LOGIN"Sudah bangun?"
"Sarapan gih. Berangkat sama siapa ke kampus?" Alisya tersenyum lebar membaca dua pesan tersebut dari Axel. Dengan senyum yang setia menghiasi wajah, Alisya pun mulai mengetikkan sebuah balasan untuk Axel. "Udah bangun kok dari tadi." "Kak Andra yang antar aku. Karena kampusku beda sama Vina dan yang lain." Alisya masih tersenyum seraya memasukkan ponsel dan barang penting lainnya ke dalam tas. Setelah itu, Alisya meraih map di atas meja belajar yang isinya sudah dia siapkan sejak malam. Isi map tersebut adalah surat-surat yang diperlukan untuk mendaftar kuliah. Alisya merasakan getaran ponsel dari dalam tasnya, dan langsung menebak kalau itu pesan dari Axel. Alisya hendak mengambil ponselnya tersebut, namun niatnya terhenti saat Alvina membuka pintu kamarnya. "Sudah selesai? Kak Andra sudah datang." Alvina berbicara setengah berbisik membuat Alisya keheranan. "Kamu tahu? Dia paling tidak suka menunggu." Kini Alisya paham dan dia segera menyusul Alvina ke ruang tamu. Saat sampai di sana Alvina dan dua kembarannya sudah tak ada. Mereka sudah masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Radit. Hanya ada Andra, dan orang tuanya saja di sana. Suasana pun cukup canggung bagi Alisya. "Alisya, jika ada yang kamu butuhkan atau kamu butuh bantuan apapun, minta saja pada Andra. Andra pasti bisa membantumu." Sarah berucap dengan senyuman lembutnya, senyuman khas seorang ibu. Tak sengaja Alisya melihat tatapan peringatan sang ibu tiri yang ditujukan pada Andra. Penuh peringatan dan ancaman. "Iya, Bu. Akan aku lakukan jika aku butuh sesuatu," balas Alisya ramah. Andra yang berdiri di sana terlihat jengah dengan suasana yang membosankan baginya. Cukup sulit baginya menyembunyikan sikap dan perasaan di hadapan sang ayah tiri. Setelah basa-basi yang cukup panjang, akhirnya Alisya pun berangkat menuju kampus bersama dengan Andra. Suasana dalam mobil sangat tenang dan hening. Alisya jadi membayangkan bagaimana suasana mobil yang ditumpangi Alvina sekarang. Pasti ramai. Alisya melihat keluar jendela, mengamati tempat-tempat yang dilewati. Banyak tempat bagus dan indah untuk dikunjungi sepertinya. Dan Alisya akan main mengelilingi kota suatu hari nanti. Dia ingin tahu banyak tentang kota tersebut. "Apa saja yang kamu bicarakan pada Axel?" Alisya mengerjap pelan, cukup kaget saat Andra bersuara, mengutarakan sebuah pertanyaan. Seperti orang bodoh, Alisya menatap Andra dari samping dengan tatapan heran dan tak mengerti. "Apa saja yang kamu katakan padanya? Kita bahkan belum pernah bicara dan kamu sudah memfitnahku?" Alisya mengerjap cepat mendengar itu. Dia memfitnah Andra katanya? Kapan dia melakukan itu? "Maaf. Tapi aku tidak mengerti maksudmu." Alisya menjawab dengan kerutan di keningnya. Andra menengok sesaat, kemudian fokus kembali pada jalanan. "Axel menghubungiku tadi dan dia mengancamku dengan alasan dirimu." Alisya terdiam mendengar itu karena masih bingung. Setelah berpikir lama, Alisya baru mengerti. Tadi dia membalas pesan Axel dan mengatakan kalau Andra yang akan mengantarnya mendaftar kuliah. Pasti Axel langsung bertindak lain. "Aku minta maaf jika Kak Axel membuatmu tak nyaman. Tapi sungguh aku tak mengatakan apapun. Aku hanya memberi tahu Kak Axel kalau kamu yang akan mengantarku hari ini." Alisya meminta maaf dan berusaha menjelaskan. Dalam hati dia menggerutu karena tindakan bodoh Axel. Lihatlah, sekarang hasilnya begini. Pembicaraan pertama dia dengan Andra sangat tidak bagus. Andra mengangkat sebelah alisnya, menatap Alisya tak percaya. Alisya pun memilih diam saja tanpa bicara lagi. Masih merasa kesal pada Axel yang bertindak tak perlu. Ngomong-ngomong, Alisya memang tahu kalau Axel dan Andra sudah saling mengenal sejak lama. Mereka yang sama-sama merupakan CEO juga perusahaan yang bekerja sama, tentu membuat mereka sering berinteraksi. Alisya hanya tak tahu apakah mereka akrab atau tidak. Setelah cukup lama, mobil Andra pun terparkir rapi diparkiran kampus. Alisya dan Andra keluar bersamaan, lalu berjalan menyusuri lorong kampus. Mata Alisya menatap sekeliling, merasa takjub melihat kampus tersebut yang sangat luas. "Kenapa memilih kampus ini?" Andra bertanya lagi, saat mereka sedang menuju ruangan pendaftaran. Alisya menatap Andra sekilas, lalu tersenyum melihat banyak para mahasiswa yang berlalu-lalang. "Entah. Sejak awal mencari referensi kampus yang bagus, aku langsung tertarik dengan kampus ini. Makanya aku ngotot untuk pindah ke Jakarta. Dan aku yakin ini tak akan membuatku menyesal." Alisya menjawab dengan semangat. Terlihat sekali dari wajahnya kalau dia sangat senang memasuki area kampus yang sudah dia idamkan sejak lama. "Kamu akan sendirian di sini. Tak ada teman," ujar Andra. Perkataan Andra barusan membuat Alisya memicingkan mata tak suka. "Memang tak ada temanku yang masuk kampus ini. Tapi aku akan punya teman baru. Aku mudah bergaul," balas Alisya dengan nada menantang. Andra tersenyum meremehkan saat mendengar itu. Dan itu membuat Alisya semakin sebal. Oke, jika menurut Alvina, Andra itu galak. Tapi menurut Alisya, pria itu menyebalkan. Beginikah sambutannya terhadap Alisya yang baru saja datang ke Jakarta? Menakuti-nakuti? Menyebalkan sekali kan? Di tengah perjalanan, Andra berhenti melangkah, membuat Alisya ikut berhenti juga. Lalu dia menengok pada Andra yang memasang wajah tak enak dipandang. Kemudian Alisya menatap ke depan, pada seorang wanita yang berdiri tak jauh dari mereka. Wanita itu berpenampilan rapi dan formal. Memasang senyuman yang manis dan ramah. "Mas Andra? Sedang apa di sini?" Wanita yang entah siapa namanya tersebut berjalan mendekati Andra yang membeku dan Alisya yang tak mengerti apa-apa. "Mengantarnya. Dia masuk kampus ini," jawab Andra singkat, sedikit jutek. "Oh begitu. Kamu sudah bawa semua persyaratannya kan? Kalau sudah, mari ikut saya." Wanita itu bicara pada Alisya, yang membuat Alisya mengangguk singkat. Dia lalu melirik Andra yang membuang muka. "Ikutlah dengannya. Aku tunggu di mobil." Setelah mengatakan itu, Andra berbalik dan pergi dari sana. Sedikit, Alisya bisa menyimpulkan kalau wanita yang berjalan di sampingnya sekarang sepertinya ada hubungan sesuatu dengan Andra. Dan sepertinya, bukan sesuatu yang baik jika dilihat dari raut dingin Andra. "Jadi, siapa namamu?" Wanita itu bertanya pada Alisya. "Nama saya Alisya, Kak." "Alisya? Ah, rupanya kamu adik tiri Andra dan Radit yang baru pindah ke sini ya? Radit pernah menceritakanmu." Mendengar itu membuat Alisya kebingungan. Radit? Wanita ini mengenal Radit juga? "Nama saya Fiona. Saya dosen baru di sini." Wanita itu memperkenalkan diri, membuat Alisya terkejut. Oke, harusnya dia memanggil wanita itu dengan sebutan 'Bu'. "Oh ya, selamat datang di Jakarta. Semoga kamu betah tinggal di sini bersama keluarga ayahmu." Fiona berucap. Bingung harus mengatakan apa, Alisya hanya mengangguk dan berterima kasih saja.Hari ini, Andra dan Alisya sudah berada di kota Yogyakarta. Mereka datang ke sana untuk menengok anak Axel dan Aina yang sudah lahir. Alisya girang sekali saat diberitahu oleh ibunya kalau Aina sudah melahirkan. Hingga Alisya langsung meminta Andra agar mereka segera berangkat ke sana. Aina melahirkan normal, tanpa masalah apapun. Bayinya pun lahir dengan sehat dan selamat tanpa ada yang kurang. Karena tak ada masalah apapun, Aina hanya dirawat satu hari saja di rumah sakit. Esok paginya, dia diperbolehkan pulang oleh dokter. "Ah, jadi keponakanku perempuan ya. Namanya siapa?" Alisya bertanya seraya menatap pasangan orang tua baru yang berada di hadapannya. Sedangkan bayi mereka, ada dalam gendongan Alisya. "Alina Syaqeela Bimantara." Axel menjawab, memberitahu Alisya dan Andra nama anaknya dan Aina. Dia tersenyum lalu menatap istrinya yang berbaring di atas ranjang. "Nama yang cantik." Alisya memuji. Dia mendekati Andra dan membiarkan Andra melihat Alina dari dekat. Andra terseny
Alisya dan Andra berbaring di atas ranjang dengan posisi saling berpelukan. Selimut menutupi tubuh polos mereka dari kaki sampai dada. Namun, Andra malah membiarkan tubuh bagian atasnya tak tertutupi selimut. Dan tentu saja, tangan Alisya terus menggerayanginya. "Bicara apa dengan Aina tadi?" Andra bertanya, seraya memiringkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan sang istri. Tangannya bergerak, merapikan rambut Alisya yang acak-acakan dan lembab karena keringat. "Seperti biasa. Aku menanyakan kabar calon keponakanku saja," jawab Alisya dengan santai. Andra diam mendengar itu, padahal jelas-jelas Andra mendengar semuanya dari awal sampai akhir. "Itu saja? Atau ada yang lain?" Andra bertanya lagi. Alisya langsung mendongak, menatap lekat netra sang suami. Dan sepertinya Alisya paham apa yang dimaksud oleh Andra. "Kami membahas tentang anak juga. Kak Andra mendengar semuanya jadi tak perlu bertanya lagi," ucap Alisya dengan pelan. Gerakan tangannya di dada Andra langsung berhenti sek
Hari sudah malam, dan Alisya sedang duduk di sofa ruang tamu dengan tangan memegang ponsel miliknya. Dia sedang melakukan video call bersama dengan sang kakak ipar, Aina. "Bayinya gimana? Kapan perkiraan lahirnya?" Alisya bertanya dengan tangan mengambil camilan dari dalam toples dan memasukkannya ke dalam mulut. "HPL-nya sih lima minggu lagi." "Wah, bentar lagi dong. Aku gak sabar deh liat keponakanku nanti. Kira-kira nanti mirip siapa ya?" "Yang jelas mirip ayah atau ibunya lah. Masa iya mirip tetangga." Aina mendengus di seberang sana. Alisya yang mendengar itu tergelak. "Kamu bagaimana, Sya? Belum isi?" Kini Aina yang bertanya pada sahabat sekaligus adik iparnya tersebut. Karena tempat tinggal mereka yang kini berjauhan, hanya lewat ponsel saja mereka bisa bertukar cerita. "Belumlah. Baru juga beberapa minggu," jawab Alisya. Aina tersenyum mendengar itu. "Kamu benar. Aku juga menunggu selama tiga setengah tahun sampai akhirnya hamil. Padahal Kak Axel gak pernah pakai penga
Hari demi hari berlalu, kini Andra dan Alisya menikmati kebersamaan sebagai pasangan suami istri. Andra mengambil cuti dua minggu yang dia isi dengan acara bulan madu bersama dengan istri tercintanya. Tidak pergi jauh-jauh, Andra dan Alisya hanya mengunjungi beberapa pantai dan tempat wisata yang terkenal di Indonesia. Setelah selesai masa bulan madu, tentu Andra pun harus kerja seperti biasa. Alisya mulanya merasa keberatan, karena dia masih asyik bersama dengan sang suami sepanjang hari. Namun, mau bagaimana pun juga Andra harus tetap bekerja. Jika dihitung, hari ini adalah minggu ketiga Andra bekerja seperti biasa. Pekerjaannya cukup menumpuk, namun selalu ada Eva yang membantu. Wanita itu masih seperti semula, tak ada yang berubah. Andra pun tak menyesal jadinya memilih Eva sebagai sekretarisnya enam tahun yang lalu. Karena wanita itu tetap cekatan dan kompeten dalam bekerja. "Rapat akan dilaksanakan jam dua siang nanti. Jadi, tak ada jadwal untuk jam istirahat sekarang." Eva m
Andra duduk di sofa dengan punggung menyandar dan mata terpejam. Dia sedang menunggu Alisya yang masih menguasai kamar mandi sejak 30 menit yang lalu. Entah apa saja yang dilakukan istrinya tersebut sampai begitu lama di dalam sana. Andra sudah menunggu sejak tadi, karena dia pun ingin segera membersihkan tubuhnya yang berkeringat. Dengan mandi air dingin mungkin dia bisa sedikit segar. Namun, ya itu. Dia harus menunggu Alisya yang masih berada di sana. Setelah menunggu beberapa menit lagi, akhirnya Alisya selesai. Dia keluar dari kamar mandi memakai jubah mandi dengan rambut yang basah. Karena dirinya sudah selesai, Alisya pun menyuruh Andra untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Andra tak bicara apa-apa dan langsung masuk ke dalam. Saat itulah, Alisya langsung beraksi. Dia berlari mendekati meja rias untuk menyisir rambutnya juga merias wajahnya. Bukan riasan yang tebal, hanya agar terlihat lebih segar saja dan tidak pucat. Alisya diberitahu oleh Aina beberapa hal yang harus di
Andra dan Alisya berada di atas pelaminan dengan posisi berdiri berhadapan. Kedua tangan Alisya berada di bahu Andra, sementara tangan Andra di pinggang sang istri. Mata mereka saling menatap, dengan wajah yang sangat dekat. Keduanya lalu tersenyum, merasa geli dan bahagia secara bersamaan. "Yap. Ganti pose." Rama sebagai fotografer memberikan instruksi. Alisya dan Andra pun sedikit menjauh, lalu melakukan pose yang lain sesuai arahan dari Rama. Sesi foto berhenti sesaat, kala ada tamu datang. Rama pun memberikan waktu untuk pengantin menyambut para tamu, dan dia mengambil kesempatan itu untuk mengambil minum. Rama duduk di kursi, seraya melihat-lihat hasil fotonya. Sumpah, semuanya bagus sekali. Rama takjub juga pada adik dan kakaknya tersebut yang mudah untuk diatur dan tidak kaku hingga hasil fotonya semua bagus. "Wah, fotonya bagus-bagus ya." Rama langsung menengok ke belakang, dan tertawa pelan karena terkejut. Seorang wanita, berdiri di sampingnya seraya ikut melihat hasil







