Share

Bab 5

Penulis: Alfylla
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-16 19:49:54

Fiona Wulandari, dosen baru di kampus yang akan menjadi tempat kuliah Alisya. Katanya, Fiona baru mengajar di sana sekitar delapan bulanan. Dan dari segala pembicaraan, Alisya tebak Fiona tahu banyak tentang keluarganya.

Awalnya Alisya pikir, Fiona ada sesuatu dengan Andra, karena tatapan Andra tak bisa disembunyikan. Tapi dari Fiona sendiri, Alisya tahu kalau semua yang Fiona tahu itu dari Radit. Dan katanya, dia dengan Radit pernah dekat juga. Pernah dekat, yang berarti mungkin sekarang sudah tidak lagi.

Setelah menyelesaikan pendaftaran, Alisya pun keluar dari area kampus. Alisya sudah diberitahu jadwal masa orientasi untuk para mahasiswa baru. Semoga saja masa orientasi yang akan dia lewati tidak aneh-aneh.

Alisya berjalan melewati gerbang, lalu mencari-cari keberadaan mobil Andra. Alisya pikir, pria itu akan langsung pergi tanpa menunggunya, mengingat pria itu harus ke kantor juga. Tapi ternyata, Andra setia menunggu Alisya selesai. Dan dia masih di sana, menunggu Alisya dengan tubuh bersandar pada badan mobilnya yang mewah.

Perbincangannya dengan Andra yang kurang enak tadi membuat Alisya sedikit bingung untuk memulai interaksi. Apalagi, sepertinya kondisi hati Andra memburuk setelah bertemu dengan Fiona tadi.

"Kenapa masih di sini?" Alisya bertanya, setelah berada di samping Andra yang sibuk dengan ponselnya.

"Masih tanya? Pikir saja sendiri." Andra menjawab dengan sinis. Alisya melebarkan mata, tak percaya mendapatkan respon sesinis itu dari Andra barusan.

"Kalau gak mau, ya pergi aja. Aku juga gak minta ditungguin," ujar Alisya kesal. Andra tak membalas, dan langsung masuk ke dalam mobil. Setelah duduk di balik kemudi, Andra menatap Alisya dan menyuruh adik tirinya tersebut untuk segera masuk.

"Cepat masuk. Aku harus kerja." Masih dengan nada sinis. Alisya menghembuskan nafas kesal sebelum masuk ke dalam mobil. Pada akhirnya, suasana dalam mobil sekarang lebih menyeramkan ketimbang saat berangkat tadi.

Karena tak ada urusan lain, Andra pun mengantarkan Alisya langsung ke rumah. Andra dan Alisya turun bersamaan dari dalam mobil, dan mereka melihat ada beberapa orang asing yang keluar-masuk rumah.

"Oh, hai. Kalian sudah pulang?" Perhatian Andra dan Alisya langsung teralihkan pada Radit, yang berjalan mendekati mereka berdua.

"Iya, Kak. Mereka siapa ya? Apa ada acara?" Alisya bertanya dengan penasaran seraya menunjuk orang-orang tersebut.

"Oh itu. Mereka itu orang yang bantu aku membawa barang ke kamarmu," jawab Radit dengan enteng. Alisya mengerutkan kening mendengar itu.

"Kamarku?"

"Iya. Ibu tadi bilang kamu belum memiliki meja rias dan rak sepatu. Alvina juga menyarankan aku untuk membeli barang-barang lain yang mungkin kamu perlukan." Radit menjawab disertai dengan senyuman yang lembut. Mendengar penuturan Radit, Alisya merasa senang. Dia segera masuk ke dalam rumah, sampai lupa mengucapkan terima kasih pada Andra.

"Bagaimana kabarmu, Kak? Mau ma-" Belum juga Radit selesai bicara, Andra langsung masuk ke dalam mobil dan pergi dari sana. Radit hanya tersenyum paksa melihat itu. setelah mobil Andra hilang dari pandangan, Radit pun masuk ke dalam rumah, menyusul Alisya.

"Bagaimana? Apa kamu suka?" Radit langsung bertanya pada Alisya yang sudah berada di dalam kamar.

"Suka, Kak. Warnanya cocok dengan cat kamar ini. Dan modelnya juga lucu sekali. Terima kasih banyak, Kak." Alisya berkata dengan tulus. Radit hanya tersenyum seraya mengangguk kecil.

"Sama-sama. Jika kamu butuh apapun, katakan saja padaku. Aku akan bantu sebisa mungkin," ujar Radit. Alisya mengangguk dengan semangat sebagai balasan.

"Oh ya. Apa kamu suka dengan barang-barang yang lain? Maksudku, lemari, ranjang, sofa dan barang lainnya. Soalnya kan itu bekas Kak Andra. Jika kamu mau menggantinya, aku bisa membantu." Radit menawarkan bantuan. Tatapan Alisya kini beralih pada barang-barang berat yang disebutkan oleh Radit barusan. Tak ada yang rusak, dan semuanya masih bagus. Hanya saja, warna sofa kurang cocok dengan suasana kamarnya yang didominasi warna putih. Tapi, Alisya tak akan menggantinya. Selama masih dipakai, tak masalah.

"Tak perlu, Kak. Semuanya masih bagus dan layak dipakai. Kecuali mungkin jika nantinya Kak Andra mau membawa semua barangnya ini, maka aku akan meminta beli yang baru pada ayah," jawab Alisya. Radit tertawa kecil mendengar itu.

"Baiklah jika begitu. Ada lagi yang kamu perlukan sebelum aku pergi?" Radit bertanya. Alisya diam sesaat, tak sengaja dia teringat pada Fiona.

"Ehm, apa Kak Radit mengenal Bu Fiona? Beliau dosen baru di kampus dan yang mengurus pendaftaranku juga. Tadi beliau banyak bercerita tentang keluarga ini. Katanya Kak Radit yang sering cerita." Setelah mengatakan itu, Alisya bisa melihat perubahan raut wajah Radit. Namun, pria itu langsung tersenyum untuk menyembunyikan ekspresi tak nyamannya.

"Iya. Ya kamu tahulah. Kami teman satu profesi," jawab Radit simpel. Alisya menatapnya heran, namun tak bertanya lagi. Dia mengingatkan diri, kalau itu adalah hal privasi yang tak boleh dia usik.

"Baiklah. Aku pergi dulu. Jangan lupa hubungi aku jika ada apa-apa." Radit berpamitan kemudian melenggang pergi dari kamar Alisya. Alisya merasa aneh, namun dia tak peduli. Matanya kini melihat sekeliling kamarnya yang terisi perabotan baru. Mungkin dia akan membereskannya agar lebih rapi. Yap, dari pada hanya diam saja.

***

Makan malam kali ini, tidak selengkap malam kemarin. Andra dan Rama tak ada, karena memang mereka sudah tak tinggal di sana. Hanya tersisa Radit saja yang masih betah tinggal di rumah orang tua bersama adik-adiknya. Dan tentu saja, itu menjadi nilai plus bagi sosok Radit. Memperlihatkan diri yang peduli pada keluarga.

Sikap Radit memang ramah, seperti yang diceritakan oleh Alvina. Senyum selalu terukir di wajah saat sedang bicara. Tak ada nada ketus atau sinis. Wajah teduhnya pun enak dipandang. Yap, jauh sekali jika dibandingkan dengan Andra yang menyebalkan. Kalau Rama, Alisya belum bisa menilai. Karena dia belum berinteraksi dengan kakak tirinya yang satu itu.

"Sya, bagaimana pendaftaran tadi? Andra membantumu kan?" Sarah bertanya, saat makan malam sudah selesai.

"Semua baik-baik saja kok, Bu. Kak Andra banyak membantuku." Alisya menjawab disertai senyuman kecil. Hanya untuk menghargai ibu tirinya saja, karena Alisya sudah terlanjur sebal pada anak sulung Sarah.

"Baguslah. Sekarang, Ayah dan Ibu mau membahas masalah transportasi. Kalian tak keberatan kan jika tak punya kendaraan masing-masing?" Hendra bersuara, bertanya pada putri kandungnya, juga pada tiga anak tirinya.

"Tak masalah, Yah. Kami bisa berangkat bareng Kak Radit. Kan tempat tujuan kita sama." Vian bersuara, mewakili jawaban dari kedua kembarannya.

"Itu benar. Aku tak keberatan berangkat setiap hari dengan adik-adikku," timpal Radit. Hendra dan Sarah tersenyum bahagia mendengar itu. Bahagia karena Radit menjadi sosok kakak yang baik bagi adik-adiknya.

"Nah, untuk Alisya, kamu bisa berangkat bersama dengan Andra jika ada kelas pagi karena jalur kampus kamu dengan kantor satu arah," lanjut Sarah. Alisya terdiam, merasa kaget mendengar itu.

"Tak perlu, Bu. Aku bisa naik ojek online atau taksi. Aku tak mau merepotkan Kak Andra," tolak Alisya secara halus.

"Jika mau, Alisya bisa berangkat dengan kami juga, Bu." Tiba-tiba Radit bersuara, menawarkan bantuan.

"Arah kampus kalian dengan kampus Alisya itu berbeda dan jaraknya juga cukup jauh. Alisya, jangan merasa merepotkan. Andra sudah setuju kok dengan rencana Ibu ini." Sarah berkata. Alisya terdiam, merasa kaget. Benarkah Andra sanggup? Rasa-rasanya, ada yang tak beres. Mengingat sikap Andra tadi, Alisya tahu kalau pria itu menganggap dirinya merepotkan.

"Kak Andra setuju? Kupikir dia akan sibuk sekali," timpal Radit.

"Untuk Alisya, sepertinya tak masalah. Dia sudah berjanji pada Axel akan menjaga Alisya dengan baik, mengambil alih tugas yang selama ini dilakukan oleh Axel," ujar Hendra dengan senyuman bangga. Tentu dia bangga, karena putri kandungnya di jaga dengan baik oleh kakak-kakak tirinya.

Setelah Hendra berkata seperti itu, suasana menjadi hening. Bukan hanya Alisya, tapi Radit dan si triplets pun merasa tak percaya. Karena suasana berubah jadi sedikit tak nyaman, akhirnya Alisya pun pamit untuk segera masuk ke dalam kamar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 77. End

    Hari ini, Andra dan Alisya sudah berada di kota Yogyakarta. Mereka datang ke sana untuk menengok anak Axel dan Aina yang sudah lahir. Alisya girang sekali saat diberitahu oleh ibunya kalau Aina sudah melahirkan. Hingga Alisya langsung meminta Andra agar mereka segera berangkat ke sana. Aina melahirkan normal, tanpa masalah apapun. Bayinya pun lahir dengan sehat dan selamat tanpa ada yang kurang. Karena tak ada masalah apapun, Aina hanya dirawat satu hari saja di rumah sakit. Esok paginya, dia diperbolehkan pulang oleh dokter. "Ah, jadi keponakanku perempuan ya. Namanya siapa?" Alisya bertanya seraya menatap pasangan orang tua baru yang berada di hadapannya. Sedangkan bayi mereka, ada dalam gendongan Alisya. "Alina Syaqeela Bimantara." Axel menjawab, memberitahu Alisya dan Andra nama anaknya dan Aina. Dia tersenyum lalu menatap istrinya yang berbaring di atas ranjang. "Nama yang cantik." Alisya memuji. Dia mendekati Andra dan membiarkan Andra melihat Alina dari dekat. Andra terseny

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 76

    Alisya dan Andra berbaring di atas ranjang dengan posisi saling berpelukan. Selimut menutupi tubuh polos mereka dari kaki sampai dada. Namun, Andra malah membiarkan tubuh bagian atasnya tak tertutupi selimut. Dan tentu saja, tangan Alisya terus menggerayanginya. "Bicara apa dengan Aina tadi?" Andra bertanya, seraya memiringkan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan sang istri. Tangannya bergerak, merapikan rambut Alisya yang acak-acakan dan lembab karena keringat. "Seperti biasa. Aku menanyakan kabar calon keponakanku saja," jawab Alisya dengan santai. Andra diam mendengar itu, padahal jelas-jelas Andra mendengar semuanya dari awal sampai akhir. "Itu saja? Atau ada yang lain?" Andra bertanya lagi. Alisya langsung mendongak, menatap lekat netra sang suami. Dan sepertinya Alisya paham apa yang dimaksud oleh Andra. "Kami membahas tentang anak juga. Kak Andra mendengar semuanya jadi tak perlu bertanya lagi," ucap Alisya dengan pelan. Gerakan tangannya di dada Andra langsung berhenti sek

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 75

    Hari sudah malam, dan Alisya sedang duduk di sofa ruang tamu dengan tangan memegang ponsel miliknya. Dia sedang melakukan video call bersama dengan sang kakak ipar, Aina. "Bayinya gimana? Kapan perkiraan lahirnya?" Alisya bertanya dengan tangan mengambil camilan dari dalam toples dan memasukkannya ke dalam mulut. "HPL-nya sih lima minggu lagi." "Wah, bentar lagi dong. Aku gak sabar deh liat keponakanku nanti. Kira-kira nanti mirip siapa ya?" "Yang jelas mirip ayah atau ibunya lah. Masa iya mirip tetangga." Aina mendengus di seberang sana. Alisya yang mendengar itu tergelak. "Kamu bagaimana, Sya? Belum isi?" Kini Aina yang bertanya pada sahabat sekaligus adik iparnya tersebut. Karena tempat tinggal mereka yang kini berjauhan, hanya lewat ponsel saja mereka bisa bertukar cerita. "Belumlah. Baru juga beberapa minggu," jawab Alisya. Aina tersenyum mendengar itu. "Kamu benar. Aku juga menunggu selama tiga setengah tahun sampai akhirnya hamil. Padahal Kak Axel gak pernah pakai penga

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 74

    Hari demi hari berlalu, kini Andra dan Alisya menikmati kebersamaan sebagai pasangan suami istri. Andra mengambil cuti dua minggu yang dia isi dengan acara bulan madu bersama dengan istri tercintanya. Tidak pergi jauh-jauh, Andra dan Alisya hanya mengunjungi beberapa pantai dan tempat wisata yang terkenal di Indonesia. Setelah selesai masa bulan madu, tentu Andra pun harus kerja seperti biasa. Alisya mulanya merasa keberatan, karena dia masih asyik bersama dengan sang suami sepanjang hari. Namun, mau bagaimana pun juga Andra harus tetap bekerja. Jika dihitung, hari ini adalah minggu ketiga Andra bekerja seperti biasa. Pekerjaannya cukup menumpuk, namun selalu ada Eva yang membantu. Wanita itu masih seperti semula, tak ada yang berubah. Andra pun tak menyesal jadinya memilih Eva sebagai sekretarisnya enam tahun yang lalu. Karena wanita itu tetap cekatan dan kompeten dalam bekerja. "Rapat akan dilaksanakan jam dua siang nanti. Jadi, tak ada jadwal untuk jam istirahat sekarang." Eva m

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 73

    Andra duduk di sofa dengan punggung menyandar dan mata terpejam. Dia sedang menunggu Alisya yang masih menguasai kamar mandi sejak 30 menit yang lalu. Entah apa saja yang dilakukan istrinya tersebut sampai begitu lama di dalam sana. Andra sudah menunggu sejak tadi, karena dia pun ingin segera membersihkan tubuhnya yang berkeringat. Dengan mandi air dingin mungkin dia bisa sedikit segar. Namun, ya itu. Dia harus menunggu Alisya yang masih berada di sana. Setelah menunggu beberapa menit lagi, akhirnya Alisya selesai. Dia keluar dari kamar mandi memakai jubah mandi dengan rambut yang basah. Karena dirinya sudah selesai, Alisya pun menyuruh Andra untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Andra tak bicara apa-apa dan langsung masuk ke dalam. Saat itulah, Alisya langsung beraksi. Dia berlari mendekati meja rias untuk menyisir rambutnya juga merias wajahnya. Bukan riasan yang tebal, hanya agar terlihat lebih segar saja dan tidak pucat. Alisya diberitahu oleh Aina beberapa hal yang harus di

  • Jatuh Cinta Pada Kakak Tiri   Bab 72

    Andra dan Alisya berada di atas pelaminan dengan posisi berdiri berhadapan. Kedua tangan Alisya berada di bahu Andra, sementara tangan Andra di pinggang sang istri. Mata mereka saling menatap, dengan wajah yang sangat dekat. Keduanya lalu tersenyum, merasa geli dan bahagia secara bersamaan. "Yap. Ganti pose." Rama sebagai fotografer memberikan instruksi. Alisya dan Andra pun sedikit menjauh, lalu melakukan pose yang lain sesuai arahan dari Rama. Sesi foto berhenti sesaat, kala ada tamu datang. Rama pun memberikan waktu untuk pengantin menyambut para tamu, dan dia mengambil kesempatan itu untuk mengambil minum. Rama duduk di kursi, seraya melihat-lihat hasil fotonya. Sumpah, semuanya bagus sekali. Rama takjub juga pada adik dan kakaknya tersebut yang mudah untuk diatur dan tidak kaku hingga hasil fotonya semua bagus. "Wah, fotonya bagus-bagus ya." Rama langsung menengok ke belakang, dan tertawa pelan karena terkejut. Seorang wanita, berdiri di sampingnya seraya ikut melihat hasil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status