal kau tau saat itu dia sedang meminta ditraktir makan di restoran favoritnya, padahal sepanjang jalan dia sudah memalakku untuk membayar semua street food

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    176. Pura-pura Tuli

    "Kar~" Suara Kayden parau. Dia langsung memeluk Sekar erat-erat. Gio ikut memeluk kedua orang itu. "Lo harus secepatnya ingat gue, Kar. Gue sama Gio nunggu lo. Kita selalu nunggu lo." Kayden menepuk-nepuk pucuk kepala Sekar. Dia tidak peduli lagi meski pandangannya sudah kabur karena air mata. Gio ikut mengusap bahu Sekar. "Lo harus sehat-sehat di sana. Harus pinter jaga diri. Gak ada gue sama Kayden lagi yang bisa jagain lo." Gio mengusap air matanya. Sekar menatap dua orang itu yang sama sama menangis. Hati Sekar campur aduk. Matanya ikut panas dan akhirnya menjatuhkan bulir-bulir bening. "Cepat pulang. Abang-abang lo nunggu di sini." Kayden mengusap air mata di wajah Sekar dengan hati-hati. Dia lalu mengecup kening gadis itu. Juga dua kelopak matanya. "Gue selalu nunggu lo di sini. Baik-baik di sana, ya~" pintanya. Sekar mengangguk tanpa sadar. Hatiny

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    175. Ayah Dimas

    "Karena abang pencopet." Sekar menampakkan raut kagetnya. Petra mengusap lagi air matanya. "Karena bang Pepet udah mencopet hati Sekar." Petra berusaha tersenyum. Sekar ikut tersenyum. "Bang Pepet lucu." Petra menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin hebat. "Kalo aku kamu ingat? Pokoknya harus ingat." Sean maju. Belum apa-apa matanya sudah berembun. "Bang Sean, kan?" Sekar tersenyum. "Gak pakai abang. Kamu biasanya manggil aku Sean aja. Gak ada abangnya." Sean mengusap air matanya. Sekar mengernyit. "Bang Sean kan seumuran bang Kayden? Kenapa Sekar gak panggil abang kayak yang lain?" Sekar menoleh pada Kayden yang dari tadi hanya diam. Mata pemuda itu paling sembab. "Bang Kayden," panggil Sekar karena Kayden hanya diam saja. "Kita semua bahkan gatau k

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    174. Bintang PD

    "Besok saya ingin membawa Sekar pulang berobat di Paris." "Om?" Shaka membeku. Dia takut salah mendengar sebelumnya. "Shaka gak salah denger, kan, om? Om gak mungkin mau bawa Sekar ke Paris, kan?" Keheningan di seberang sana sudah menjawab pertanyaan Shaka. Pemuda itu tanpa sadar mundur selangkah. Dia memegangi tembok di sebelahnya. "Om, Shaka yakin Sekar masih bisa disembuhkan di Indonesia. Shaka akan cari rumah sakit yang lebih baik lagi. Dokter yang lebih hebat lagi. Sekar tidak harus dibawa ke Paris, om. Lagipula Sekar baru siuman, om." Louis menghela nafas berat. "Shaka, dengarkan saya. Saya melakukan ini demi kebaikan Sekar. Saya tau pengobatan di Indonesia juga baik. Banyak rumah sakit maju dan dokter yang ahli di bidangnya. Tapi ini sudah dua minggu sejak Sekar siuman. Kesehatannya tidak memiliki banyak kemajuan." Shaka terdiam. Dia ingin menyangkal kata-kata Louis tapi tidak ada suara yang terucap. Dia juga terbayang saat Sekar merintih kesakitan merasakan semua luka

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    173. Membawa Sekar Pulang

    "Kagak ada nanti. Gue gak izinin lo nemuin Sekar sampai kapan pun!" Kayden memotong ucapan John. Kakinya kembali hendak menerjang ke depan. "Kay! Kay!" John berdiri di depan Kayden untuk menghalangi. Dia memegangi bahu Kayden dan memaksa pemuda itu untuk memasuki ruang rawat Sekar bersamanya. Gio memandang pintu ruang rawat Sekar yang sudah tertutup dari dalam. Pemuda itu lalu berjalan mendekati Bagas. Matanya menatap dari pucuk kepala hingga ujung kaki Bagas. Sudah berapa tahun mereka tidak bertemu. Jika bukan karena suara Bagas yang tidak berubah, Gio tidak akan mengenali wajah di balik cambang tebal itu. "Lo sebaiknya pulang, bang. Kayden gak akan ngizinin lo liat Sekar buat sekarang. Cowok itu keras kepala." "Gue tau semua ini terjadi karena gue. Gue nyesel, Yo." "Lo ninggalin banyak masalah buat kita semua di Indo, bang." Gio tersenyum miris. "Gue dan yang lain gak pernah berenti nyari lo selama ini, tapi semuanya sia-sia. Lo gak bisa ditemuin di manapun. Lo emang niat ba

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    172. Bagas

    Oda mengangguk. "Saya juga tidak berniat melepaskan bajin-gan itu begitu saja dan menyerahkannya ke polisi. Masalahnya Shaka sudah menyerang tempat persembunyian mereka sendirian dan hampir membakar seluruh bagian rumah itu dan telah menarik perhatian warga sekitar. Orang-orangku juga mengatakan Daniel beserta anak buahnya sudah tidak terlihat di sana. Mereka pasti sudah kabur duluan saat mengetahui Sekar tertabrak. Sekarang polisi sudah terlanjur tau." "Masalah itu biar nanti Kayden yang ke kantor polisi. Kita pasti bisa nemuin Daniel, bang. Sean sama yang lain udah turun nyari mereka. Beberapa geng motor lain yang deket sama Fonza juga ikut turun tangan." "Gue juga udah nyuruh Jovi sama anak-anak buat ikut nyari keberadaan Daniel, Kay." Gio yang sedari awal diam juga ikut bersuara. Kayden memperhatikan wajah Gio yang sembab dan mengangguk. "Thanks." Katanya pelan. "Tapi saya sangsi keberadaan orang itu mudah ditemukan.

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    171. Berlumuran Darah

    "Woy jangan kabur!"Kedua gadis itu sontak menoleh ke belakang dan melihat belasan orang mengejar mereka dari jarak agak jauh.Sekar melotot ngeri. Dia mengepalkan tangannya dan mempercepat larinya. "Kabur, Len!" Gadis itu menoleh pada Evelyn. "Lo masih sanggup, gak? Atau gue gendong aja?"Evelyn menggeleng tegas. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya. Keringatnya sebesar biji jagung setiap dia menggerakkan kakinya.Sekar mengencangkan kepalan tangannya. Daniel. Awas saja. Besok dia luluh lantakkan orang itu bersama pengikutnya."Argh!" Evelyn berteriak saat tubuhnya terhuyung ke depan dan lututnya segera bergesekan dengan aspal jalanan. Dia merasakan kulitnya terkelupas dan terasa panas membakar. "Ilen!" Sekar yang sudah berjarak jauh di depannya segera menoleh mendengar teriakan Evelyn. Matanya melotot panik dan segera berlari hendak menghampiri Evelyn."Jangan." Evelyn menggelengkan kepala. Matanya berembun. "Jan

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    170. Karena Lo Kakak Gue

    "Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong

  • Jatuh Cinta Pada Adik Musuh    169. Perempuan Matre

    "Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status