Share

Pertemuan Rumit

Author: Aldra_12
last update Last Updated: 2024-09-05 10:03:02

Eve menelan ludah susah payah. 

“Si-siang, Pak.” Eve mencoba menyapa.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Kaivan lalu melirik ke dalam. Ini aneh, kenapa Eve ada di kamar ibunya? Bukankah Maria tidak mengenal Eve? 

“Sa-saya ….” Eve ingin menjawab, tapi terdengar suara Maria dari dalam.

“Kai, dia membantu ibu tadi.” Suara Maria membuat Kaivan kembali menatap pada Eve.

Eve lega Maria menjelaskan, setidaknya dia tidak perlu berkata-kata karena bibirnya terasa bergetar.

“Sa-saya permisi, Pak,” kata Eve tergagap lalu mencoba melewati Kaivan berdiri. Tubuhnya mendadak lemas, jangan sampai dia pingsan di hadapan atasannya itu.

Kaivan melihat wajah Eve yang masih pucat seperti saat outbound, sehingga dia menghadang langkah Eve lagi.

"Kenapa kamu ada di rumah sakit?” tanya Kaivan.

Eve gelagapan, tapi dia berusaha tenang.

“Itu … saya baru periksa karena demam. Mungkin karena kelelahan,” jawab Eve tanpa berani menatap pada Kaivan. Dia meremas jemari untuk menutupi kegugupannya.

Kaivan diam menatap pada Eve.

Saat Eve dan Kaivan berada dalam kecanggungan, Damian tiba-tiba kembali muncul di sana.

Eve sangat terkejut. Damian, kenapa pria itu di sini?

“Mau apa lagi kamu?” tanya Kaivan saat melihat Damian kembali datang.

Namun, Damian tak langsung menjawab pertanyaan Kaivan, dia malah fokus pada Eve yang berdiri di dekat Kaivan.

“Kunci mobilku tertinggal di meja,” jawab Damian sambil menoleh pada Kaivan, lalu menatap lagi pada Eve.

Kaivan masuk kamar inap Maria untuk mengambil kunci yang dimaksud.

Sedangkan Damian, dia malah menatap Eve. Sama halnya dengan Eve yang bertanya-tanya kenapa Damian di sana, pria itu juga penasaran, kenapa mantan kekasihnya itu bersama Kaivan.

Eve menghindari kontak mata dengan Damian, dia tidak mau menyapa pria itu.

“Kenapa kamu di sini?” tanya Damian terus menatap pada Eve.

"Bukan urusanmu," jawab Eve enggan menatap pada Damian.

"Ya, memang. Tapi aku penasaran," ucap Damian lalu melirik ke ruangan Maria. "Bagaimana kabarmu?" tanya Damian pada akhirnya karena sudah lama tidak pernah bertemu Eve.

"Aku baik," jawab Eve. Dia menunjukkan jika kehidupannya sangat baik tanpa pria itu.

Damian tersenyum tipis.

"Kamu mau …." Belum juga Damian melanjutkan kalimatnya, Kaivan tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya, menutup Eve dari pandangannya.

“Ini, segera pergi dari sini!” Kaivan mengusir Damian lagi.

Damian memandang Eve yang ada di belakang punggung Kaivan, lalu mengambil kunci yang diberikan sepupunya itu, sebelum kemudian pergi meninggalkan Kaivan dan Eve.

Eve masih menatap tak percaya. Apa Damian dan Kaivan saling kenal? Eve mendadak pusing, bagaimana bisa sangat kebetulan?

Kaivan memastikan Damian pergi, lalu saat membalikkan badan untuk bicara dengan Eve. Dia melihat Eve yang terkejut.

“Saya permisi.” Eve buru-buru meninggalkan Kaivan. Dia tidak mau berinteraksi lebih lama dengan pria itu. Ya, untuk saat ini saja.

Kaivan masih berdiri termangu di depan pintu memandang ke arah Eve pergi, sampai Maria membuyarkan lamunannya.

“Dia sepertinya sangat sakit. Sana, pergilah antar dia pulang. Kasihan,” kata Maria menaruh simpati.

Kaivan terkejut. Dia menatap pada ibunya tapi menggeleng.

“Tidak perlu. Dia mungkin datang dengan saudara atau pulang naik taksi.”

“Kai, antarlah. Apa susahnya? Dia juga tadi sangat baik mau membantu ibu yang sedang kesusahan. Lagi pula, kalau dia bersama keluarganya, dia tidak mungkin mengantri obat sendiri,” paksa Maria karena gemas putranya tidak mau membantu Eve.

Kaivan menatap datar dan terlihat malas. Namun, karena Maria terus memaksa, membuat Kaivan mau tak mau akhirnya pergi untuk mengantar Eve.

Kaivan keluar dari ruang inap Maria dan menyusul Eve yang sudah pergi lebih dahulu.

Sepanjang jalan menuju apotek. Eve terus menarik napas panjang dan mengembuskan berulang kali. Setelah kejadian malam itu, dia benar-benar selalu panik ketika berinteraksi dengan Kaivan. Entahlah, Eve tidak bisa membayangkan nantinya jika sudah kembali bekerja dan harus bertemu dengan Kaivan setiap hari.

Ya Tuhan, tolonglah dia. Eve berharap bisa kuat dan tegar saat di perusahaan agar Kaivan tidak mencurigainya.

Eve akhirnya sampai di apotek. Dia tidak menunggu lama karena nomor antriannya sudah disebut oleh petugas. 

“Terima kasih,” ucap Eve setelah mendengar penjelasan apoteker.

Eve berjalan keluar dari apotek. Dia sangat pusing sampai matanya berkunang-kunang. Eve mencoba menahan rasa sakitnya, dia terus berjalan meski agak pelan. 

Ketika berjalan menuju pintu keluar rumah sakit, Eve sedikit tidak fokus berjalan sampai tertabrak pengunjung rumah sakit yang juga sedang melintas, membuat kakinya limbung dan hampir terjatuh.

Untungnya, ada seseorang yang menangkap tubuhnya dari belakang. Eve sangat bersyukur dan segera berdiri dengan benar. 

“Terima ka ….” Eve menjeda ucapannya ketika melihat siapa yang berdiri menatap dirinya.

Aldra_12

Terima kasih yang sudah mampir baca buku terbaru saya. Saya harap kalian bisa tinggalkan komentar dan ulasan jika menyukai buku ini.Terima Kasih.

| 42
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Puspawati Sari
baru mulai baca...ceritanya lumayan...semangat yaaa...
goodnovel comment avatar
Adeena
emang enak di usir wkwkwkwk lagian bermuka dua sich dirimu Gris berpura2 baik tp ada mau'y....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Bonus Chapter 5~Selesai

    Waktu berjalan dengan begitu cepat. Perjuangan yang biasa dilakukan sendiri, sekarang banyak yang menemani.Selama kehamilannya, Eve benar-benar merasakan banyak perhatian banyak orang di sekitarnya, membuatnya bisa menikmati kehamilan dengan perasaan tenang dan bahagia.Pagi itu. Eve berjalan ke ruang ganti untuk menghampiri Kaivan. Usia kandungannya sudah sembilan bulan. Perutnya sudah besar dan Eve mulai kesusahan melakukan aktivitasnya.“Biar aku bantu pakaikan dasi,” ucap Eve saat menghampiri Kaivan.Kaivan menoleh. Dia melihat istrinya itu berjalan mendekat.“Kalau lelah duduklah saja, Eve.”Eve hanya tersenyum. Dia meraih dasi Kaivan dan kukuh ingin mengikat dasi.“Duduk terus juga capek,” balas Eve.Dia mengikat dasi dengan seksama.Kaivan memperhatikan Eve yang sedang mengikat. Semakin besar kandungan Eve, istrinya itu terlihat semakin cantik.“Sudah,” ucap Eve.“Terima kasih,” balas Kaivan diakhiri sebuah kecupan di kening.Perhatian Kaivan ke perut Eve. Dia mengusap lembut p

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Bonus Chapter 4

    “Apa Dokter tidak salah memeriksa?”“Sudah dipastikan lagi?”Eve merasa kepalanya sangat berat. Samar-samar dia mendengar suara Kaivan dan Maria. Dia pun berusaha untuk membuka mata sampai akhirnya melihat dua orang itu berdiri di dekatnya dengan ekspresi wajah panik.“Sayang.” Eve memanggil dengan suara lirih.Kaivan menoleh ketika mendengar suara Eve. Dia segera menghampiri istrinya itu.“Bagaimana perasaanmu? Mana yang sakit?” tanya Kaivan sambil menggenggam telapak tangan Eve.Maria juga ikut mendekat ke ranjang karena sangat mencemaskan Eve.“Aku di mana?” tanya Eve dengan suara berat.“Di rumah sakit, tadi aku dihubungi kalau kamu pingsan, jadi aku membawamu ke sini,” jawab Kaivan.Eve mengangguk pelan. Dia memang masih merasa sakit kepala.Kaivan dan Maria menunggu dengan sabar sampai Eve sepenuhnya sadar. “Aku tidak tahu kenapa bisa pingsan, maaf sudah membuat kalian cemas,” ucap Eve lirih.“Untuk apa minta maaf. Kami malah cemas kalau terjadi sesuatu padamu, tapi untungnya ti

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Bonus Chapter 3

    Setelah berjuang sendiri, sekarang ada tangan yang bisa Eve genggam erat. Dia bagai Cinderella yang akhirnya menemukan sang pangeran, diratukan dan dicintai begitu dalam oleh pria yang bahkan sekalipun tak pernah ada di dalam mimpinya.Pernikahan Eve dan Kaivan sudah satu tahun berjalan. Pagi itu Eve membantu pelayan di dapur menyiapkan sarapan, sudah menjadi kebiasaan meski para pelayan dulu sering melarang.“Ini sudah semuanya, ditata di meja, ya.” Eve memberi instruksi setelah selesai memasak.“Baik, Bu.”Eve meninggalkan dapur. Dia pergi memanggil Maria sebelum membangunkan Kai dan Kaivan.“Ibu sudah bangun?” Eve masuk kamar untuk mengecek Maria.“Sudah, Eve.” Suara Maria terdengar dari kamar mandi.“Sarapannya sudah siap, aku mau bangunin Kai dan Kaivan dulu,” ucap Eve.Setelah mendengar balasan Maria dari dalam kamar mandi. Eve segera keluar dari kamar sang mertua, lantas pergi ke lantai atas. Semalam Kai merengek ingin tidur bersama mereka, sehingga pagi ini putra mereka yang s

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Bonus Chapter 2

    Kaivan baru saja keluar dari kamar mandi. Dia melihat Eve yang berbaring memunggunginya. Apa Eve sudah tidur?Kaivan naik ke ranjang. Dia bergeser mendekat ke arah Eve berbaring, lantas menyentuh lengan wanita itu.“Eve, kamu sudah tidur?” tanya Kaivan. Dia bahkan sengaja meletakkan dagu di lengan Eve.Eve sebenarnya sangat panik dan gugup. Dia berpikir untuk tidur lebih dulu sebelum Kaivan selesai mandi, tapi kenyataannya dia hanya bisa memejamkan mata dan tidak bisa jatuh ke alam mimpi, membuatnya sekarang malah semakin cemas.Ini memang bukan malam pertama baginya, tapi lamanya waktu tidak pernah berhubungan seperti itu, tentu membuat Eve merasa ini seperti yang pertama baginya..“Kamu lelah, hm?” tanya Kaivan. Dia tahu Eve belum tidur karena kelopak mata Eve tampak bergerak.Kaivan terus meletakkan dagu di lengan Eve, dia menatap gemas pada Eve yang berpura-pura tidur. Sampai akhirnya dia melihat Eve membuka mata.“Apa kamu lapar?” tanya Eve seraya menatap pada Kaivan.Kaivan meng

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Bonus Chapter 1

    “Kai mau pulang cama Mami dan Papi.”Kai bersidekap dada. Dia tidak mau beranjak dari kursinya saat Maria mengajak pulang.Maria, Bram, dan Alana saling tatap, bagaimana caranya membujuk Kai agar Kaivan dan Eve bisa menikmati malam pengantin.“Atau Kai mau tidur di rumah Paman?” tanya Bram membujuk.“Ih … Kai maunya cama Mami dan Papi.” Kai turun dari kursi. Dia berlari menghampiri Kaivan dan Eve yang sedang bicara dengan Dania.“Mami, Papi. Kai mau ikut kalian, tapi Nenek cama Paman malah mau ngajak pulang!” teriak Kai begitu keras.Kaivan dan Eve menoleh bersamaan, mereka terkejut melihat Kai berteriak-teriak seperti itu.“Kenapa, hm?” tanya Eve sedikit membungkuk agar bisa menatap sang putra.“Itu, macak Kai curuh pulang cama Nenek, Kai ‘kan maunya cama Mami dan Papi.” Kai mengadu sambil menunjuk ke Maria dan Bram yang sedang berjalan menghampiri.Kaivan menoleh ke Maria, tentu dia paham dengan niatan Maria mengajak Kai pulang.“Kai, nanti Mami dan Papi akan pulang, tapi setelah me

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Semua Bahagia

    Pernikahan Kaivan dan Eve berjalan dengan sangat lancar. Mereka sudah sah menjadi suami istri, kini tradisi melempar bunga pun akan dilakukan.Beberapa karyawan lajang yang diundang ke pesta itu sudah bersiap di depan altar, begitu juga dengan Dania yang ikut bergabung untuk mendapatkan buket bunga milik Eve. Siapa tahu selanjutnya dia yang akan menikah.Eve tersenyum penuh kebahagiaan melihat orang-orang antusias ingin merebut buket bunganya. Dia melihat Dania yang memberi kode agar dilempar ke arah Dania, membuat Eve semakin menahan senyum.Eve memunggungi para wanita yang siap menerima buket miliknya. Master Ceremony mulai berhitung, lalu di hitungan ketiga, Eve melempar buket bunga miliknya.Buket itu terlempar cukup kuat. Dania begitu antusias ingin menangkap, tapi banyaknya wanita di sana, membuat buket itu terpental beberapa kali hingga akhirnya jatuh ke tangan seseorang.Semua wanita kini menatap pada orang yang memegang buket itu.“Brian.” Eve terkejut tapi juga merasa lucu ka

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Hari Pernikahan

    Eve berada di salah satu kamar yang terdapat di hotel tempat pesta pernikahan diadakan. Dia datang lebih awal karena harus dirias oleh MUA yang sudah ditunjuk oleh Kaivan.Alana menemani Eve di kamar. Dia terus memperhatikan Eve yang sedang dirias sampai akhirnya siap.“Kamu sangat cantik,” puji Alana seraya menghampiri Eve yang baru saja selesai dirias.Eve menatap Alana dari pantulan cermin. Dia tersenyum malu karena mendapat pujian dari kakak iparnya itu.Alana menatap cukup lama pada Eve, lalu mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang dibawanya.Eve memperhatikan. Tidak tahu apa yang akan diberikan oleh kakak iparnya itu.“Kakakmu dan aku sepakat memberikan ini sebagai hadiah pernikahanmu, memang tidak mewah dan mahal, tapi kami berharap ini cukup berkesan untukmu,” ujar Alana memberikan kalung dengan liontin berinisial E.Eve sangat terkejut. Dia sampai menggeleng kepala pelan karena tak bisa menerima hadiah itu. Dia tahu kondisi ekonomi kakak dan kakak iparnya sedang susah, tapi

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Ketinggalan

    Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak

  • Jatuh di Pelukan CEO Dingin   Saling Mendukung

    Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status