Semoga suka dengan 2 bab kita hari ini, MyRe. Jumpa besok lagi dan semoga dengan up date bab yang lebih banyak dari up hari ini yah, MyRe. Sehat selalu untuk kalian semua. Semangat ….! IG;@deasta18 (Follow untuk mendapat informasi terbaru tentang novel kita)
"Arggkkk!" Bunga menjerit dan berteriak, balik menjambak rambut Lisa. Hingga pada akhirnya keduanya kembali jambak-jambakan. Sbastian tak tinggal diam, cepat-cepat menghampiri istrinya lalu memisahkan istrinya dari perempuan gila itu. "Perempuan gila, menjauh dari istriku!" marah Sbastian pada Bunga. Setelah itu, dia menatap Lisa lalu merapikan tatanan rambut istrinya. Dia juga membersihkan sisa rambut di tangan istrinya–rambut perempuan gila yang berhasil Lisa tarik. Raut muka bunga berubah muram. Namun, melihat Luis berbaring lemah di lantai, dia segera menghampiri pria itu. "Luis, kamu nggak apa-apa?" tanya Bunga, membantu Luis berdiri. "Ouh, jadi si Gila ini dan Si bodoh ini berteman?" tanya Diego, mengamati keduanya dengan ekspresi datar. "Iya, Ayah," jawab Tita, Sbastian dan Lisa secara bersamaan. Damian dan James yang tak mengenal kedua makhluk itu, memilih diam. ***Pada akhrinya mereka semua pulang ke rumah orang tua Damian, membawa Bunga dan Luis, untuk mencari masala
"Bisakah kalian tidak bertengkar, Anak-anak?" ucap Raymond, menatap malas ke arah tiga pria dewasa yang sedang saling melayangkan tatapan tajam satu sama lain. Saat ini mereka sedang di hotel Blackswan untuk membahas bisnis dan pembangunan hotel baru yang akan berkolaborasi dengan restoran milik Tamago–perusahaan yang Damian pegang. Di pertemuan ini ada Raymond, Diego, Damian, Sbastian dan James.Dan yah, Damian, Sbastian serta James lah yang saling bersitatap–melayangkan tatapan tajam serta membunuh untuk mengintimidasi satu sama lain. "Apa masalah kalian bertiga?!" tanya Diego, mulai jengah pada ketiganya yang masih saling melayangkan tatapan membunuh. Masalahnya tiada angin, tiada hujan, ketiganya mendadak seperti ini. Sebenarnya ini terjadi setelah Damian bertelepon dengan Tita. James hanya berdecih, akan tetapi berhasil membuat Sbastian dan Damian tersinggung. "Kau berniat mencelakai Tita?" tanya Sbastian to the point, "kau bekerja sama dengan Catrina, Heh?""Aku bukan--" J
Setelah beberapa minggu menikah dengan Sbastian, hidup Lisa berada ada perubahan. Pria itu sangat sopan dan selalu berbicara dengan nada yang ramah. Dis menghargai Lisa dan sejauh ini mereka belum pernah bertengkar. Sama sekali! Hari ini Lisa pergi ke acara reunian teman kampus yang ada di kota ini. Mereka melakukan acara pertemuan khusus untuk lulusan angkatan mereka dan yang ada di kota ini. Dan ini adalah pertemuan pertamanya dengan Tita setelah Lisa menikah dengan kakak sahabatnya tersebut. Lisa sudah izin dengan suaminya, dan Sbastian memperbolehkan. "Gimana? Kakak aku suami-able kan?" tanya Tita, di mana saat ini dia dan Lisa sedang mengobrol berdua. Sebelumnya mereka mengobrol dengan yang lainnya. Namun, karena Tita tipe yang kurang suka mengobrol dengan orang yang tak dekat dengannya, tadi saat mengobrol, Tita banyak diamnya. Sebetulnya, Luis dan Bunga juga ikut di acara reunian ini. Namun, Tita dan Lisa memilih tak bergabung dengan mereka. Keduanya juga mencoba mengh
Mengingat perempuan itu telah sah menjadi istrinya, Sbastian kembali mendekat pada Lisa. "Aku akan membantumu. Kulihat sepertinya kau kesulitan," ucap Sbastian. Lisa yang saat itu sedang memegang bajunya, reflek menjatuhkan baju. Dia kembali menyangkan tangan di depan dada. "Tidak apa-apa. Aku suamimu, jadi santai saja," ucap Sbastian lembut, meraih pakaian Lisa yang jatuh kemudian meletakkannya di sebuah kursi. Setelah itu, Sbastian membantu Lisa melepas dress tersebut. Setelahnya, dia juga membantu Lisa mengenakan pakaian yang jauh lebih nyaman. Bukan hanya itu, pria itu juga membantu Lisa mengemas pakaian dalam koper ke lemari. Setelah semuanya selesai, Lisa kembali merasakan gugup yang tiada tara. Malam pertama! "Tidurlah," ucap Sbastian tiba-tiba, membuat Lisa menoleh kaget serta ragu pada pria itu. Tidur? Tapi mereka belum 'ekhm. Kenapa Sbastian memintanya untuk tidur? Namun, daripada menanyakan hal itu, Lisa memilih secepatnya tidur. Bukankah ini yang dia
"Berliannya kurang besar?" tanya Sbastian santai, akan tetapi membuat Lisa membelalak lebar dan buru-buru menggelengkan kepala. "Bukan begitu," ucap Lisa dengan nada kikuk, kemudian mendekat pada Sbastian untuk membisikkan sesuatu, "harganya kemahalan. Ganti saja, Pak," bisiknya malu bercampur panik. "Ouh." Sbastian ber oh ria, "saya ambil ini," ucap Sbastian kemudian pada pelayan toko, membuat Lisa melebarkan mata karena malam mengambil cincin yang menurutnya terlalu mahal. Selanjutnya Lisa hanya diam karena sudah terlanjut panik dengan harga cincin pernikahannya yang menurutnya terlalu mahal. Memang bagus dan cantik, tapi kemahalan bagi Lisa. "Kau ingin membeli sesuatu?" tanya Sbastian, di mana saat ini dia dan Lisa berniat pulang. Lisa langsung menggelengkan kepala, menatap tegang ke arah Sbastian. 'Kurasa kalau jantung sama kedua ginjalku kujual, itu nggak akan bisa menebus cincinnya.' batin Lisa, masih kepikiran dengan cincin yang terlalu mahal. "Tita sangat suka berbe
"Tita, kamu diam deh." Lisa berkata judes, terlanjur malu. Tita menaik turunkan alis sambil menatap jahil pada Lisa, hal tersebut membuat Lisa makin merah padam karena salah tingkah. Untungnya Sbastian datang, setelah sebelumnya menghajar habis Luis. "Kau tidak apa-apa?" tanya Sbastian pada Lisa, tak sadar jika adiknya ada di sana. Tita seketika memicingkan mata, menatap kakaknya dengan kepala miring dan tangan yang berkacak pinggang. "Wah, apakah aku angin tidak terlihat? Atau bebatuan yang seharusnya diabaikan?" ujar Tita dengan niat menggoda sang kakak dan Lisa. 'Tita, kamu bisa diam nggak sih? A-aku deg degkan tahu.' batin Lisa, menatap berang ke arah sahabatnya yang sangat suka menggoda dan jahil padanya. "Ouh, Dek. Kau tidak apa-apa?" tanya Sbastian pada adiknya. "Aku nggak apa-apa, Kak," jawab Tita cengengesan sambil mendorong Lisa cukup kuat ke arah kakaknya. Hal tersebut membuat Lisa berakhir menabrak dada bidang Sbastian. Mata perempuan itu membelalak leb