Share

Teman Baru

Rumah itu sekali lagi berantakan ketika aku bangun keesokan harinya. Kali ini aku meninggalkan kekacauan itu dan langsung pergi bekerja. Aku tidak ingin terlambat. Aku membutuhkan pekerjaan ini. Ayahku belum menelpon untuk memeriksaku dan aku yakin Rudy tidak bicara dengan ibunya atau dengan ayahku. Aku tidak ingin bertanya padanya karena aku tidak ingin kemarahannya pada ayahku akan dilampiaskan padaku.

Mungkin saja suatu haru Rudy akan mengusirku pergi saat aku kembali bekerja. Dia terlihat tidak senang ketika dia keluar dari kamarku tadi malam. Apa lagi setelah kejadian semalam. Oh Tuhan apa yang kupikirkan? Aku tidak bisa berpikir hal lain. Itulah masalahnya! Aku tidak bisa mengendalikan diri. Bisa saja, saat aku pulang nanti aku akan melihat tasku diteras luar. Setidaknya, sekarang ak sudah punya cukup uang untuk tinggal di hotel.

Memakai celana pendek dan kaus polo, aku berjalan dari kantor menuju ke pintu depan. Aku perlu mengisi absen agar bisa mendapatkan kunci untuk mobil golf.

Mbak Cla sudah berada di dalam. Aku mulai berpikir kalau dia tinggal disini. Dia ada di sini saat aku pulang dan saat aku datang setiap harinya. Walaupun sikap kepribadiannya terkadang agak menakutkan. Aku hampir menyapanya ketika aku dia berteriak saat memberi perintah. Dia mengerutkan kening pada seorang gadis yang belum pernah kulihat sebelumnya. Dia mengancungkan jarinya dan hampir berteriak lagi.

"Kamu tidak bisa bergaul dengan para anggota club. Itu aturan pertama. Kamu menandatangani  surat perjanjian Beti, kau tahu aturannya. Pak Raka datang kesini pagi ini dan memberitahuku kalau ayahnya sangat tidak senang dengan kejadian ini. Jika kau masih tidur dengan para anggota, aku akan menendangmu keluar dari sini. Ini peringatan terakhirmu. Apa kau mengerti?"

Gadis itu mengangguk. "Ya, tante. Maafkan aku." Katanya. Rambutnya yang panjang diikat kebelakang seperti ekor kuda.  Dia adalah keponakan mbak Cla, menarik.

Tatapan mata mbak Cla bergeser padaku dan dia mendesah lega. "Oh, bagus, kau disini. Mungkin kamu bisa melakukan sesuatu pada keponakanku ini. Dia dalam masa percobaan karena dia tidak bisa berhenti bermain mata dengan para anggota saat dia bekerja. Disini bukan tempat untuk menjual diri. Kita adalah Rooftop club. Aku akan menempatkannya bersamamu untuk seminggu kedepan dan kamu harus mengawasinya. Pak Raka memujimu. Dia sangat senang dengan pekerjaan yang sudah kamu lakukan dan memintaku untuk menempatkanmu bekerja di restoran 2 kali seminggu." Katanya sambil menatap keponakannya dengan marah.

Gadis itu menundukkan kepalanya karena malu. Aku kasihan padanya. 

"Iya, mbak." Jawabku saat dia mengulurkan kunci padaku. 

"Pergi dengan dia sekarang, nona. Jangan berdiri disini dan cemberut. Seharusnya aku menelpon ayahmu dan mengatakan padanya apa yang sudah kamu lakukan, tapi aku tidak melakukannya karena itu akan membuat kakaku sakit hati. Jadi, pergi dan belajar sebuah etika." Mbak Cla menunjuk kepintu dan aku langsung pergi diikuti oleh gadis itu.

"Hei, tunggu." Gadis itu memanggil. Aku berhenti dan menengok padanya saat dia berlari untuk mengejar. "Maaf, suasananya sangat brutal disana. Aku berharap kamu tidak pernah melihat atau mendengarnya."

"Tidak apa-apa."

"Ngomong-ngomong aku Beti. Dan kau yang terkenal tidka baik Aileen Adira, aku sudah mendengar begitu banyak tentangmu." Senyumnya .

"Aku minta maaf kalau tantemu sudah membandingkan diriku dengamu."

"Aku tidak bicara tentang tanteku. Aku berbicara tentang para pria, terutama Raka, dia sangan menyukaimu. Aku dengar kalau kau membuat sedikit kegemparan tadi malam di pesta ulang tahun Grizelle. Aku harap aku bisa melihat kejadian itu." Dia tersenyum padaku. " Ceritakan padaku."

Tidak banyak yang bisa diceritakan. Aku mengangkat bahu dan berjalan masuk ke sisi pengemudi setelah mengisi box pendingin dengan minuman. "Aku pergi ke pesta karena aku tidur di kamar pembantu di rumah Rudy sampai aku punya cukup uang untuk pindah ke tempatku sendiri. Dia tidak suka dengan kehadiranku, itu saja."

Beti duduk di kursi disampingku dan menyilangkan kakinya. "Itu sama sekali tidak seperti apa yang kudengar. Martin mengatakan kalau Rudy melihat Raka menyentuhmu dan.... Boom! Dia hilang kendali."

"Martin salah paham. Percayalah, Rudy tidak peduli, siapa yang menyentuhku."

Beti mendesah. "Tidak enak jadi orang miskin, kan? Para pria tampan tidak pernah serius pada kita. Kita hanya pasangan saat mereka membutuhkan teman untuk tidur."

Apakah dia baru saja terlibat dengan mereka dan baru saja dicampakkan? Dia terlalu cantik untuk itu. Pria di belakang rumahku yang dulu akan tunduk dikakinya. Mereka mungkin tidak punya uang jutaan atau miliaran rupiah tapi mereka adalah orang baik dari keluarga yang baik juga.

"Apakah tidak ada orang yang menarik dan yang tidak kaya disekitar sini? Maksudku pria yang tidak akan membuangmu kesesokkan harinya."

Beti mengerutkan kening dan mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Aku selalu ingin berkencan dengan jutawan. Kau tahu, memiliki kehidupan yang lebih baik. Tapi aku mulai melihat dan mengerti kalau sepertinya tidak ada kesempatan untukku."

Aku menuju lubang pertama. "Kau cantik. Kau layak untuk dapat yang lebih dari apa yang kau dapat sekarang. Kau harus mulai mencari seorang pria yang menginginkan kau, hanya kau. bukan seseorang yang hanya ingin tidur denganmu."

"Aku baru saja jatuh cinta denganmu." Katanya menggodaku dan kemudian tertawa.

Aku tidak melihat ada pria muda dimana pun. Tentu saja, mereka bukan tipe orang yang akan bangun dipagi hari. Sepertinya aku tidak perlu khawatir dan menjaga Beti dari tindakan menjijikan untuk beberapa saat.

4 jam kemudian, ketika kami berhenti ke lubang ketiga, aku mengenali Raka dan teman-temannya. Beti langsug duduk tegak di kursinya dan terlihat bersemangat, menempatkanku pada siaga tinggi. Dia seperti anak anjing yang menunggu seseorang untuk melemparkan tulang. Jika aku tidak menyukainyaaku tidak akan repot-repot membantu dia mempertahankan pekrjaan ini. 

Raka mengerutkan kening ketika kami berhenti disamping mereka. "Kenapa kau bersama Beti?" Tanyanya saat kami sudah benar-benar berhenti.

"Karena dia membantuku mengawasiku dari temanmu dan membuatmu marah. Kenapa kau memberitahu tante Cla?" Dia cemberut, menyilangkan lengannya. 

"Aku tidak menyuruhnya untuk meminta Aileen untuk mengawasimu, aku menyurunya untuk mempromosikan Aileen bukan berpasangan denganmu." Bentaknya, dan mengeluarkan ponsel dari sakunya. Apa yang dia lakukan?

"Siapa yang kau telpon?" Tanya Beti dengan nada panik.

"Clarissa." Bentaknya.

"Tidak, tunggu." Kata beti dan aku bersamaan.

"Jangan hubungi dia, aku baik-baik saja. Aku suka Beti." Aku meyakinkannya.

Ia terdiam tapi tidak menutup teleponnya.

"Clarissa, ini Raka. Aku sudah berubah pikiran. Aku ingin kau menempatkan Aileen di restoran 4 hari seminggu. Kau bisa menempatkannya di lapangan pada hari jumat dan sabtu." Dia tidak menunggu jawaban dan langsung mengakhiri panggilan dan memasukkan kembali ponsel ke saku celananya.

"Tante Cla akan gila. Dia sudah minta Aileen untuk menjaga dan mengawasiku selama seminggu. Siapa yang akan menjagaku sekarang." Tanyanya dan langsung menatap genit pada Martin.

"Kawan tolong, jika kau menyukaiku, lihat ke arah lain dan biarkan aku membawanya kembali ke clubhouse hanya untuk beberapa menit." Kata Martin sambil minum minumannya.

"Aku tidak peduli apa yang kau lakukan. Kau bisa tidur dengannya. Tapi kalau ayahku tahu, aku harus memecatnya."

Aku tahu, Martin tidak akan membela Beti jikka dia dipecat. Dia akan membiarkannya pergi dan melanjutkan hidupnya. Martin jelas tidak mencintai Beti.

"Beti, jangan." Aku berbisik memohon disampingnya. "Saat libur, kau dan aku akan pergi keluar dan kita akan mencari beberapa tempat dimana ada pria yang baik. Jangan sapai kau kehilangan pekerjaan karena dia." Aku bicara sangat pelan agar hanya Beti yang bisa mendengarnya.

Beti memalingkan tatapannya padaku "Benarkah? Kau akan pergi kencan denganku? Untuk mencari pria? Serius?"

Aku mengangguk dan dia tersenyum. "Tentu saja."

Dia tertawa kecil dan kemudian turun dari mobil. "Oke, kalian mau minum apa? kami punya bnayak lubang untuk dikunjungi." Katanya melangkah keluar dari mobil dan berjalan ke belakang. Aku mengikutinya dan membagikan minuman  dan menerima uang bayarannya.

Martin mencoba untuk menggodanya sampai akhirnya dia berbalik dan tersenyum. "Aku sudah selesai menjadi teman tidurmu. Aku akan keluar dengan temanku ini dan pergi menemukan beberapa pria sejati di akhir pekan. Kau tahu, tipe pria yang tidak berusaha menjadi hebat karena uang dari orangtua mereka, tapi memiliki telapak tangan yang kasar dari bekerja keras. Kupikir mereka tahu bagaimana membuat seorang gadis merasa benar-benar istimewa."

Aku harus menahan tawa saat melihat ekspresi kaget Martin. Aku menyalakan mobil golf saat Beti duduk kembali disampingku dan bergegas pergi ke lubang berikutnya.

"Rasanya sangat menyenangkan. Kemana saja kau selama ini?" Tanyanya sambil menepuk tangannya saat aku melaju sambil memberi senyuman pada Raka dan yang lainnya.

Kami sudah melewati hampir semua lapangan kemudian berhenti untuk mengisi kembali minuman. Tidak ada masalah lagi. Aku tahu kami mungkin bisa melihat Raka dan teman-temannya lagi tapi aku percaya Beti bisa mempertahankan penderiannya. Beti telah berbicara tentang mewarnai rambutnya yang cokelat terang dan lain-lain.

Aku tidak memperhatikan anggota pada lubang pertama. Aku berkendara dan mencoba berkonsentrasi pada obrolan yang tidak pernah berakhir. Kata makian dari Beti menarik perhatianku.

Aku melirik kearahnya dan kemudian mengikuti pandangannya ke pasangan di lubang pertama. Rudy. Celana pendek cokelat yang dikenakannya dan kaos polo biru pucat terlihat begitu cocok dengannya, tapi tidak cocok dengan tato yang aku tahu menutupi pungungnya. Dia memutar kepalanya dan matanya bertemu denganku. Dia tidak senyum. Dia melihat kearah lain  seolah dia tidak melihatku. Tidak ada pengakuan dimatanya. Tidak ada.

Aku mengalihkan pandanganku dari dia pada seorang gadis yang bersamanya, Grizelle, atau Ge. Adiknya. Yang tidak suka dia bicarakan. Dia mengenakan rok putih pendek dan kaos polo biru dan topi putih.

"Kau tidak menyukai Grizelle?" Tanyaku pada Beti setelah mendengar dia memaki.

Beti tertawa pendek. "Tidak. Dan kau juga tidak. Kau musuh nomor satu untuknya."

Apa maksudnya? Aku tidak bisa bertanya padanya karena kai sudah berhenti tidak jauh dari kakak beradik itu.

Aku tidak mencoba untuk melakukan kontak mata dengan Rudy lagi. Dia sepertinya tidak ingin berbasa-basi.

"Kau pasti bercanda. Raka mempekerjakannya?" Kata Ge.

"Diam." Jawab Rudy dengan nada peringatan. Aku tidak yakin apakah dia sedang melindungi adiknya atau aku atau hanya mencoba untuk menghentikan sebuah drama. Apapun alasannya itu menggangguku.

"Apa yang ingin kalian pesan?" Tanyaku dengan senyum yang selalu aku tunjukan pada semua anggota club.

"Setidaknya dia tahu tempatnya." Kata Ge dengan nada sinis.

"Aku ingin bir, dengan lemon." Kata Rudy.

Aku memandangnya dan mata kami bertemu sekilas sebelum dia berpaling ke Ge. "Pesan minuman. Cuacanya panas."

Dia tersenyum padaku memandang dengan pandangan yang menghina dan menaruh tangannya di pinggangnya. " Air soda. Lap botolnya karena aku benci air yang akan membuat tanganku basah."

Beti mengeluarkan soda dari box pendingin. Aku kira dia khawatir kalau akan melemparkannya ke kepala Ge. "Aku belum pernah melihatmu disini akhir-akhir ini Ge." Kata Beti.

"Mungkin karena kau terlalu sibuk di semak-semak yang hanya Tuhan yang tahu dengan siapa kau membuka kakimu dan bukannya bekerja." Jawab Ge.

Aku menggertakan gigi dan membuka penutup bir milik Rudy. Sekarang aku ingin melempar inuman ini ke wajah sinis Ge.

"Cukup, Ge." Rudy memarahinya pelan. Apa dia anak Rudy? Rudy bertindak seperti Ge berusia 5 tahun.

Aku menyerahkan bir pada Rudy, hati-hati untuk tidak melihat pada Ge. 

"Terima kasih." Katanya dan memberikan uang padaku. Aku menerima uang itu dan sebelum aku bereaksi dia melangkah pergi menggandeng Ge. "Ayo tunjukkan padaku bagaimana kau masih tidak bisa mengalahkanku disini." Katanya dengan nada menggoda.

Ge menyenggol Rudy dengan bahunya. "Kau akan kalah." Rasa sayang yang tulus dalam suara Ge saat dia bicara dengan Rudy mengejutkanku. Aku tidak bisa membayangkan orang sepertinya bisa bersikap baik pada siapapun.

"Ayo kita pergi." Kata Beti meraih tanganku. Aku sadar aku sedang berdiri menonton mereka.

Aku mengangguk dan mulai berbelok ketika Rudy melirik ke arahku. Senyum kecil menghiasi bibirnya dan kemudian dia melihat Ge lagi. 

Setelah kami berada jauh dari mereka, aku melihat keara Beti. "Kenapa kau bilang aku adalah musuh nomor satu Ge?"

Beti terlihat tidak nyaman. 'Sejujurnya aku tidak tahu persis. Tapi Ge sangat posesif pada Rudy. Semua orang tahu kalau..." Dia berhenti dan dia tidak mau menatapku. Dia tahu sesuatu tapi apa yang dia tahu? Apa yang aku lewatkan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status