MasukKening Julia sedikit berkerut. “Morgan, kamu jangan bicara kepada Theresia dengan nada introspeksi. Di sini bukan Benua Delta-mu. Kamu jangan selalu waspada terhadap siapa pun!”Morgan berkata dengan nada datar, “Bukan, cuma ingin ngobrol sama Nona Theresia saja.”Julia tersenyum cerah. “Apa ada yang ngobrol seperti ini? Pantas saja kamu nggak punya pacar selama 30-an tahun!”Theresia menggigit bibirnya, lalu memalingkan kepalanya. Dia ingin tersenyum, tetapi juga tidak berani tersenyum. Dia bagai bunga melati kacapiring yang terkena embusan angin hangat, kelihatan indah dan bersih.Tatapan datar Morgan melirik Theresia. Dia berkata pada Julia, “Bibi Julia ngobrol dulu dengan Nona Theresia. Barang yang kamu suruh aku perbaiki belum selesai diperbaiki. Nanti aku kemari lagi.”“Baik, sudah merepotkanmu. Nanti aku akan beri hadiah kepadamu!” Julia tersenyum padanya. Nada bicaranya terdengar sangat familier.Morgan melirik Theresia sekilas, lalu membalikkan tubuhnya untuk berjalan pergi.S
Theresia tersenyum. “Kamu pergi ajar sana. Aku pergi cari Bibi Julia dulu. Sepertinya aku lihat dia di halaman.”Lovin menoleh untuk melihat. “Bagus juga. Aku lihat ponselnya Bu Julia ditaruh di kelas. Seharusnya dia ada di sekitar. Kalau kamu tidak ketemu, kamu kembali saja buat cari aku.”“Emm.” Theresia membalas dengan tersenyum. Dia menelusuri pintu samping perpustakaan, lalu berjalan ke dalam halaman.Sesuai dugaan, begitu keluar dari pintu sebelah, tampak Julia sedang duduk di atas bangku panjang. Dia sedang mengambil pena, mulai menganalisa lukisannya kepada seorang perempuan.Di samping sana terdapat sederetan pohon melati kacapiring. Bunga kacapiring bermekaran besar-besar. Warna dan aromanya menakjubkan, kelihatan anggun sekaligus menenangkan.Julia yang duduk di bawah pohon itu kelihatan lembut, sederhana, dan selalu menenangkan hati.Saat melihat Theresia, Julia tersenyum lembut sembari menepuk bahu perempuan cilik itu. Perempuan tersebut memeluk buku gambarnya, lalu kembal
Ketika Theresia tiba di tempat yang dikatakan Julia, waktu sudah pukul dua sore. Tempat ini dekat dengan pegunungan dan perairan. Pemandangan boleh dikatakan sangat bagus.Setelah masuk ke dalam dan melihat sekeliling, terlihat beberapa vila di tengah taman bunga. Di tengah-tengah vila terdapat sebuah perpustakaan setinggi tiga lantai, sementara bagian lain dipenuhi dengan pekarangan dan taman bunga.Seorang pemuda mengenakan sweater olahraga putih datang menjemput Theresia dengan mobil wisata. Pria itu berkata dengan tersenyum ceria, “Halo, Nona Theresia, namaku Lovin, muridnya Bu Julia. Aku datang untuk menjemputmu.” Lovin berbicara sembari memasukkan koper Theresia ke dalam mobil.“Halo, namaku Theresia!” sapa Theresia, lalu duduk di dalam mobil. Mereka melaju ke vila yang terletak paling belakang.Setelah memasuki vila, Lovin berkata dengan tersenyum, “Bu Julia lagi ajari anak-anak. Dia suruh aku bawa kamu ke tempat tinggalmu dulu.”“Oke,” balas Theresia dengan tersenyum lembut. “U
Waktu itu, Morgan memiliki perasaan yang sangat aneh. Dia menatap perut Julia, seolah-olah benar-benar ada anak perempuan di dalam perutnya.Julia mengulurkan jari tangannya ke sisi Morgan. “Ini rahasia di antara kita berdua. Jangan beri tahu orang lain.”Morgan juga mengulurkan jari tangannya untuk berjanji. Dia mengangguk dengan serius.Setelah Hari Raya, Morgan kembali ke markas. Pada saat itu, dia bahkan sempat melakukan sebuah mimpi. Dia sama seperti Julia, bermimpi ada seorang anak perempuan mengikutinya di belakang.Saat Morgan memalingkan kepalanya, anak perempuan itu bersembunyi dengan nakalnya. Dia tidak memperbolehkan Morgan melihat wajahnya.Setengah tahun kemudian, Morgan kembali ke rumah lagi. Pada saat itu, dia kedengaran percakapan Jemmy sedang menghibur Aska melalui telepon. Dia menyuruh Aska untuk jangan marah, berusaha menerima anaknya Julia dan pria itu. Mungkin masalah tidak separah yang dia bayangkan.Morgan sungguh bingung ketika mendengarnya. Sepertinya Julia te
Pada siang hari, Theresia telah tiba di kota kuno. Dia melihat navigasi, masih ada satu jam untuk sampai ke titik lokasi yang dikatakan Julia. Dia pun tinggal di kota untuk makan siang.Kota tua di musim semi dikelilingi oleh bunga persik dan plum. Dinding-dinding rumah berwarna putih pucat dengan atap hitam kehijauan. Setiap langkah menghadirkan pemandangan baru dan para wisatawan memenuhi jalanan.Theresia menemukan sebuah rumah makan yang bersih. Lantai satunya sudah penuh, jadi dia naik ke lantai dua.Saat duduk di dekat jendela, Theresia bisa melihat orang-orang di bangunan tua seberang jalan. Mereka duduk berkelompok, minum teh dan mendengarkan alunan musik. Mereka tidak kelihatan seperti wisatawan, malah lebih mirip dengan penduduk lokal.Lagu daerah Kota Atria yang lembut mulai terdengar. Gaya nyanyiannya halus dan penuh keindahan tersirat, seperti aliran air kecil di bawah jembatan. Suaranya samar-samar datang dari seberang, bercampur dengan dentuman musik dan hiruk-pikuk kera
Theresia kembali meletakkan foto ke bawah bantal, lalu keluar setelah melipat pakaian.Saat berdua dengan Roger saja, Theresia pun bertanya, “Penyakit Nenek Riana sudah semakin parah saja. Apa kakekmu masih belum kembali untuk menjenguknya?”Tatapan Roger menjadi datar. “Tidak, Nenek juga tidak akan bertemu dengannya. Sejak meninggalkan rumah, Nenek sudah bilang sama Kakek, Nenek tidak ingin bertemu dengannya lagi untuk selamanya. Setelah Nenek mati nanti, dia juga tidak mau dikubur bersamanya.”Theresia diam-diam menghela napas. Entah betapa tegas dan benci seorang wanita, baru bisa tidak bersedia untuk dikubur bersama dengan suaminya. Tiba-tiba Theresia teringat dengan ucapan Riana sebelumnya, mesti bersama dengan orang yang kita cintai.Waktu itu, Riana pasti memilih pria yang dia cintai, bukan memilih pria yang mencintainya. Hanya saja, orang yang Riana cintai telah berubah, alhasil Riana pun melewati sisa hidupnya dengan rasa putus asa dan juga kesepian.Namun, meskipun seperti it







