Share

Bab 9

Author: Yerin Anindya
Jelas-jelas sudah bilang tidak akan bercerai, tetapi dia tetap memaksaku menandatangani. Ekspresi wajahku sudah sulit menahan amarah. Raynard pun menyadarinya, tetapi dia tetap sabar menarikku ke sisinya.

"Benar-benar tidak mau cerai?"

Masih perlu ditanya? Aku membalasnya dengan diam.

Raynard menaruh kedua tangannya di pundakku, lalu menghela napas panjang—seolah menahan kekecewaan. "Kupikir kamu cukup cerdas," ucapnya pelan, "tapi ternyata tetap memilih bertindak bodoh."

Aku menunduk, "Aku tidak bodoh. Justru karena aku paham, aku tidak mau bercerai. Hubungan kita ini hanya sementara. Aku tidak akan menghancurkan pernikahan jangka panjangku demi sesuatu yang sebentar saja. Memang kamu membantuku melunasi utang, tapi aku juga sudah menemanimu. Jadi kita impas. Kamu tidak punya hak lagi mencampuri urusan pribadiku."

Terdengar tawa pelan dari atas kepalaku, sarat dengan nada mengejek.

"Impas? Menurutmu begitu?"

Kalau bukan begitu, apa lagi?

Saat aku masih bingung, dia menyuruhku melihat kembali surat cerai.

Aku tidak membalikkan badan. "Tadi aku salah bicara, maaf. Seharusnya, kita menunggu sampai Anda benar-benar merasa waktunya tiba... baru kita akhiri."

Raynard mencengkeram daguku, memaksaku menatapnya. Wajahnya tenang tanpa amarah, tetapi suasana sunyi itu membuat takut. Seperti ketenangan sebelum badai datang.

Dia bertanya, "Kenapa tidak mau bercerai?"

Entah dari mana datangnya keberanian, aku balik bertanya, "Kenapa kamu justru memaksaku bercerai?"

Lalu, dia memberikan jawaban yang membuatku merasa malu.

Dia berkata ringan, "Supaya lebih mudah."

Aku langsung paham maksudnya. Supaya tidak terjebak dalam opini publik atau pertimbangan moral, dan bisa bebas tanpa beban.

Hubungan kami saat ini, bahkan aku pun tidak bisa disebut sebagai simpanan. Paling hanya sebatas teman tidur.

Namun, meminta teman tidur untuk bercerai demi kenyamanan, itu benar-benar konyol.

Yang konyol bukan dia, melainkan aku.

Dalam matanya, aku ini begitu tidak berarti, sampai dia merasa bisa memperlakukan aku sesuka hati.

Kepalaku mendadak sakit, pikiranku kacau, sampai tak tahu harus membalas apa.

Setelah menarik napas dalam-dalam, aku berkata, "Pak Raynard, aku juga tidak akan bisa bersamamu lama-lama. Kenapa tetap memaksaku bercerai?"

Pertanyaan yang sama lagi.

Raynard tetap menjawab, "Supaya lebih mudah."

"Kamu tidak bisa sebegitu egois, menghancurkan pernikahanku hanya demi kenyamananmu." Belum sempat aku melanjutkan, dia sudah mengeluarkan ponselnya. "Kalau kamu yakin segalanya seperti itu, mau dengar jawabannya langsung dari dia?"

"Maksudmu?" Aku menatap ponselnya. Ternyata Raynard dan Lino sudah bicara lebih dari sepuluh menit. Aku ingin tahu apa saja yang mereka bicarakan.

Detik berikutnya, Raynard menekan tombol panggil ke Lino. Dan dia langsung mengangkat.

"Halo, Pak Raynard."

Bahkan dari suara di seberang, aku bisa membayangkan betapa manis senyum menjilatnya saat menjawab.

Raynard berbicara di telepon dengan suara tegas, "Lino, cabang perusahaan membutuhkanmu segera. Selesaikan urusan di sana secepat mungkin dan kembali."

Lino langsung menjawab, "Siap, Pak Raynard. Begitu Ranaya pulang, aku akan membawanya ke kantor catatan sipil untuk urus perceraian."

"Bagus." Nada suara Raynard berubah, terdengar lebih dalam. Dia menarik tengkukku, mendekatkanku ke arah ponselnya, lalu bertanya pelan tetapi tajam, "Aku tanya sekali lagi. Perceraian ini, benar-benar keinginanmu?"

Saat Lino mengucapkan ya, rasanya seperti ada palu besar menghantam dadaku.

Raynard melanjutkan, "Surat cerai ini kamu tanda tangani dengan kesadaran penuh?"

Lino menjawab mantap, "Ya. Tidak ada keberatan. Aku tanda tangan dengan sukarela."

Ucapannya membuatku membalik halaman terakhir dari perjanjian itu. Tepat seperti dugaanku, tanda tangan dan cap jari Lino tertera di sana, jelas dan tak terbantahkan.

Raynard memandangku seperti pemenang menikmati kekalahan musuhnya. Aku bisa melihat senyum kemenangan di matanya. Seakan berkata, Inikah cinta yang kamu banggakan?

Tanganku terkulai. Surat cerai itu terjatuh ke lantai.

Aku kalah. Kalah dengan memalukan.

"Bagus." Raynard menatapku dalam-dalam. "Pak Lino, kamu memang orang yang bisa melakukan hal besar."

Lino baru hendak mengucapkan terima kasih, tetapi Raynard langsung menyambung, "Bisa menyerahkan istri sendiri sebagai alat tukar, itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan sembarang pria."

"Eh, hehe..." Lino tertawa kaku.

Raynard langsung menutup telepon, melempar ponselnya ke meja. "Tanda tangani."

Dia menyodorkan pena padaku. Saat itu hatiku sudah kacau, pikiranku pun sama buruknya. Aku menarik napas panjang, lalu mengambil surat cerai itu. "Aku mau pulang. Aku ingin konfirmasi langsung dengannya."

Raynard tahu aku belum menyerah. Dengan penuh perhitungan, dia mengangkat tangannya dan memberi isyarat mempersilakan. "Silakan."

Aku kembali ke kamar untuk berganti baju. Saat sampai di ruang tamu, Raynard sudah duduk di meja makan. "Makan dulu sebelum pergi."

Mana mungkin aku masih bisa makan? "Terima kasih. Tidak lapar."

Raynard berkata, "Sopir sudah menunggu di depan."

Tanganku yang sedang berganti sepatu terhenti. Aku menoleh sedikit. "Terima kasih."

Raynard melirikku, "Aku ini pebisnis, bukan orang amal. Terima kasih tidak berlaku secara lisan."

Saat aku pulang ke rumah, Lino sedang menelepon di kamar. Pintu tertutup rapat, dia tidak mendengar aku masuk.

Lewat pintu, samar-samar aku mendengar dia sedang berbicara dengan ibunya soal perceraian.

Padahal kita belum mengurus apa pun. Namun, dia sudah cerita ke keluarganya.

Aku langsung membuka pintu. Pintu membentur dinding, mengejutkan Lino. Saat dia melihatku berdiri di ambang pintu dengan wajah tidak ramah, dia buru-buru menutup mulut dan berkata ke telepon, "Ibu, aku ada urusan, nanti kita lanjut bicara."

Setelah itu, dia mematikan telepon.

Lino berbalik, wajahnya canggung, lalu mencoba bersikap menyedihkan dan berjalan mendekat.

"Sayang..."

Aku menjauh dari tangannya dengan jijik. "Kamu sudah tanda tangan surat cerai?"

Wajah Lino tampak menderita, matanya berkaca-kaca. "Ranaya, aku juga tidak punya pilihan. Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa."

"Kenapa tidak bisa?"

"Karena... karena aku butuh posisi manajer wilayah. Itu bisa menyelesaikan banyak hal."

Aku memandangnya dengan kecewa. "Masalah yang kamu sebut banyak itu cuma satu kata, yaitu uang. Kamu juga tahu, dengan menandatangani surat ini sama dengan menjualku ke Raynard."

Lino langsung berlutut di hadapanku, memelukku sambil menangis tersedu-sedu. "Sayang, aku minta maaf. Ini semua salahku. Aku tidak berguna. Tapi aku juga ingin kamu punya masa depan lebih baik. Kamu bersama dia jauh lebih nyaman daripada bersamaku."

Aku tertawa pahit. Mataku menunduk menatapnya. "Lino, sejak pertama kali aku mengenalmu, aku sudah tahu kondisimu. Aku tidak peduli, karena aku hanya menginginkanmu. Dan sekarang kamu malah bilang mencarikan jalan keluar untukku? Kamu anggap aku ini apa?"

Lino tercekat. Bibirnya bergerak-gerak. "Aku... aku benar-benar ingin kamu bahagia. Bersama dia, kamu tidak akan menderita. Dia kaya, dia juga suka kamu, pasti akan memperlakukanmu dengan baik."

Aku menatapnya. "Perceraian ini sudah kamu rencanakan sejak awal, kan?"

Lino buru-buru menggeleng. "Tidak. Tidak mungkin. Aku sangat mencintaimu."

"Kamu mencintaiku? Tapi tetap ingin bercerai?" Aku menepis tangannya.

Lino melihat aku tidak tersentuh oleh rayuannya. Dia cemas mengambil surat itu dan berkata, "Kita sudah sampai di titik ini, kamu tinggal tanda tangan saja."

Aku yakin sebelum aku pulang, Raynard sudah menelpon dia.

Aku balik bertanya, "Titik ini maksudmu apa?"

Lino berkata, "Sudah tertulis jelas di surat itu. Hubungan tidak harmonis."

Aku bertanya, "Hubungan tidak harmonis dari mana? Padahal semalam kita masih baik-baik saja."

Lino menghela napas, menunduk lesu di tepi ranjang. "Kamu sudah tidur dengan pria lain, apalagi yang bisa dibicarakan?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 50

    Raynard tidak melepaskan mangkuk dan bersikeras. "Selama belum keluar dari rumah sakit, tetap saja pasien."Melihat kemesraan mereka berdua, aku pun membalikkan badan, dan pura-pura membereskan barang.Sebenarnya, tujuan Raynard memamerkan kemesraan di depanku adalah untuk menghilangkan kecurigaan Maura.Aku berdiri di ujung ranjang dan menatap mereka berdua dengan tatapan merestui. Maura sepertinya tidak curiga terhadap reaksi aku yang tampak tulus.Setelah Maura selesai makan malam, Raynard memutuskan untuk menemaninya di rumah sakit. Aku berjalan keluar dari ruang rawat bersama Davin.Di lorong, Davin bertanya padaku, "Tidak marah?"Aku menoleh dan memperlihatkan ekspresi terkejut. "Marah soal apa?"Davin menatapku sambil menilai situasi dan mencoba membaca ekspresiku, tetapi tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Aku cuma mau mengingatkanmu, jangan lupa siapa dirimu sebenarnya.""Haha." Aku tertawa getir. "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi kamu juga tahu, sejak awal aku mel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 49

    Perasaan pria terhadap sosok pujaan hatinya memang berbeda. Di mata Raynard sekarang, aku hanyalah seseorang yang bisa dipanggil sesuka hati dan disingkirkan kapan pun dia mau.Setelah merapikan kotak makan, aku bersiap pulang. Tidak ada gunanya menjadi penghalang.Aku memberi tahu Raynard. "Pak Raynard, aku pulang dulu."Raynard masih sempat mengingatkan soal menu makanan, menyuruhku untuk masak sesuai daftar, dan menghindari bahan-bahan yang tidak bisa dimakan Maura.Aku berjalan ke sisi ranjang. Meski Maura memberi kesan akrab seperti seorang teman, aku tak bisa benar-benar memperlakukannya seperti itu. Raynard pasti tidak akan mengizinkannya."Bu Maura, kamu istirahat baik-baik. Aku pergi dulu."Maura perhatian padaku. "Kamu ke sini sendirian? Bagaimana kalau suruh Raynard antar pulang?"Raynard menatap ke arahku. Aku segera berkata, "Tidak perlu. Aku bawa mobil."Begitu aku keluar dari kamar, terdengar suara lembut Raynard dari dalam. "Kamu mau minum tidak?"Aku menutup pintu. Kel

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 48

    "Raynard. Semua ini salahku. Jangan salahkan dia." Maura berkata sambil memalingkan wajah. Matanya bahkan menjadi merah.Raynard memberikan semangkuk bubur kepadaku dan berkata dengan nada kesal, "Masak bubur saja tidak becus. Lain kali, jangan pakai talas." Aku merasa sedih. Bagaimana mungkin aku tahu dia alergi talas.Aku meletakkan bubur dan menyerahkan telur kukus. Raynard meniup telur kukus itu dan menyuapkan ke Maura. Dia juga makan setengah potong labu kukus.Maura hanya bisa makan sedikit. Makan beberapa suap dan sudah tidak bisa makan lagi.Aku bisa melihat bahwa Raynard kesal dan gusar. Dia marah karena Maura makan sedikit dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa.Raynard menerima panggilan dari kantor. Maura sempat membujuknya agar Raynard kembali bekerja dan tidak perlu menjaganya. Namun, Raynard bersikeras untuk menemaninya.Perawat memanggil keluarga pasien untuk mengambil obat. Sekarang hanya aku dan Maura di kamar pasien.Dia menoleh dan berkata,

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 47

    Raynard berkata, "Maag Maura kambuh. Sekarang dirawat di rumah sakit. Oh, ya. Kalau Kak Elina datang, tolong suruh dia masak sesuatu yang lunak dan mudah dicerna, terus kirim ke rumah sakit. Dia tidak suka makanan restoran.""Oke. Aku akan kasih tahu Kak Elina begitu dia datang."Tidak lama setelah Raynard pergi, dia menelponku lagi.Raynard bertanya padaku, "Kamu bisa masak?"Aku terdiam. "Bisa."Raynard berkata, "Barusan Kak Elina telepon, kemarin pinggang suaminya makin parah, sekarang dia dirawat di rumah sakit. Jadi, dia harus menjaganya beberapa hari di rumah sakit. Kamu masak makanan yang cocok buat penderita maag, terus antar ke rumah sakit.""Oke."Aku menutup telepon dan mencari informasi mengenai pola makan untuk pasien maag dari internet.Di kulkas ternyata ada talas. Aku keluarkan talas itu dan masak bubur dengan talas. Aku juga mengukus telur dan labu. Lalu, aku memasukkannya ke kotak makan dan langsung berangkat ke rumah sakit.Di tempat parkir aku mengirim pesan WhatsAp

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 46

    Nama aliasnya adalah Melodi Langit terdengar anggun dan memesona. Sementara namaku, Peternak Hoki.Namaku jelas-jelas menarik perhatiannya. Dia menatapku dan tersenyum penuh arti. "Lucu sekali."Aku tersenyum samar sambil melihat tatapan Raynard yang dingin dan menjaga jarak terhadapku. Raynard jelas-jelas tidak ingin aku menganggu mereka.Aku pun tahu diri dan segera pergi. "Pak Raynard, Bu Maura, aku kembali bekerja dulu."Saat menutup pintu, aku mendengar Maura berkata dengan lembut, "Bu Ranaya lucu sekali. Kamu harus lebih lembut padanya."Dengan nada penuh manja, Raynard berkata, "Dia bawahanku, dan kamu memintaku bersikap lembut padanya?""Jangan terlalu galak juga. Kamu tidak tahu bagaimana raut wajahmu barusan, sampai-sampai aku sendiri merasa takut melihatnya."Aku tidak tahu bagaimana Raynard menjawab Maura. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena pintu sudah tertutup dengan rapat.Maura ternyata lebih ramah dan mudah didekati dari yang kuperkirakan. Waktu meninggalkan k

  • Jatuh di Pelukan Bos Berbahaya   Bab 45

    Aku berhasil melunasi utang kali ini. Rumah dan tanah juga tetap aman. Aku juga sudah bilang ke keluargaku kalau aku tidak akan ikut campur urusan Juna. Aku membiarkan dia menanggung sendiri konsekuensinya.Apabila dia masih mau berjudi, tidak peduli dia kehilangan tangan atau nyawa, itu bukan lagi urusanku.Ibu mengiyakan dengan sangat meyakinkan, katanya dia pasti akan membujuknya berhenti berjudi. Namun, dalam hati, aku tahu jelas, seorang penjudi akut tidak akan semudah itu berubah dan kembali ke jalan yang benar.Agar mereka tidak datang ke kantor untuk membuat keributan, aku mengetuk pintu kantor Raynard."Ada apa?" Raynard yang sedang membaca dokumen bertanya kepadaku tanpa mengangkat kepalanya.Tangan yang terkulai di samping tubuh mengepal erat. "Aku harus jujur, Pak Raynard, keluargaku memang agak rumit. Adikku itu tipe orang yang hanya ingat diberi makan, bukan dipukul. Aku khawatir kejadian seperti kemarin bisa terulang lagi. Mereka tidak punya uang, jadi pasti akan datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status