Tita duduk melamun di dalam mobil, menatap jalanan dengan ekspresi lesu. Setelah sarapan bersama dengan keluarga Abraham, Damian langsung membawa Tita pulang ke rumah orang tua pria ini. Untuk sekarang, Tita dan Damian akan tinggal di rumah orangtua Damian. Tita sejak tadi melamun karena campuran mengantuk dan lemes. Dia telah makan banyak akan tetapi dia merasa baterainya belum terisi penuh. Hah, tadi malam adalah hal yang mengerikan bagi Tita. Damian seperti penjajah yang menerapkan romusa pada Tita. Gara-gara tadi malam, Tita sekarang takut hari menjadi gelap. Damian sendiri juga hanya diam karena dia memang suka suasana yang hening dan tenang. Namun, dia diam-diam terus memperhatikan Tita. Perempuan yang telah menjadi istrinya tersebut telihat bosan dan terlihat menahan kantuk juga. Damian menghela napas pelan. Damian memutuskan membawa Tita ke minimarket, agar perempuan ini kembali bersemangat dan tak mengantuk. Dan benar! Damian belum mengatakan apa-apa, hanya berhenti
Tita langsung membaringkan tubuh di atas ranjang, merentangkan tangan lalu menengadah ke atas langit-langit kamar. "Akhirnya aku bisa berbaring," ucap Tita lega, tersenyum tipis karena merasa nyaman dengan ranjang ini. Ini sudah hampir tengah malah, dan Tita baru bisa istirahat sejak dia memasuki aula pernikahan. Karena pernikahannya dimulai dari siang dan dilanjut hingga malam, Tita benar-benar tak ada waktu untuk bersantai sedikit saja. "Huah." Tita menghela napas, "kenapa yah aku mau menikah dengan Kak Damian? Kan awalnya aku menolak keras, tapi …- jangan-jangan dia mengguna-guna aku, supaya aku nurut dan tunduk sama dia. Iya yah." Tita yang bermonolog sendiri, segera bangkit dari ranjang. Dia sedikit kesusahan karena dress yang membalut tubuhnya. Setelah berhasil berdiri, Tita berjalan ke arah balkon. Dia hanya berdiri di sana sambil menatap ke luar, "kenapa tiba-tiba aku menurut padanya? Dan sekarang aku istrinya? Aku-- seorang istri?" Tita berkacak pinggang, masih tak
"Kenapa kau ingin pernikahanmu diundur, Damian?" tanya Raymond, melayangkan tatapan penuh peringatan pada putranya, "jangan main-main!" "Aku punya alasan, Ayah," ucap Damian, di mana saat ini dia berada di ruang kerja kakeknya. Dia meminta ayangnya berbicara di tempat ini agar pembicaraan mereka lebih aman. Di sana, juga ada kakeknya, mamanya, Vior, Diego dan Sbastian. Damian lalu menjelaskan alasan kenapa dia ingin mengundur pernikahannya beberapa jam dari waktu yang telah ditentukan. Sebenarnya bukan sepenuhnya diundur, lebih tepatnya diperlambat untuk memberikan waktu bagi Damian memberi pelajaran berharga bagi wanita sialan itu. "Baiklah. Ayah ikut rencanamu," ucap Raymond kemudian setelah mendengar penjelasan putranya. Setelah itu, mereka semua bubar dari ruangan tersebut. Mereka bersikap seperti tak terjadi apa-apa. Diego dan Sbastian bersembunyi ke tempat Tita, seperti yang telah direncanakan. Sedangkan pemeran utama yang akan menjadi poin dalam rencana ini, Damian sulap
'Ah, maaf, Paman. Tita tak akan pulang.' Ekspresi Diego seketika berubah menjadi bingung bercampur terkejut. Ini suara-- Damian? "Tuan Damian?" Diego berucap ragu. 'Iya, Paman. Tenang saja, Tita ada bersamaku. Sekarang Tita masih tidur,' jawab Damian di seberang sana. Setelah menjemput calon istrinya dari para penculik, Damian memutuskan membawa Tita ke sebuah hotel terdekat. Dia menjemput Tita sekitar jam 1 dini hari, sedangkan siang mereka akan menikah. Baik Damian dan Tita, keduanya sama-sama harus istirahat. Damian memutuskan mencari hotel terdekat dan memilih menginap di sana. Rumahnya dan rumah perempuan ini masih jauh–sekitar satu jam lagi. Damian tak ingin memaksa karena meski hanya satu jam dalam perjalanan, akan tetapi itu menguras energi. Terlebih ini sudah malam dan dia belum beristirahat semenjak pulang dari kantor. "Ba-bagaimana Tita bisa bersama Tuan muda?" bingung Diego, tetap cemas karena putrinya bersama seorang pria dewasa. Meski Damian adakah calon
Masih dengan tangan bersedekap di dada, Damian memikirkan kepala sambil menatap Tita yang tiba-tiba diam dengan muka memerah sewajah-wajah. "Ke-kenapa Kak Damian ada di sini?" tanya Tita ketus, berusaha bersikap santai dan berusaha menahan malu yang telah menembus hingga ke ruh-ruhnya. Damian menegakkan kembali kepala, tersenyum tipis kemudian tiba-tiba mengusap pucuk kepala Tita. "Kau mengirim pesan padaku, Tita." Tita melebarkan mata. Sedangkan Damian, dia lanjut berbicara. "Mobilku ada di depan, pergilah lebih dulu ke sana." Tita menggaruk tengkuk, segera beranjak dari sana dengan keadaan yang sangat malu luar biasa. Ya Tuhan! Jadi Tita sendiri lah yang mengundang jelangkung-- ah, maksudnya, mengundang Damian ke sini? Dia sendiri? Sedangkan Damian, dia langsung terkekeh pelan karena merasa geli dengan tingkah Tita tadi. Alih-alih melarikan diri dari penculik, Tita malah mengejar para penculiknya. Namun, ketika Damian menatap para penculik itu, wajah Damian seketika beruba
"Jaga dia dan jangan menyentuhnya," ucap Olive pada anak buahnya. Sebenarnya dia sangat ingin menghancurkan Tita karena perempuan ini merampas Damian darinya. Akan tetapi, dia tak ingin mengambil resiko. Kalau Diego tahu, dia bisa mati dikuliti oleh pria itu. Tapi jika dia hanya menyekap Tita, semisal dia ketahuan pun, setidaknya dia sudah menikah dengan Damian. Dan kesalahannya hanya menyekap Tita, pastinya dia tak akan sampai dibunuh. Paling Diego marah besar padanya, lalu pada akhirnya mau tak mau menerima pernikahan Olive dengan Damian. "Tunggu perintah dariku," titah Olive kemudian, mendapat anggukkan dari para anak buahnya. Setelah itu, dia beranjak dari sana, meninggalkan Tita yang sudah terikat dalam sebuah kursi. Sekalipun Tita bangun, dia tidak akan bisa kabur. Selain tangannya terikat, juga karena letak markas ini ada di ujung kita, di sebuah bangunan tua yang jauh dari keramaian. Di sini sangat sepi. "Sayang sekali kita tidak boleh menyentuhnya. Padahal di
"Damian, coba lihat calon istrimu," ucap Talita antusias, setelah Tita mengenakkan gaun pernikahan berwarna putih bersih tersebut. Damian mendongak, menatap Tita dengan tak berkedip sama sekali. Pupil matanya membesar, tanpa dijelaskan pun, orang-orang tahu bahwa Damian terpesona. Tita juga menatap Damian. Awalnya dia ingin memastikan ekspresi muka Damian, dia penasaran seperti apa reaksi pria ini. Keduanya saling bersitatap cukup lama, hingga pada akhirnya Tita memilih menunduk karena malu ditatap intens oleh Damian. "Ekhem." Talita berdehem untuk menyadarkan Damian. "Bagus," jawab Damian cepat, tetapi terus menatap Tita. "Ahahaha … sebenernya tanpa kamu jawab pun Tante sudah tahu. Soalnya mata kamu tak berkedip," jawab Talita, "astaga, yang kemaren saja kamu nggak begini loh, Sayang," goda Talita. Damian hanya tersenyum tipis sebagai jawaban. Sedangkan Talita, memilih acuh tak acuh. Saat Tita ingin berganti pakaian, dia berpapasan dengan perempuan berambut blonde tad
"Turunkan aku," ucap Tita dengan raut muka malu setengah mati. Seluruh wajahnya merah dan jantungnya berdebar kencang. Dia kita ayahnya yang menggendongnya, ternyata Damian. Bahkan tangannya mengalung di leher pria ini. Mengingat tangannya masih mengalung di leher Damian, Tita segera melepasnya. Akan tetapi Damian dengan cepat menahannya. "Aku ingin turun," cicit Tita lagi. "Sebentar lagi kita akan sampai," jawab Damian dengan singkat, tetap menggendong Tita. Di sisi lain, Sbastian yang melihat Damian menggendong adiknya, langsung menatap penuh tanda tanya pada ayahnya. Dia heran dan merasa seakan tak mengenali Damian. Kenapa Damian mau menggendong adiknya? Tadi, pria itu juga terlihat panik ketika pembantu berteriak meminta tolong. Apa Damian jatuh cinta setelah menyentuh adiknya? Ketika Sbastian menoleh ke arah ayahnya, Diego langsung menoleh ke arah Raymond–bertanya-tanya kenapa Damian terlihat peduli pada Tita. Aneh saja! Meskipun mereka akan menikah, bukankah
"Tidak mungkin?!" Diego menggeram marah, "bagaimana kalau kau dan putrimu jelaskan semuanya di kepolisian?" Saat itu juga Olive mendongak, langsung menggelengkan kepala pada Diego. "Ja-jangan, Ayah. Kumohon jangan! A-aku mengaku menjebak Tuan Damian dengan menaruh obat terlarang ke dalam teh. La-lalu aku menyuap maid untuk mengantar teh itu, aku mengatakan pada maid agar dia memberitahu Tuan Damian kalau teh itu dari mamanya agar Tuan tak curiga." Plak' Diego langsung melayangkan tamparan kuat pada pipi Olive. "Kurang ajar! Bagaimana bisa aku memelihara ular dalam rumahku?!" marahnya. Dia sudah tahu apa yang terjadi, tetapi saat Olive mengakui kelakuannya, kemarahannya kembali memuncak. Di sisi lain, Carmen tak lagi kasihan pada Olive. Dia malah ingin ikut menampar perempuan itu. Perempuan licik, jahat dan iblis betina. Satu lagi wanita rendahan! Karena hanya wanita rendahan lah yang melakukan trik kotor untuk mendapatkan seorang pria. "Tu-Tuan, ampuni kami." Helen langs