MasukNah loh. Siap-siap bakal kena amukan Alvan ya, Erwin. Pengen tahu cemburunya Alvan gimana? Cuss kepoin bab berikutnya, ya.
“APA!!!?”Alvan tercengang kaget. Hanya dia dan Thea saja yang tahu soal status Thea dalam keluarganya. Mengapa kini gadis di depannya juga tahu? Apa dia salah satu teman dekat Thea atau jangan-jangan kerabatnya?Ina tersenyum meremas cekalan di lengan Alvan sambil menganggukkan kepala.Alvan segera tersadar dan menarik paksa tangannya membuat Ina tersenyum kecut.“Saya tidak bohong. Saya memang tahu siapa dia sebenarnya. Untuk itulah saya menemui Bapak di sini.”Alvan terdiam beberapa saat, matanya memandang penuh selidik. Ia tidak mengenal dengan baik gadis di depannya ini. Ia juga tidak tahu ada hubungan apa Ina dengan Thea. Alvan yakin jika gadis ini hanya memanfaatkannya saja.“Apa kamu tidak kerja hari ini?” Tiba-tiba Alvan bersuara dan mengalihkan topik pembicaraan.Ina tampak terkejut dan spontan menggeleng. Ia sengaja mengajukan izin hari ini agar bisa bertemu Alvan.“Apa karen
“Kamu ngomong sama siapa?” tanya Thea.Ia melihat Alvan sudah mengakhiri panggilannya dan terdiam sambil menyimpan ponselnya. Alvan menoleh melihat Thea tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya dan tampak memberi perhatian penuh.Helaan napas panjang keluar dari bibir Alvan, kemudian ia berjalan mendekat.“Entahlah, aku juga gak kenal banget. Belakangan ini ada seseorang yang selalu menghubungiku dan berkata banyak hal soal kamu.”Thea terperangah kaget. Matanya membola dengan tatapan penuh tanya. Alvan memperhatikan dengan saksama reaksinya. Ia tidak mau membuat Thea semakin khawatir. Sudah cukup masalah yang ia hadapi dan Alvan tidak mau menambahkannya.“Sudah, jangan dipikirkan. Itu pasti orang iseng,” imbuh Alvan.Sementara Thea hanya diam sambil menatap Alvan dengan penasaran. Inginnya ia bertanya lebih banyak, tapi Alvan sudah berlalu pergi lebih dulu.“Aku tunggu di bawah, ya!!!”
“Kamu sudah tahu?” tanya Erwin.Erika tersenyum penuh dengan kemenangan. Wajahnya semringah meski beberapa saat lalu sempat gelisah. Sedangkan Erwin kini yang terlihat gugup.“Itu juga sebabnya aku pindah ke sini.”Erwin terdiam, mengawasi Erika dengan sudut matanya. Banyak tanya yang ingin ia utarakan, tapi Erwin terlihat ragu. Hingga tiba-tiba Erika sendiri yang bersuara.“Selamanya aku akan selalu mencintainya, Win. Gak peduli bagaimanapun sikapnya padaku.”Erwin menghela napas sambil menyandarkan punggung ke sofa.“Bagaimana jika ternyata ada wanita lain? Apa kamu masih tetap menunggu?”Erika tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Selama belum ada ikatan resmi antara Alvan dan wanita itu, aku akan selalu menunggunya.”Erwin tidak bersuara, hanya jakunnya yang bergerak naik turun dengan teratur. Andai saja Erika tahu jika Alvan sudah menikah, pasti wanita ca
Thea terdiam, matanya mengerjap beberapa kali menatap pria tampan di depannya. Ia tidak tahu apa maksud Alvan ingin mengakhiri semua. Apa dia ingin menyudahi pernikahan siri ini dan menghempaskannya? Atau apa? Thea tidak tahu.“Aku ingin mempublish hubungan kita dan membuat semua orang tahu jika kita sudah menikah,” ucap Alvan kemudian.Sontak mata Thea membola mendengar ucapan Alvan.“Aku ingin menunjukkan ke semua orang jika kamu istriku dan aku suamimu. Sehingga tidak ada lagi yang mengganggu kita.”Thea membisu sambil beberapa kali menelan saliva. Tidak mungkin tanpa sebab Alvan tiba-tiba berkata seperti ini. Thea berpikir pasti ada yang mempengaruhi Alvan.“Apa ada yang sudah mengganggumu lagi? Itu sebabnya kamu mengajakku menginap di sini dan berkata soal hubungan kita. Benar, begitu?”Tidak ada jawaban dari Alvan. Ia hanya diam membisu sambil menundukkan kepala. Thea trenyuh menatapnya. Belakangan ini banyak sekali masalah yang menerpa mereka. Thea yakin salah satu dari itu mem
“SIAL!!!”Alvan meremas kartu nama itu dan langsung membuangnya ke lantai. Ia sangat kesal begitu tahu Erika malah mengikutinya dan ikut tinggal di apartemen yang sama.Tanpa banyak berpikir, Alvan langsung mengeluarkan ponsel dan terlihat melakukan panggilan. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya terdengar suara di seberang sana.“Ada yang bisa dibantu, Tuan?” tanya suara di seberang sana.Alvan mendengkus sambil menganggukkan kepala.“Ya. Pindahkan semua barangku dari apartemen ke studio sekarang juga!!!”Seseorang di seberang sana tampak terkejut. Tidak biasanya Alvan ingin menetap di studionya. Selain memilik apartemen sendiri, Alvan juga mempunyai sebuah studio yang berbentuk seperti ruko tiga lantai. Biasanya ia menempatkan hasil karyanya di sana sebelum dipamerkan atau dijual. Namun, kenapa kini malah meminta pemindahan barang-barang pribadi Alvan ke sana?“Bas, kamu dengar aku, gak?
Sontak Thea terdiam membisu. Bibirnya terkatup tapi terlihat bergetar. Padahal sebelumnya ia ingin bertanya soal asal usulnya ke Paman Sapto. Kini malah orangnya sendiri memberitahu dengan sengaja.“Kenapa diam saja? Apa kamu belum tahu, Thea?” Suara Paman Sapto menginterupsi lamunan Thea.Thea menggeleng dengan lesu. Ia sudah tahu soal dirinya bukan anak kandung ayah dan ibunya, tapi soal asal usulnya ia tidak tahu.“Kamu itu bukan anak kandung adikku. Itu sebabnya, kamu tidak berhak sepeserpun warisan miliknya. Paham kamu?”Tidak ada jawaban dari Thea, hanya kepalanya yang mengangguk. Dia sama sekali tidak mengharapkan warisan dari keluarga ayahnya. Kenapa pamannya malah membahas soal itu?“Apa kamu ingin tahu siapa ibu kandungmu, Thea?”Thea tercengang kaget. “Paman tahu soal itu?”Terdengar suara kekeh tawa dari seberang sana. Suaranya tidak enak di telinga dan Thea tidak suka.







