LOGINAlisya adalah anak tunggal. Namun dia memiliki cukup banyak kakak tiri dengan beragam karakter. Setelah berhasil lepas dari Axel, kakak tirinya yang cerewet dan protektif, Alisya dihadapkan pada kakak tirinya yang lain. Andra, kakak tirinya yang dingin dan tak banyak bicara, namun diam-diam menghanyutkan. Raditya, kakak tirinya yang ramah dan baik hati. Alisya menganggap mereka sebagai kakak sendiri mulanya. Namun semuanya berubah seiring berjalannya waktu.
View MoreSeorang gadis remaja dengan seragam yang masih membalut tubuh terlihat duduk tenang di sofa bersama keluarganya. Di atas meja, terdapat sebuah surat yang menyatakan dirinya sudah lulus sekolah.
"Jadi, keputusanmu tidak berubah?" Seorang pria dewasa bertanya dengan nada kecewa pada Alisya, adik tirinya. "Maafkan aku, Kak. Tapi aku sudah lama memikirkan ini. Dan aku tak akan berubah pikiran. Lagi pula, kemarin Mama Sarah menghubungiku dan berkata kalau dia tak sabar menunggu kepindahanku ke rumah mereka." Alisya menjawab. Diana, ibu kandung Alisya menghela nafas pelan. Sejak masih dalam kandungan sampai sekarang Alisya berusia 18 tahun, dia tak pernah berjauhan dengan sang anak. Saat bepergian pun, paling cuma dalam waktu satu minggu. Itu pun ada Axel yang selalu dia percaya untuk menjaga Alisya. Cukup berat bagi Diana melepaskan anak perempuannya. "Kenapa harus pindah ke Jakarta? Di sini pun banyak universitas yang bagus dan baik. Kamu boleh memilih yang kamu suka." Diana mengutarakan rasa keberatannya. Alisya menunduk sesaat, menyiapkan diri untuk berbicara. "Aku ingin tinggal dengan Papa, Bu." Jawaban Alisya membuat Diana bungkam. Dan kali ini, ayah tiri Alisya yang bersuara. "Apa Ayah membuat kesalahan, Sya? Katakan saja jika Ayah melakukan sesuatu yang membuatmu tak nyaman." David, ayah tiri Alisya berkata. Dia hanya khawatir anak tirinya marah atau kecewa padanya yang mungkin saja tak dia sadari. "Tidak, Yah. Ayah sangat baik padaku. Keinginanku ini murni karena keinginan saja. Tak ada masalah apa-apa," jawab Alisya meyakinkan orang tua juga kakaknya. Mereka bertiga saling berpandangan dan menghela nafas pelan. Tak mungkin juga mereka melarang keras Alisya untuk pindah. Karena Alisya juga memiliki hak memilih untuk tinggal bersama siapa. "Aku tanya sekali lagi. Kamu yakin mau pergi dari sini, Alisya? Kamu tak akan menyesal?" Axel kembali bertanya dengan tegas. Alisya memicingkan mata sebal pada kakak tirinya tersebut. "Aku sangat yakin. Aku yakin sekali. Aku sudah memikirkan ini sejak lama." Alisya menjawab dengan tegas dengan penekanan di setiap kalimat. Diana menatap putrinya tersebut dengan tatapan sendu. Sedih, mendengar keputusan sang anak yang memilih pergi. Namun, dia juga tak boleh egois. "Baiklah. Ibu akan mendukung semua pilihanmu." Diana tersenyum lembut setelah mengatakan itu. Dia yakin Alisya akan selalu baik-baik saja di Jakarta nanti. "Terima kasih, Bu. Aku akan mengemasi pakaianku sekarang. Jadi, besok bisa segera berangkat," ucap Alisya dengan semangat. "Besok? Kamu yakin gak terlalu buru-buru?" tanya Axel kaget. "Enggak lah, Kak. Aku kan harus segera mendaftar kuliah juga di sana nanti," jawab Alisya. "Baiklah. Bolehkan besok kami ikut mengantarmu ke Jakarta?" tanya David. Alisya tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja. Aku senang jika kalian mau mengantarku sampai ke rumah Papa." Alisya menjawab dengan senyuman lebar. David menghela nafas lega mendengar itu. Cukup berat melepaskan Alisya yang sudah sejak kecil dia rawat dan sudah dia anggap anak sendiri. Tapi, David bersyukur karena dia tahu Alisya tak membencinya. "Baiklah. Aku pamit dulu mau berkemas sekarang." Alisya berdiri lalu melenggang pergi dari sana. Alisya tak bisa berhenti tersenyum karena mendapatkan izin untuk pindah ke Jakarta. Yang paling membuat Alisya senang adalah karena dia tak akan tinggal bersama lagi dengan Axel. Yang artinya, tak akan ada lagi yang cerewet mengomentari gaya hidupnya dan segala pilihan yang dia buat. *** Perjalanan dari Yogyakarta menuju Jakarta menggunakan pesawat tentu sangat menghemat waktu. Kurang dari dua jam, Alisya dan keluarganya sudah berada di bandara Kota Jakarta. Dan tentu saja, ada yang menjemput kedatangan mereka. Alisya cukup tegang saat melihat anggota keluarga ayahnya yang berkumpul lengkap di bandara untuk menjemput dirinya bersama dengan orang tuanya dari Yogyakarta. Mata Alisya menatap satu persatu dari mereka, dan Alisya merasa lega karena mereka terlihat ramah. Semoga saja memang kenyataannya seperti itu. "Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk menjemput kami." Diana bersuara dengan nada ramah pada semua yang ada di sana, termasuk mantan suaminya. "Tak masalah. Aku sudah lama menanti untuk waktu ini terjadi," balas Hendra. Dia tersenyum lalu memeluk putri kandungnya, Alisya. Alisya membalas pelukan sang ayah dengan senyum manis yang terukir di bibirnya. Dalam hati dia berbicara, semoga keluarga ayahnya bisa menerimanya dengan baik. Semoga saja mereka semua tulus padanya. Setelah basa-basi sedikit, akhirnya mereka semua meninggalkan bandara. Alisya pikir, mereka akan langsung menuju rumah yang akan jadi tempat tinggal barunya. Tapi ternyata, ayahnya membawa mereka ke sebuah restoran mewah untuk makan siang bersama. Dan Alisya berterima kasih atas kebaikan ayahnya. Dia bahkan senang, melihat ibunya dan Sarah akrab. Begitu juga kedua pria yang berstatus ayah bagi Alisya. "Wow. Sekarang kamu bukan hanya memiliki satu kakak saja, Alisya." Axel yang duduk di samping Alisya berucap. Matanya melirik pada tiga pria dewasa yang mungkin seumuran dengan dirinya. "Ya, memang. Semoga saja mereka tak cerewet sepertimu, Kak," balas Alisya dengan spontan. Axel mendelik kesal mendengar itu. Namun Alisya mengabaikan kekesalannya. Alisya tersenyum, seraya menatap sekeliling. David sedang mengobrol bersama Hendra dan anak-anak tiri Hendra yang sudah dewasa. Sedangkan Diana, sedang mengobrol bersama Sarah dan anak kembar Sarah yang berjumlah tiga orang. Taksiran Alisya, mereka sepertinya seumuran dengannya. Semoga saja mereka bisa akur nanti. Sedangkan Axel, hanya diam dan sesekali melihat ke arah ponsel. Alisya meliriknya sekilas, dan wajah kakak tirinya tersebut terlihat kurang bersahabat. "Apa ada masalah?" Alisya akhirnya bertanya pada Axel yang hanya diam saja semenjak mereka duduk di sana. "Menurutmu?" Tanggapan Axel yang sedikit ketus membuat Alisya merasa bersalah. Ya, Alisya sadar juga sebenarnya sebaik apa Axel terhadapnya. Walau hanya saudara tiri, mereka benar-benar dekat layaknya saudara kandung. Alisya tahu keputusannya ini mungkin membuat pria itu sedikit kecewa. Tapi, Alisya pun ingin merasakan tinggal bersama dengan ayah kandungnya. Dia ingin mencari pengalaman baru di Ibukota. "Kamu yakin mereka bisa menjagamu seperti yang aku lakukan selama ini?" Pertanyaan Axel cukup menohok. Mungkin pria itu berharap Alisya menyerah dan memilih pulang lagi ke Yogyakarta. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, Kak. Aku tak mau jadi beban bagi siapa pun. Aku sudah dewasa sekarang." Alisya menjawab dengan tegas. Axel hanya menghela nafas, tanpa menjawab lagi. Kekecewaan terlihat jelas diwajahnya. Dan dia langsung berpamitan untuk pergi ke kamar mandi. Meninggalkan Alisya yang semakin merasa bersalah.Malam ini Aina menemani Alisya lagi yang sepertinya sedang bersedih karena kejadian di cafe tadi. Aina pun tak menyangka Axel akan datang ke sana. Dan setelah berdebat dengan Alisya, Axel langsung pergi dengan wajah terlihat kesal. Dia sampai tak jadi makan. "Aku salah. Kak Axel sekarang marah padaku," lirih Alisya. Aina yang mendengarnya merasa kasihan. "Sya, ini saran dariku ya, sebaiknya kamu berhenti kerja saja." "Tapi Na, aku senang bisa kerja denganmu di sana." "Aku tahu. Aku tahu. Tapi akibatnya apa? Keluargamu marah, Sya. Kak Rama awal tahu juga marah kan? Lalu tadi Kak Axel. Bagaimana dengan Kak Andra? Ayahmu? Lalu ibu dan ayah tirimu?" tanya Aina. Alisya diam mendengar itu. "Gini ya, setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Dan aku yakin ayahmu kerja keras untukmu. Ya memang sih ayahmu punya tanggungan yang lain. Tapi kan, prioritasnya itu kamu. Kak Axel dan Kak Andra tiap bulan juga kasih uang agar kebutuhanmu tercukupi, bahkan mungkin agar kamu
Jam menunjukkan pukul 11 siang, dan Andra sedang sedikit bersantai. Ada tamu tak diundang datang ke kantornya, namun Andra menyambutnya dengan cukup baik. "Rencananya besok aku akan pulang. Kuharap kau bisa menjaga Alisya dengan baik. Aku tak akan segan menghajarmu lagi jika sampai membuatnya menangis," ucap Axel. Ya, Axel lah tamu tak diundang yang Andra maksud. "Aku akan berusaha semampuku. Lagi pula, sepertinya sekarang Alisya sudah memaafkanku dan menerimaku kembali," balas Andra. Dia mengambil cangkir kopi miliknya dan menyeruputnya perlahan. "Baguslah jika begitu. Aku tak tahan melihatnya terus bersedih," balas Axel pelan. Dia memang sosok kakak yang sangat mengkhawatirkan adiknya. "Bagaimana malam tadi? Apa kau datang mengunjungi Alisya?" Axel bertanya lagi. "Aku bersamanya sejak siang sampai malam. Malam tadi kami menghabiskan waktu di taman melihat kembang api," jawab Andra. Axel terdiam mendengar itu, namun sedetik kemudian dia mengangguk pelan. "Baguslah. Aku sibuk
Alisya mengajak Andra makan siang di restoran yang tak terlalu jauh dari gedung apartemennya. Tak mau mendebat Alisya dan membuatnya kecewa, Andra pun menuruti saja apa keinginannya. Kebetulan sekali, ada sebuah restoran Italia yang tak jauh dari tempat tinggal Alisya. Andra merangkul bahu Alisya dengan lembut saat mereka berjalan masuk ke dalam restoran. Gestur tubuhnya seolah memberitahukan pada orang-orang kalau Alisya adalah miliknya. Dan Alisya hanya diam saja, tak menolak. Mereka memilih meja pojok yang dekat dengan jendela. Setelah duduk berhadapan, Andra pun langsung memanggil pelayan untuk memesan makanan. "Sya, mau makan apa?" Andra bertanya. Alisya membuka buku menu sekilas, dan kembali menutupnya. Dia terlalu malas untuk melihat isinya. "Samakan saja dengan Kak Andra," jawab Alisya. Andra mengangguk dan mulai menyebutkan pesanan mereka. Setelah selesai mencatat pesanan Andra dan Alisya, pelayan tersebut pun pamit undur diri dan meminta mereka untuk menunggu sebentar.
Seperti yang diperintahkan, Fiona datang ke apartemen Alisya pukul dua siang. Alisya tentu kaget dengan kedatangan Fiona. Dia sudah malas menghadapi wanita itu, berpikir wanita itu akan mengganggunya lagi. Namun, ekspresi wajah Fiona yang sedikit berbeda membuat Alisya heran juga. "Aku datang ke sini untuk minta maaf. Aku harap kamu mau memaafkan aku. Aku janji tidak akan mengganggumu lagi." Alisya menatap Fiona dengan heran. Tunggu, sepertinya ada hal yang aneh. Kenapa Fiona terlihat ketakutan seperti itu? "Bagus. Seharusnya sejak lama kau melakukan itu." Tiba-tiba seseorang bersuara. Alisya kaget melihat Axel, Andra, dan Rama sudah ada di apartemennya. Kapan mereka datang? Kapan mereka masuk? Alisya bahkan tak mendengar suara pintu dibuka. "Aku mengaku telah melakukan kesalahan. Aku seharusnya tak melakukan semua itu. Aku sangat menyesal." Alisya bisa melihat mata Fiona yang berkaca-kaca dengan kepala menunduk. Suaranya pun sedikit terisak. Lalu Alisya menatap ketiga kakak tiriny
"Hey, baby. Remember me?" Fiona memekik kaget saat orang tersebut langsung mendorongnya dan memojokkannya ke dinding samping pintu. Terlihat sekali kalau sekarang dia sedang panik. Wajahnya pun langsung pucat pasi. "A-apa yang k-kau lakukan di sini?" tanya Fiona takut-takut. Orang itu memiringkan kepala dan menyeringai lagi. "Aku ke sini untuk menemuimu. Oh, tidak. Lebih tepatnya kami bertiga," jawab orang itu dengan seringai yang kejam. Tak lama, dua orang menyusul masuk ke dalam rumah Fiona dan langsung menutup pintu, bahkan menguncinya. Fiona semakin panik saat salah satu dari mereka melepas kunci dan mengantonginya. "Wih, mungkin kayak gini juga ya perasaan orang yang niat merampok rumah," ujar Rama. Yap, Rama, Axel, dan Andra datang ke rumah Fiona. Yang memberikan informasi tentang tempat tinggal Fiona tentu saja Andra, karena dia lah yang pernah terlibat hubungan dengan wanita itu. "Hei, Fiona. Akhirnya kita bertemu lagi. Masih ingat perkataanku di cafe waktu itu?" Rama b
Malam hari, Rama berada di apartemen Alisya. Menemani gadis itu sekalian membahas kelakuan Fiona saat di cafe tadi. Karena Fiona langsung pergi setelah digertak oleh Rama, makanannya tak dibayar. Jadilah Rama yang membayarnya agar para pegawai cafe tidak terkena masalah. "Dia benar-benar tak menyesal sepertinya. Aku khawatir kamu akan diganggu lagi olehnya," ucap Rama. Alisya yang baru datang dari dapur langsung menyimpan teh hangat buatannya di atas meja. Kedua bahunya terangkat, pertanda kalau dia juga tak bisa melakukan apapun kalau memang itu terjadi lagi. "Aku tak tahu harus melakukan apa agar dia tak menggangguku lagi. Aku juga tak mengerti kenapa dia begitu membenciku." Alisya berucap. Dia duduk di samping Rama dan menikmati teh miliknya. "Aku berharap tadi adalah kali terakhir dia mengganggumu, Sya. Jika dia kembali mengganggumu suatu hari nanti, aku akan memberi tahu Andra dan Axel." Alisya membelalak kaget mendengar itu. Dia langsung menyentuh lengan Rama dan menggeleng k






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments