Mata Rose berkilat dan dia melangkah maju sambil berkata, "Aku sudah ingat. Aku tahu di mana kalungmu berada."Jedar memanfaatkan situasinya dan bertanya dengan nada serius, "Di mana? Rose, kenapa kamu tidak ngomong dari awal? Lihat, kesalahpahaman ini jadi begitu besar!"Rose menatapnya dengan dingin. "Aku juga baru ingat. Bukannya kamu dan Mark ada di ruang gelap selama setengah jam? Kalung itu pasti hilang di sana. Kamu belum mencarinya di sana, 'kan?"Ekspresi Jedar tiba-tiba berubah! Rose menoleh ke arah Aaron. "Ada CCTV di ruang gelap itu? Kita akan tahu begitu memeriksanya!""Tidak boleh!" seru Jedar dengan panik."Kenapa tidak? Kalian ada di sana selama setengah jam. Mungkin saja kalungnya jatuh di sana!" cibir Rose.Mark langsung berkata, "Apanya yang setengah jam? Cuma belasan menit kok!"Ekspresi Aaron perlahan-lahan berubah. Dia menatap Jedar dengan penuh tanya. "Apa yang kamu dan Mark lakukan di sana?"Jedar menggeleng panik. "Tidak ada!"Warren memanggil orang datang dan
Aura dingin dan penuh wibawa pria itu mengejutkan semua orang. Jedar melirik Rossa dan bertanya, "Siapa dia?"Rossa juga terlihat kebingungan. "Tidak tahu. Aku belum pernah melihatnya. Apa mungkin dia itu pacar Rose?"Saat melihat wajah tenang dan dingin pria itu, kilatan kecemburuan melintasi mata Jedar.Mona dan Wika juga memanfaatkan situasi ini untuk melepaskan diri dari cengkeraman satpam, lalu berdiri di samping Juno. Setelah merapikan pakaian, mereka dengan gemetar mengeluarkan ponsel untuk melapor polisi.Satpam mencoba menghentikannya, tetapi Juno langsung menendangnya.Wika melapor polisi dengan gemetar. Dia mengatakan bahwa dirinya telah dilecehkan di Klub Stara dan menceritakan kejadiannya secara garis besar. Makin mendengarnya, ekspresi Juno makin muram. Mata gelapnya yang tersembunyi di balik kacamata bahkan memancarkan aura membunuh. Dia menatap Rose dan bertanya, "Di mana mereka menyentuhmu?"Rose yang terkejut menggeleng dengan wajah pucat.Aaron yang tidak terlihat t
"Aku tanya, kamu mau apa?" tanya Rose dengan dingin sambil mengadang di depan Mona."Sudah kubilang, kalungku hilang dan tidak bisa ditemukan sampai sekarang. Aku curiga ada yang mengambilnya. Semua orang di ruangan ini tersangka!" ujar Jedar dengan nada sok benar."Kalau begitu, ya lapor polisi!" balas Rose dengan tegas."Kita semua teman sekelas, buat apa lapor polisi? Masalahnya tidak seserius itu!" Aaron berjalan mendekat sambil tersenyum licik dan berujar,. "Buktikan saja kamu tidak mengambil kalung Jedar."Wika mengerutkan kening dan bertanya, "Gimana cara membuktikannya?""Gampang. Sesuai aturan klub malam, penggeledahan badan!" jawab Aaron.Rose berseru marah, "Kalau kamu curigai kami, kamu boleh lapor polisi! Tapi, kalian tidak berhak menggeledah tamu!""Tidak usah banyak omong kosong sama mereka. Ayo pergi!" Mona menarik Rose dan berjalan keluar dengan terhuyung. Siapa sangka, begitu mereka bertiga keluar dari pintu, satpam klub malam sudah menghentikan mereka di koridor. R
Mona meneguk seteguk air. Rasa panas dan gelisah di dadanya sedikit mereda setelah disiram dengan air es. Dia menggeleng dengan mata terpejam sambil berkata, “Nggak gampang bagi kita untuk bisa bertemu. Aku nggak mau pulang. Aku mau main sebentar lagi!”Rose tersenyum. “Kamu saja sudah begini, mau main lagi!”Mona tersenyum lebar, lalu mengulurkan keempat jari tangan kepadanya. “Aku sudah pecah rekor. Nggak tidur selama tiga hari tiga malam!”Rose menekan satu jari tangannya. “Jadi, gimana dengan patah hati waktu itu? Jangan ungkit masa lalu yang memalukan lagi!”Mona jatuh ke dalam pelukan Rose, lalu menengadah kepalanya sembari tertawa.Tiba-tiba ada yang memasuki ruangan. Ketika melihat ada yang datang, Jedar segera berdiri, lalu mendekatinya dengan manja. “Kenapa kamu baru datang?”Pria yang datang mengenakan setelan jas. Wajahnya tergolong tampan. Hanya saja, dia kelihatan sedang mabuk. Dia merangkul pinggang Jedar, lalu berkata dengan tersenyum, “Kedatangan beberapa tamu. Jadi, a
Sekarang Ronald malah memberi tahu Rose bahwa semua itu hanyalah kebohongan belaka! Ternyata kenyataan di balik ini sangat amat memalukan!Rose merasa dirinya bagai telah dihantam saja. Pandangannya terhadap kehidupan juga sudah hancur!Ronald melanjutkan, “Aku juga akui Devin itu memang pintar. Setelah sekolah ke luar negeri, hidupnya semakin bagus di Sindiana, tapi aku tidak suka sama dia. Orang itu sangat picik dan munafik. Hanya wanita lugu seperti kalian yang akan tertipu.”Rose tidak sanggup untuk mendengar lagi. Dia berdiri, lalu berkata, “Maaf, aku ke toilet dulu!”“Pergilah. Nanti kita bahas lagi setelah pulang!” ucap Ronald dengan tersenyum.…Rose pergi ke toilet di dalam ruangan VIP untuk membasuh wajahnya. Dia sungguh merasa sangat lucu!Ternyata rasa cinta dan rasa kagum selama beberapa tahun itu hanyalah sebuah kebohongan belaka. Dia sama sekali tidak memahami Devin. Selama ini, orang yang disukai Rose hanyalah khayalannya saja.Ketika kepikiran Rose telah dibohongi sela
“Emm?” ucap Rose dengan penasaran, “Salah paham apa?”Ronald menunjuk alkohol di hadapan mereka berdua. “Kamu habisi alkoholnya. Nanti aku beri tahu kamu!”Rose tahu bahwa botol alkohol itu baru dibuka. Itulah sebabnya dia tidak memiliki pertimbangan apa-apa, langsung mengambil gelas dan meneguknya.Ronald menuangkan alkohol ke dalam gelas Rose lagi. “Aku terus terang sama kamu. Devin nggak sebaik dan semulia yang kamu pikirkan. Kamu sudah tertipu oleh tampang munafiknya.”Rose pun merasa penasaran. “Apa maksudmu?”“Waktu itu, kita sama-sama pergi mengikuti kegiatan amal di area pegunungan. Apa kamu tahu kenapa kami menentang Devin?” tanya Ronald.Rose langsung mengatakan, “Karena kalian iri dengan keunggulannya!”“Dik, kamu terlalu polos!” Ronald tersenyum. Dia meminum alkohol, lalu berkata dengan perlahan, “Ngapain aku iri sama dia? Meskipun prestasinya cukup bagus, setelah tamat kuliah, titik mulaku juga lebih tinggi daripada dia. Untuk apa aku iri sama dia? Kami menentangnya karena