Keesokan harinya, hari kerja.Pagi-pagi, Bella bersama asisten dan penata rias pergi ke rumah Gina.Bella memberi tahu Gina bahwa ada seorang sutradara terkenal ingin mengundangnya untuk melakoni pemeran wanita utama dalam filmnya.Gina juga sangat menyukai skenarionya. Dia sudah kembali ke dalam negeri sekitar satu bulan. Memang sudah saatnya Gina untuk kembali bekerja.Ketika Gina sedang membaca skenario, Bella pun berkata, “Aku merasa skenario Pak Nathan lumayan bagus, apalagi banyak yang mensponsori film ini. Aku yakin kamu pasti menyukainya.”“Emm, busana tetap didesain oleh Arkava Studio. Bagaimanapun juga, kita sudah pernah bekerja sama sebelumnya. Aku cukup puas dengan hasil desain mereka.”Gina membaca beberapa halaman, lalu mengerutkan keningnya. “Pemeran utamanya ada dua?”Bella segera menjawab, “Kata Pak Nathan, kamu yang utama, adeganmu lebih banyak daripada dia.”“Siapa pemeran utama yang satu lagi?” tanya Gina.“Si Siska,” jawab Bella.“Siska?” Gina mengangkat kepalanya,
Sonia mengikuti Mandy ke ruangannya. Tiba-tiba Mandy tersenyum. “Sepertinya mereka semua ingin terkenal!”Film yang disutradarai Nathan pasti akan memiliki rating tinggi. Setelah film ditayangkan, desainer busana pasti juga akan ikut menjadi bahan pembahasan.Tentu saja mereka sangat menghargai kesempatan kali ini. Apalagi biasanya proyek besar seperti ini akan langsung dipegang oleh King ataupun Rose. Kali ini kebetulan mereka berdua sedang sibuk. Jadi, kesempatan emas ini baru bisa jatuh ke tangan mereka. Wajar kalau Silvia dan Mellie bersaing dengan begitu sengit!Sonia bertanya, “Bagaimana dengan kamu? Apa kamu menginginkan kesempatan kali ini?”Mandy berkata dengan tersenyum, “Jujur saja, siapa juga yang nggak ingin? Tapi, dalam desain busana kuno, aku nggak bisa dibandingin dengan Siksa. Jadi, aku hanya ikut meramaikan saja!”“Kalau Kak Mandy ingin, Kak Mandy bisa berusaha. Biasanya aku juga suka desain busana kuno. Kita bisa bekerja sama!”“Kelihatannya kamu sangat percaya diri?
Sonia menaruh skenario di atas mesin fotokopi, lalu berkata dengan wajah sinis, “Aku nggak butuh! Bagusan kamu pikir cara buat jilat Reviana saja. Bagaimanapun, kalian nggak punya hubungan darah. Kalau kamu nggak mencuri hatinya, nanti kamu bakal diusir dari rumah!”Raut wajah Stella menjadi muram. Dia menatap Sonia dengan tatapan penuh kebencian. Seketika di dalam ruangan hanya terdengar suara mesin fotokopi saja.Kebetulan Winnie datang, hanya terdapat dua mesin fotokopi di dalam ruangan. Winnie melirik Sonia sekilas, lalu berjalan ke belakang Stella.Setelah hening selama beberapa saat, Winnie lalu menyindir Sonia, “Ngapain kamu fotokopi skenario? Habis-habisin kertas saja?”Belum sempat Sonia bersuara, tiba-tiba Stella tersenyum, dan berkata, “Winnie, kamu dan Sonia sama-sama adalah anak baru. Kalian seharusnya saling membantu.”Winnie mengira Stella sedang menceramahinya. Dia pun langsung berubah muram. Saat Winnie hendak membalas, terdengar lagi suara Stella. “Kalau Sonia nggak i
Sonia bersama pegawai studio lainnya berjalan keluar gedung. Tiba-tiba Sonia kepikiran restoran steamboat Yandi akan segera dibuka. Dia pun menelepon Yandi.Panggilan tersambung dengan cepat. Suara Yandi terdengar sangat gembira. “Jarang-jarang kamu berinisiatif untuk telepon aku?”Sonia juga tidak berbasa-basi. Dia langsung bertanya, “Kapan restoran dibuka?”“Hari Sabtu ini. Kamu ada waktu luang nggak?” balas Yandi.Sonia menyeberangi zebra cross hendak berjalan ke stasiun bus di depan sana. “Sabtu hari nanti aku bakal ngajar bimbel. Aku perginya malaman, ya!”“Asal kamu datang saja!” balas Yandi sambil tersenyum.Sonia berkata, “Ingat sisain tempat buat aku!”“Bawa temanmu ke sini!” Seketika Yandi menyadari suara ribut dari ujung telepon. Dia pun bertanya, “Kamu lagi di mana?”Sonia memasuki bus. “Aku baru pulang kerja, lagi mau naik bus.”“Bukannya kamu sudah jadian sama Reza? Kenapa malah naik bus?” Suara Yandi terdengar serius.Sonia mengangkat-angkat alisnya. “Apa hubungannya aku
Darah tampak mengalir dari pundak Mervin. Dalam waktu sekejap mata, pakaian Mervin pun sudah dinodai darah merah. Dia memelototi Yandi, lalu berkata, “Ternyata nggak gampang untuk dihadapi! Kamu tunggu saja! Kalau kamu nggak setoran, jangan harap bisa buka toko di sini!”Leon tersenyum sinis. “Kamu lagi takuti siapa? Kamu kira bos kami bakal takut sama kamu?”Kemudian, Leon menggoyangkan pisau sayur di tangannya. Mervin dan yang lainnya spontan berjalan mundur. Dia memberanikan diri untuk mengancam, baru meninggalkan tempat.Leon memaki, “Kukira semuanya hebat-hebat. Ternyata kalian semua pecundang!”Bruno berkata dengan tersenyum, “Meskipun orang itu hebat, mereka juga bakal takut sama Bos!”Yandi meletakkan kembali kursi yang ditendang tadi. Dia pun berkata, “Sudahlah, lap darah di atas lantai. Bereskan dulu, sudah waktunya makan malam!”Bruno dan yang lainnya mengangkat meja, lalu meletakkannya di tempat semula. “Bos, belakangan ini aku dengar kabar dari sekeliling. Orang yang berna
Sonia mengangkat-angkat alisnya. Emm … bukannya itu suaranya Johan?Frida mengerutkan keningnya, lalu menjelaskan kepada Sonia, “Dia juga baru kemari. Dia ke sini buat main gim. Kamu anggap saja dia nggak ada di sini!”“Aku memang selalu menganggapnya transparan!” balas Sonia degan tersenyum.Frida pun tersenyum.“Frida, siapa yang datang? Kamu lagi ngomong sama siapa? Cepat selamatkan aku!” jerit Johan.Frida mengangkat-angkat pundaknya, lalu berjalan ke ruang tamu.Johan melepaskan sandalnya, lalu duduk di atas sofa yang lebar itu. Dia memegang ponselnya sambil berkata, “Dasar ber*ngsek! Beraninya dia bersembunyi di dalam semak-semak! Aku akan habisi dia!”Frida berkata, “Bisa nggak kamu bicaranya agak halus?”“Frida!” Johan melirik Frida sekilas. Dia seketika terbengong ketika melihat orang di belakang Frida.Namun, Johan tidak berani terbengong terlalu lama. Dia kembali fokus dengan permainannya.Frida berkata pada Sonia, “Ikuti aku!”Sonia mengabaikan keberadaan Johan, mengikuti l
Frida langsung mengingatkan, “Palsu!”“Tapi kita termasuk teman juga, ‘kan?” tanya Johan.“Sonia juga temanku!” Frida duduk, lalu menyerahkan nasi kepada Sonia. Kemudian, dia meletakkan ayam goreng cabai rawit ke hadapan Sonia. Dia tahu Sonia suka makan yang pedas-pedas.Johan duduk di samping Frida dengan kesal. Dia memelototi Sonia, lalu berkata dengan kesalnya, “Aku juga mau ayam goreng cabai rawit!”Frida langsung meletakkan sawi tumis bawang putih ke hadapan Johan. “Kamu lagi panas dalam, makan yang polos-polos saja!”Setelah mendengar ucapan Frida, Johan langsung menuruti apa kata Frida untuk menyantap sayur hijau di depan matanya.Sonia ingin sekali tertawa, tapi dia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan makan makanannya.Dua di antara tiga orang itu memiliki kepribadian dingin. Johan yang suka membuat kerusuhan itu juga terpaksa menjaga sikapnya. Jadi, makan malam hari ini sangatlah hening.Selesai makan, Johan mengambil inisiatif untuk mencuci piring. Sepertinya Johan meman
Setelah mendengar suara ketukan pintu, Wendy spontan melihat ke sisi pintu. “Ada masalah apa?”Stella memeluk laptop sambil berkata dengan tersenyum, “Bu, aku mau cari dokumen di dalam gudang daring, tapi aku perlu izin dari Ibu.”Wendy mengangguk. “Sini!”Stella menyerahkan laptop ke sisi Wendy. Sewaktu Wendy sedang memasukkan kata sandi, Stella pun berlagak tersenyum dengan lugu. “Sebenarnya tadi aku nampak ada Bos. Tapi aku nggak pernah ngomong sama dia. Jadi, aku nggak berani minta kata sandi dari dia.”Jari Wendy yang sedang mengetik itu tertegun. “Juno datang?”“Emm!” Stella melanjutkan, “Sudah lama aku nggak nampak Bos!”Wendy kembali mengetik kata sandi, lalu mengembalikan laptop kepada Stella. “Oke!”Stella berterima kasih dengan tersenyum manis. “Terima kasih, Bu Wendy.”“Balik kerja sana!” Wajah Wendy terlihat serius. Dia menundukkan kepalanya lanjut membaca berkas di tangannya.Stella langsung keluar ruangan. Hanya saja, dia tidak langsung kembali ke meja kerjanya, melainka
Tiba-tiba Morgan bertanya, “Kenapa kamu tidak pacaran?”Theresia tertegun oleh pertanyaan Morgan. Dia mengangkat kepalanya dengan perlahan, lalu berkata, “Seleraku jadi tinggi gara-gara kamu. Aku takut orang lain nggak sanggup.”Morgan terdiam.Ternyata Theresia sudah berbeda dengan yang dulu. Dia berubah menjadi lebih pemberani. Setiap ucapannya membuat Morgan tidak bisa berkata-kata. Hanya saja, dia tetap berbicara dengan begitu serius dan lugu, membuat Morgan tidak tega untuk mengomelinya.Usai berbicara, Theresia pun tersenyum. Dia tidak berbicara lagi, melainkan menunduk untuk menyantap makanannya dengan tenang.Selesai makan, Theresia menyeduh secangkir teh untuk Morgan, kemudian menyeduh secangkir kopi untuk dirinya sendiri.Meski aroma kopi dan teh bercampur aduk, aromanya tetap terasa nyaman.Theresia duduk di atas pangkuan Morgan, lalu melingkari lehernya. “Aku nggak ingin ngapa-ngapain hari ini, cuma ingin temani kamu saja, ya?”Terdengar nada manja dalam suaranya, seperti s
Reza mengusap wajah Sonia. “Semoga saja yang dia harapkan itu anggota keluarga, bukan uang. Semoga juga dia bisa memahami maksud kalian, bisa mempertahankan pemikiran awal, tidak terbuai dengan kekayaan.”Sonia menggigit bibirnya dengan perlahan. “Semoga saja dia nggak seperti itu. Hanya saja, aku juga bakal lebih hati-hati.”“Kalau begitu, kita amati selama beberapa saat dulu. Seandainya Hallie memang pantas untuk disukai Tuan Aska, masalah cucu kandung atau bukan juga bukan masalah. Seandainya dia tidak pantas, beri dia sedikit uang sebagai tebusan saja.”Sonia mengangguk. “Semuanya tergantung dengan nasibnya sendiri.”Mereka berdua selesai mengobrol masalah Hallie. Reza memeluk Sonia. “Pergi mandi dulu, lalu sarapan. Aku sudah telepon Bi Rati. Dia lagi masak yang enak-enak buat kamu.”Sonia memeluk Reza. “Aku juga merindukan Bibo!”Reza tersenyum tipis. “Sepertinya kamu tidak pernah merindukanku.”“Apa aku nggak pernah mengatakannya? Seingatku, aku sering mengatakannya berkali-kali!
“Sudah hampir pukul sembilan!”Sonia mengerutkan keningnya dengan kesal. “Tadinya aku berencana bangun pagian untuk pergi ke rumah. Tandy sudah hampir ujian akhir semester. Aku ingin memeriksa bagian mana yang ketinggalan, biar bisa beri bimbingan belajar buat dia.”Sonia menengadah kepalanya menatap Reza, lalu berkata dengan tersenyum, “Aku ini bukan guru bimbel yang bertanggung jawab. Untung saja Kak Diana nggak marah.”Reza mencubit pipi Sonia. “Kamu itu guru bimbel yang direkrut dengan susah payah. Meski dia marah, dia juga bisa memendamnya saja.”“Kamu malah berani ngomong lagi! Dia melakukannya juga demi kamu!” dengus Sonia dengan ringan.“Kalau begitu, demi balas budi kepada Kak Diana, aku pergi ajari Tandy saja?”Sonia kepikiran dengan gambaran paman dan keponakan yang sedang mengajar dan belajar itu. Tiba-tiba dia tertawa.Reza menggendong Sonia. “Hari ini kita tidak pulang. Kamu sudah sibuk gara-gara masalah Hallie. Hari ini kita tidak usah melakukan apa-apa, kita kembali ke
“Jangan kemari. Kalau tidak, kalian bukan hanya tidak bisa dirawat di rumah sakit saja, kalian bahkan tidak bisa tinggal di Kota Jembara lagi!” Nada bicara Reza terdengar datar. “Aku sudah cukup memberi kalian muka dengan membiarkan kalian tinggal di Kota Jembara. Seharusnya kamu mengerti!”“Aku mengerti! Aku mengerti!” Hendri berkata, “Aku tahu apa yang sudah aku lakukan. Aku mengerti kalau kamu berbelas kasihan kepada kami!”“Kalau kamu mengerti, mohon jauhi Sonia. Jangan ganggu dia lagi!”“Tuan Reza!” Hendri berkata dengan buru-buru, “Waktu itu aku mengantar Sonia untuk melakukan pernikahan bisnis dengan Keluarga Herdian. Sekarang hubungan kalian sebaik ini. Aku tergolong telah berbuat baik. Bisakah dilihat dari masalah itu, kamu membantuku sekali lagi?”Kening Reza berkerut. Dia berkata dengan suara dingin, “Kenapa Sonia bisa punya ayah sepertimu!”Hendri sungguh merasa malu. “Aku tidak menjadi seorang ayah yang baik. Aku sungguh bersalah pada Sonia. Aku berharap kelak aku memiliki
“Meskipun jelek, aku tetap menyukainya!” Reza memeluk Sonia ke dalam pelukannya. “Aku tahu masalah hari ini di luar dugaan, tapi kalau kejadian ini terulang lagi, aku berharap kamu tidak maju ke depan lagi!”Bagaimana kalau barang itu adalah bom? Siapa tahu ….Sonia memiringkan kepalanya bersandar di pundak Reza. “Waktu itu, aku nggak berpikir terlalu banyak. Cella menargetkanku. Nggak mungkin aku melibatkan Hallie.”“Cella memang bodoh. Padahal dia tahu alasan Keluarga Tamara bisa menjadi seperti sekarang, dia masih saja berani untuk tidak melepaskanmu!” Tatapan Reza kelihatan dingin. “Dia itu takut aku akan melupakannya. Bagus juga dia bisa datang, aku tidak akan melepaskannya lagi!”Sonia tidak menganggap masalah Cella. “Cukup usir dia dari Kota Jembara saja. Jangan kotori tanganmu demi dia.”“Aku akan mengatasinya!” Reza mengecup wajahnya. “Tidurlah!”Sonia berbaring di atas ranjang. Reza juga ikut berbaring di sisinya. Dia meniup punggung tangan Sonia sembari merangkul Sonia ke da
Aska memelototinya. “Saat siang tadi, kamu bilang kamu bisa mengambil keputusan!”Jemmy berkata dengan lantang, “Kamu malah percaya sama omonganku agar kamu menemaniku main catur?”Aska terdiam membisu.Jemmy tersenyum. “Jujur saja, kamu juga tahu sendiri temperamen Morgan. Apa kamu tidak takut Hallie akan menderita nantinya?”“Tidak takut. Aku merasa tenang bisa menikahkannya dengan keluargamu!” balas Aska.“Kamu baru saja menemukan Jeje. Sekarang kamu malah buru-buru ingin menikahkannya. Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan?” Jemmy tersenyum dingin.Aska segera berkata, “Aku hanya ingin menetapkannya saja. Tentu saja aku tidak buru-buru dalam soal pernikahan.”“Tenang saja, cucuku itu masih belum punya pacar! Biarkan Julia pulang dulu, tes DNA lebih penting!” balas Jemmy.Saat mengungkit soal Julia, Aska pun tidak berbicara lagi.Di sisi tangga, Hallie yang sudah mengganti pakaian baru dan hendak menuruni tangga kedengaran perbincangan mereka berdua. Dia menggigit bibirnya dan ke
Setelah tiba di bawah gedung apartemen, Theresia mengambil tasnya dan menuruni mobil. “Mengenai isi perbincangan hari ini, aku akan suruh anggotaku untuk memasukkannya ke dalam kontrak. Saat hari Senin nanti, aku akan kirimkan kontrak perpanjangan untuk kami. Setelah kamu baca dengan saksama, kamu baru kirim kembali kepadaku.”“Baik!” Roger tersenyum lembut.Roger ikut menuruni mobil. Dia melihat wanita yang sedang berpamitan dengannya, lalu spontan berkata, “There, kita sudah kenal selama ini. Seharusnya kamu mengerti perasaanku kepadamu, bisa tidak kamu beri aku satu kesempatan?”Roger mengeluarkan sebuah cincin berlian dari dalam sakunya. “Cincin ini sudah lama bersamaku, tapi aku nggak punya keberanian untuk mengutarakan perasaanku. There, hari ini mungkin aku sedikit gegabah, tapi aku pasti bukan impulsif!”Cuaca hari ini sangat dingin. Lampu jalan memancarkan cahaya dingin, memancar ke atas berlian. Bahkan, berlian itu juga terasa sedikit dingin.Theresia berkata dengan suara lem
Morgan mengangguk. “Kalau begitu, kita pulang dulu!”Sonia berpesan, “Jangan beri tahu Kakek!”“Aku mengerti!” balas Morgan, lalu membalikkan tubuhnya pergi mengendarai mobilnya. Hallie berpamitan dengan Sonia, Theresia, dan yang lain, kemudian memasuki bangku samping pengemudi.Saat Theresia melihat mobil berjalan pergi, dia mengalihkan pandangannya, lalu bertanya pada Sonia, “Apa tanganmu sakit?”“Nggak sakit lagi. Hanya luka kecil saja. Kamu juga cepat pulang sana!” Sonia tersenyum tipis.Theresia berkata dengan khawatir, “Cella memang gila. Meski dia telah dibawa ke kantor polisi, dia juga nggak akan ditahan terlalu lama. Kamu sendiri mesti lebih hati-hati. Orang seperti itu biasanya akan melakukan hal tanpa memperkirakan akibatnya.”“Aku akan melakukannya!” balas Sonia.“Kalau begitu, aku pergi dulu!” Theresia melambaikan tangannya kepada Sonia. Dia memalingkan kepalanya melihat Roger. “Ayo, kita pergi.”Reza baru kembali dari menelepon. Dia berkata pada Sonia, “Kita ke rumah saki
Sonia segera membalikkan tubuhnya. Dia menyadari di bawah cahaya gelap, sesosok bayangan tubuh menerjang ke sisinya dengan memegang dua botol asam sulfat di tangannya. Satu di kiri dan satu di kanan. Kemudian, dia melemparkannya satu per satu ke sisi Sonia dan yang lain.“Sayang!” Reza segera berlari menarik Sonia ke dalam pelukannya. Dia menggunakan mantelnya untuk membungkus Sonia.Pada saat bersamaan, tubuh besar Morgan juga berdiri di depannya. Ketika melihat Sonia ditarik pergi oleh Reza, dia langsung menarik tangan Theresia, memutarkan tubuhnya melindungi Theresia di dalam pelukannya.Pada akhirnya, hanya tersisa Hallie sendiri. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri botol asam sulfat di depan wajahnya.“Hallie!” Sonia mendorong Reza, langsung melompat untuk menendang botol asam sulfat, kemudian jatuh menindih di atas tubuh Hallie.Botol asam sulfat yang satu lagi melayang bergesekan dengan kepala mereka berdua, lalu menghantam ke atas mobil Reza. “Bamm!” Terdengar suara ledak