Lucas sempat memejamkan mata. Kalimat Samantha barusan menenangkan, tapi juga membuat hatinya bergetar. “Terima kasih, Nek,” jawab Lucas pelan. “Salah satu alasanku di sini, karena aku juga mencemaskan Nenek. Selain Daddy, di dunia ini hanya Nenek yang menyayangiku.” Mulut Lucas berkata begitu manis.Samantha menepuk kursi di sebelahnya, Lucas beralih dan duduk di sisi Samantha. Samantha memeluknya.“Kau memang cucuku,” kata Samantha seraya mengecup keningnya.Sesaat kilatan mata Lucas sedikit berubah. Ada kesedihan, ada juga rasa haru. Mengingat selama puluhan tahun ini, hanya Samantha yang mengakui dirinya bagian dari Kingsley. Mengingat rumor yang selalu mengaitkan dia adalah anak haram Caspian.Lizbeth dan Edwina hanya tersenyum. Edwina membenarkan selimut tipis di pangkuan Lizbeth.“Terima kasih,” kata Lizbeth tersenyum.Edwina hanya membalas senyuman Lizbeth, lalu menyalakan lilin kecil di meja. Lampu ruangan sengaja diredupkan, untuk menjaga ketenangan pikiran Lizbeth yang akhi
Pagi itu, Lucien berdiri di balkon. Ia memandangi taman belakang yang hancur separuh, dengan bunga-bunga yang kini tercampur tanah, darah, dan serpihan peluru."Sudah waktunya aku bersiap," gumamnya.Langkahnya menyusuri lorong. Jason sudah menunggunya di bawah, bersama laporan lengkap dari ruang bawah tanah. Semua tawanan masih hidup. Belum ada yang bicara. Lizbeth dan Samantha, Victoria juga Edwina. Untuk pertama kalinya mereka berkumpul pagi itu, mereka di taman belakang baru saja sarapan. Mereka masih bisa makan, setelah melewati hari yang terus melelahkan itu.“Lilibeth, syukurlah kamu masih bisa makan.” Victoria memberikan perhatian untuk pertama kalinya.“Aku harus makan walaupun sedikit.”“Benar sekali. Kamu harus menjaga kesehatanmu Lilibeth,” kata Samantha seraya menghela napas. “Jadi, kalian akan menunda kepulangan ke Los Angeles?” tanya Samantha.“Aku tidak ingin membahasnya dengan Lucien. Aku tahu saat ini Lucien sedang disibukkan dengan urusan ini.”Samantha mengangguk.
Victoria membalas pelukan putranya.“Kau hebat, kau memang putraku.” Samantha tersenyum, kini hatinya merasa lega. Namun, di satu sisi dia tidak dapat membayangkan rumahnya hancur oleh serangan. Kenangan masa kecilnya, peninggalan orang tuanya. Semua itu dibayar dengan keselamatan orang-orangnya.Udara terasa dingin, rumput dan dedaunan masih basah oleh sisa hujan dini hari. Keamanan semakin diperketat, para penjaga bergantian berjaga. Gedung bagian utama mansion dipenuhi oleh peluru, lampu gantung di luar baik di dalam bergoyang, ada juga yang sudah berjatuhan di lantai.Lucien berdiri di depan jendela besar, mengenakan kemeja putih yang kini penuh noda debu dan bercak darah kering. Matanya menatap ke luar. Di belakangnya, Jason masih sibuk berbicara dengan pengawal, mengatur pergeseran posisi penjagaan.Langkah cepat terdengar dari arah koridor.“Lucien,” suara Cameron terdengar berat. “Lucas dan Kilian tiba di bandara satu jam yang lalu. Mereka dalam perjalanan ke sini.”Lucien ti
“Jika Tuan muda tahu Anda menyerang mansion, dia—”Wajah Alessandro menghitam seketika.“Aku tidak butuh izinnya,” katanya dingin, menendang kursi di depannya hingga terjungkal dan menghantam dinding.Paul yang berdiri di ruangan itu mendadak diam membeku. Tak seorang pun berani menyahut ketika Alessandro mulai berjalan mondar-mandir. Sorot matanya menyala, berisi bara kemarahan yang sulit dikendalikan.“Dia memang putraku, tetapi dia tidak bisa mengendalikanku,” gumam Alessandro pelan namun mengerikan. “Lucien, sudah menyeberang batas. Dan malam ini, aku pastikan mereka semua tidak akan pernah lagi tidur dengan tenang.”Salah satu bawahannya, akhirnya berbicara.“Tapi mereka berhasil menahan semua pasukan kita. Tidak ada satu pun yang kembali.”Alessandro berhenti, menoleh. Matanya menyorot tajam pria itu. Paul memberikan isyarat agar pria itu tidak lagi berbicara. Jika ingin selamat.Alessandro menyeringai. “Lalu, kau menyalahkanku?” tanyanya pelan, namun suaranya menggema dingin.“
Lizbeth mencoba memahami ucapan neneknya. Jika Samantha bahkan tidak bisa mengatasinya. Orang ini pastinya akan sulit ditaklukkan.“Lalu, kita harus bagaimana sekarang?” tanya Lizbeth.“Pihak kerajaan pasti akan mencurigai kita. Namun, tenang saja akan aku pastikan semuanya baik-baik saja. Namun, adik iparku lebih baik dari Alessandro. Setidaknya dia masih punya hati meskipun bersikap dingin. Alessandro cukup menghormatinya.”Samantha memegang tangan Lizbeth. “Kamu tidak boleh terlibat, kamu harus menjaga dirimu dan bayimu Lilibeth. Jangan keras kepala.”Lizbeth menurunkan pandangannya. Lalu mengangguk pelan. Ia tidak tahu di luar seperti apa, Lucien sedang berjuang. Dia tidak ingin menyerahkan Freya seperti yang diinginkan Alessandro. Ia hanya bisa berdoa agar Lucien kembali dengan selamat. Tanpa kekurangan.Samantha berdiri. “Aku harus kembali.”Lizbeth dan Edwina terkejut.“Nenek, akan lebih aman Nenek di sini.”“Aku tidak bisa meninggalkan mansion lebih lama. Quintessa, masih di s
Edwina terdiam sejenak. Sorot matanya meredup.Ia menunduk, kedua tangannya meremas ujung rok panjangnya.“Aku masih ingat,” katanya lirih. “Orang itu bekerja di mansion ini, waktu kami kecil. Dia bukan siapa-siapa, hanya seorang pengurus taman.Sebenarnya aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka—”“Mereka siapa?” tanya Lizbeth.Edwina menatap mata kakak iparnya. “Saat itu aku tidak sengaja mendengar pengurus taman berbicara dengan Lucas. Pengurus taman bilang, Lucas sangat beruntung bisa diterima di dalam keluarga Kingsley. Jika waktu itu berlaku, mungkin ada tiga tuan muda.”Lizbeth terkejut. Ia menyentuh tangan Edwina dengan lembut.“Apakah dia masih bekerja di sini sekarang?”“Aku tidak tahu. Sejak kembali ke rumah ini, aku belum melihatnya.Sepertinya dia sudah lama pensiun, atau kamu bisa tanyakan kepada Lucas. Mereka cukup dekat.”Mata Lizbeth menyipit, lalu ia berdiri. Tubuhnya memang masih lemah karena kehamilannya, tapi pikirannya cukup kuat.“Aku akan mencarinya. Kita ha