LOGINSetelah itu, satunya sedang bekerja, kemudian satunya lagi melukis sketsa di dalam ruang baca. Asalkan mengangkat kepala, mereka pun bisa melihat satu sama lain. Waktu berlalu dengan lambat dan nyaman.…Pada hari Minggu, Rose pergi ke rumah Aska. Mungkin karena Juno pernah menceramahi Hallie, dia pun baru lebih patuh dan tidak berani menyinggung Rose lagi. Rose juga tidak berani bertanya soal sup buah loquat lagi.Pada hari Senin, saat Rose pergi bekerja, dia pun menerima bunga segar yang sangat besar. Setelah kembali ke kantor, Rose mengeluarkan kartu di dalamnya. [ Rose, maaf, aku harap kita masih bisa kembali lagi! ]Kening Rose berkerut. Kebetulan Shinta datang. Dia pun menyerahkan bunga kepada Shinta. “Dibuang saja!”“Pemberian siapa? Bukannya sayang bunga sebagus ini malah dibuang!” uap Shinta dengan kaget.“Salah kirim!” balas Rose.“Kalau begitu, aku pajang saja,” ucap Shinta dengan tersenyum.“Emm,” balas Rose dengan asal-asalan. Dia membuka dokumen di atas meja, lalu mulai
Rose mengambil mantel dan tasnya, lalu berjalan keluar ruangan VIP. Luciana yang berada di belakang segera menelepon temannya. “Aku lagi di Restoran Arte di Jalan Haruma. Segera kemari. Ada yang traktiran!”…Setelah pulang ke rumah, tadinya Rose ingin langsung melakukan panggilan video dengan Juno. Namun setelah dipikir-pikir, tempat Juno sekarang masih siang hari, bisa jadi Juno sedang bekerja. Dia pun mengirim pesan sudah tiba di rumah, lalu pergi membasuh tubuhnya.Saat Rose keluar, ada dua panggilan video tidak terjawab. Dia segera menelepon kembali.“Aku pergi mandi!” ucap Rose terhadap orang di ujung telepon.Rose baru saja mencuci rambutnya. Rambut pendeknya masih meneteskan air. Bibirnya kelihatan merah dan giginya kelihatan putih. Tatapan Juno pun kelihatan muram.“Kelak kamu juga bisa bawa ponsel di saat mandi.”Rose langsung menolak, “Nggak mau!”Juno tersenyum. “Kamu pulangnya lebih cepat daripada yang aku bayangkan.”“Nggak jadi makan, jadi aku pulangnya lebih cepat!” uca
Rose kelihatan blak-blakan. Dia bertanya lagi, “Kamu bilang sendiri, ada hubungan atau nggak?”Devin menggigit bibir tipisnya dengan kuat, lalu berkata dengan suara serak, “Tidak ada hubungannya!”“Aku menunggu jawabanmu ini!” Rose menoleh untuk menatap Ester. “Sudah dengar belum? Kalau kamu berani sembarangan memfitnah Juno lagi, aku akan usir kamu dari Kota Jembara!”Raut wajah Ester kelihatan pucat pasi. Dia menggertakkan giginya sembari memelototi Rose.Rose memalingkan kepalanya untuk melihat orang lain. “Maaf, sudah mengganggu!”Usai berbicara, Rose membalikkan tubuhnya untuk berjalan pergi.Devin hendak mengejar Rose. Ester yang merasa panik itu langsung meraih lengan Devin. “Devin, jangan tinggalkan aku!”Devin mencampakkan tangan Ester. Dia yang biasanya menunjukkan ekspresi lembut itu malah kelihatan risi. “Siapa suruh kamu sembarangan bicara? Apa perusahaan itu tempat kamu untuk membuat masalah? Kamu tulis surat pengunduran dirimu. Kelak, aku tidak ingin melihatmu lagi!”Est
“Karena setelah pukul kamu sekali, kamu masih nggak sadar!” Rose memelototinya. “Nggak masalah kalau kamu memfitnahku. Kamu malah berani ngomong Juno. Aku pasti nggak akan lepasin kamu!”Ester mengerutkan keningnya dengan sakit. Dia berkata dengan malu dan gusar, “Jangan ngomong hal yang nggak penting. Apa kamu berani bersumpah kalau nggak ada apa-apa di antara kamu dengan Juno? Kamu dan Juno sudah tinggal serumah. Kamu kira aku nggak tahu!”Kening Rose berkerut. “Siapa yang kasih tahu kamu?”Baru saja Ester hendak berbicara, dia melihat Devin berjalan dengan buru-buru. Dia langsung menangis dan menjerit, “Devin!”Rose menoleh melihat sosok pria yang berjalan kemari.Devin tidak menyangka akan ada Rose di sini. Dia menatap Rose dengan syok. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”“Aku datang untuk makan!” balas Rose dengan dingin.“Aku tahu.” Tatapan Devin kelihatan tajam ketika menatap Rose. “Hanya ada sedikit salah paham!”Air mata tidak berhenti menetes dari mata Ester, tetapi tidak ada yan
Kamar mandinya bermodel sekat terpisah, di mana dipasang kisi kayu di antara dua wastafel di kiri dan kanan. Bagian tengahnya adalah kaca yang tampak seperti cermin, sehingga banyak orang mengira itu adalah dinding.Jadi, ketika Rose sedang mencuci tangan dan merapikan riasannya, dia pun dapat mendengar suara yang sangat familier dari belakangnya.“Ester, makan hari ini mahal sekali, ya. Harga seekor lobster saja sudah beberapa juta. Kamu royal sekali!” ucap seorang wanita dengan nada menyanjung.Rose mengira dirinya telah salah dengar. Saat menoleh, dia baru menyadari bahwa orang itu benar-benar adalah Ester.Sepertinya Ester telah minum alkohol. Dia yang sedang setengah mabuk itu kelihatan bangga. “Apalah uang sesedikit itu. Semua orang memperlakukanku dengan baik. Kalian semua juga sudah susah payah dalam mengerjakan proyek ini. Aku traktir kalian juga demi berterima kasih kepada kalian saja!”Wanita yang mengenakan sweater putih di sampingnya semakin menyanjungnya. “Kamu sudah jadi
Luciana berkata dengan kening berkerut, “Bukannya kamu itu direktur? Kalau desainmu saja sejelek ini, orang lain pasti nggak bisa dipercaya juga!”Rose diam-diam menarik napas. Dia berusaha untuk menenangkan dirinya. “Seandainya kamu nggak punya yakin dengan desain studio kami, mungkin kamu bisa ganti studio lain.”Luciana langsung berkata dengan gusar, “Kenapa kamu bersikap seperti ini? Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk membayarmu. Kamu malah membalasku dengan sikap asal-asalan!”Rose tersenyum tidak berdaya. Dia ingin mengingatkan Luciana bahwa kontrak masih belum ditandatangani. Rose juga belum menerima sepeser pun dari Luciana, tetapi saat hendak melontarkannya, Rose malah memilih untuk menahannya. Dia masih saja bersikap sopan.“Jadi, kamu ingin aku gimana?”Bulu mata palsu tebal Luciana melirik ke sana ke sini. Dia pun berkata dengan sangat terpaksa, “Aku sudah mencari kalian. Aku pun nggak ada waktu untuk cari yang lain lagi. Coba kamu desain lagi. Aku juga sudah berpikir







