Share

5. Bayi dari Pria Lain

“Mama ....”

Kedua sudut bibir Agnes tertarik sempurna. Ia melambai penuh haru di layar ponsel miliknya. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh, merespons luar biasa dari panggilan khas putra kecilnya. “Sayangnya Mama,” balas perempuan itu nyaris berbisik.

Pandangannya sedikit berkabut, tapi berakhir dengan tawa kecil yang terasa getir.

Melihat Irvin—si pemilik manik biru—mengingatkan Agnes pada luka beberapa hari lalu. Lebih tepatnya saat ia harus mendapati risiko datang terlambat dan menjadi bagian yang harus dihancurkan Gerald, termasuk membawa anaknya dalam permasalahan ia dan Gerald secara pribadi.

“Anak lo kelewat tampan, Nes.”

Agnes menoleh sekilas, lalu mengangguk dengan senyum manisnya pada layar ponsel.

Putra kesayangannya tengah di gendong babysitter yang sudah menemani Irvin hampir satu tahun ini. “Iya, dong, Fi. Anak gue blasteran gini, udah pasti harus tampan,” cetusnya ikut memuji si rambut coklat gelap di seberang sana.

Fiani mengulum senyum.

Kedua perempuan itu berjalan menuju area rooftop restoran, bersiap makan siang ditemani suasana haru antara ibu dan anak. Fiani menjadi teman baik Agnes selama enam bulan ini dan selalu menghargai apa pun keterbatasan informasi yang disampaikan Agnes.

Bahkan, Fiani tidak pernah menyinggung perihal status janda dan siapa mantan suami Agnes.

“Persediaan ASI-nya masih cukup, Mbak?” Agnes mengambil duduk di samping Fiani, meminta perempuan itu memilihkan menu makan siang andalan Agnes.

“Lebih dari cukup, Bu. Mungkin, tiga hari kedepan stoknya sisa sedikit.”

Agnes mengangguk dari informasi yang disampaikan babysitter dua tahun lebih muda dari Agnes. Perempuan berkerudung coklat itu sudah bekerja sangat jujur dan merupakan seorang yang Agamis.

Sekalipun Agnes berpisah dari putranya. Ia akan tetap memantau keadaan rumah dari rekaman CCTV jarak jauh. “Kalau gitu tetap perhatikan ASI-nya Irvin ya, Mbak.”

“Baik, Bu.”

“Oh, iya, Mbak. Nanti bisa kan, Mbak sama Irvin yang datang ke sini? Saya siapkan tiket ke Bali akhir pekan ini. Soalnya masih banyak pekerjaan yang nggak bisa saya tinggalkan,” jelas Agnes.

Ia berusaha menutupi masalah sebenarnya dan hal itu menjadi tatapan sedih bagi Fiani. Perempuan di samping Agnes menepuk hangat punggung tangan kanan Agnes di atas meja.

“Lo pasti kuat, Nes,” bisik Fiani tanpa suara.

Agnes tersenyum tipis dan mengangguk. Ia bersyukur bisa punya teman baik dan tidak memandang dirinya sebelah mata.

“Bisa, Bu. Nanti kabarin aja informasi selanjutnya harus gimana. Biar saya siapkan pakaian Mas Irvin juga,” jelas perempuan itu seraya membenarkan kerudungnya.

Permasalahan selesai dan Agnes meminta babysitter putranya untuk tetap menjaga Irvin, selagi Agnes berada di Bali.

Namun, tanpa Agnes sadari. Hanya selisih dua meja di sisi kiri Agnes. Sorot dingin Gerald terlihat di sana seiring matanya menangkap apa yang dilihat Agnes di layar ponsel.

Kedua tangan pria itu mengepal erat, merasakan embusan napas yang memburu. Pria itu berlalu dari area rooftop, meninggalkan makanan yang baru ia nikmati tidak kurang dari sepuluh menit lalu.

Napas Agnes dan Fiani spontan tercekat.

Gerald berjalan melewati meja mereka dan benar-benar baru disadari dua peremppuan tersebut. Gemuruh di dada Agnes semakin memacu cepat. 

Ia menelan saliva susah payah.

“Nes? I-tu ... Pak Gerald, kan?”

Fiani menoleh ke belakang, tertegun melihat makanan Gerald tidak habis sepenuhnya. Bahkan, ia baru menyadari jarak meja bersama Gerald tidaklah begitu jauh. Tidak sampai lima meter.

Ia diam membisu, melihat keterdiaman Agnes yang masih berkutat pada pikirannya sendiri.

Fiani hanya tahu, jika Gerald sejak kedatangannya sangat membenci Agnes. Tapi yang Fiani tidak tahu, Agnes tengah merasakan gemuruh dalam dadanya, kemungkinan telah memperlihatkan Irvin pada Gerald.

“Nes?”

Fiani terkesiap mendapati Agnes menangkup kepalanya, menunduk dengan begitu lemah.

“Dia membenci gue seumur hidupnya, Fi,” lirih Agnes dengan perih yang tidak kunjung terobati.

Ia merasa jika Gerald begitu jijik dengan Agnes. Namun, Agnes ingin sekali menegaskan pada Gerald, jika pria itu tidak perlu memperlakukan Irvin sama seperti Agnes.

Sayangnya, berulang kali masalah yang terjadi di dalam pekerjaannya. Gerald akan membawa Irvin terseret dalam kelalaian yang dilakukan Agnes.

“Lo cuma pernah kena masalah besar dua kali, Nes,” cetus Fiani mengingatkan.

Agnes menggeleng lemah. “Dulu ... jauh lebih besar.”

“Dia  membenci gue secara pribadi. Karena hubungan di antara gue dan Gerald bukan sebatas bos dan karyawan. Tapi hubungan di antara mantan kekasih.”

Manik hitam Fiani membeliak sempurna. “Lo ... pernah menjalin hubungan bersama Pak Gerald?”

Kepala Agnes mendongak, memberikan sorot luka yang dibalas tatapan bingung sekaligus khawatir Fiani. Entah kenapa, perasaannya tidak keruan mengetahui ada fakta lain yang terpendam di antara komisaris resort dan Agnes. “Dia mantan kekasih sekaligus mantan kakak kelas gue.”

“Dan sekarang, dia membenci gue, lalu menatap gue seperti jalang di luar sana.”

Fiani tertegun.

Manik mata itu menyorot nanar Agnes.

Satu bulir air mata kembali membasahi pipi Agnes. Perempuan itu tersenyum getir, menatap temannya dengan sorot penuh luka. “Apa yang terjadi di ruang rapat. Dia juga sedang mencaci dan menghancurkan harga diri gue, Fi.”

“Dia terus menerus membawa kesalahan fatal delapan tahun lalu, merasa kalau cintanya ke gue dipermainkan.”

“Lo ... selingkuh, Nes?”

Pertanyaan itu keluar dari bibir Fiani, meskipun ia ragu mengucapkannya. Melihat kesan pertama Fiani terhadap Agnes hingga detik ini. Rasanya cukup sulit jika Agnes terlihat seperti sebagian perempuan di luar sana yang mempermainkan hati seorang pria.

Tiba-tiba, pemikiran Fiani mengenai Agnes lebur bersama tatapan tidak menyangka yang ia perlihatkan. “Gerald menemukan testpack di nakas apartemen gue.”

**

Gelas berkaki tinggi itu pecah, memekakan unit kamar yang hening.

Napas Gerald memburu bersama perasaannya yang kacau. Ia menenggak kasar minuman berakohol itu dari botol.

Delapan tahun luka yang ia rasakan tidak tertutupi sempurna. Sorot matanya menajam, menatap pecahan gelas di depan matanya.

Ia melihat bagaimana Agnes datang dari arah pintu rooftop. Perempuan itu melambai hangat, memanggil sang putra dan duduk membelakangi dirinya. Di sana, layar ponsel itu memperlihatkan Gerald pada anak bungsu Agnes.

Gerald melempar kuat botol minumannya ke arah dinding di hadapannya. Pria itu mengeratkan cengkeraman pada meja mini bar, menahan sesak yang sulit ia kendalikan. “Di mana anak pertama kamu, Agnes? Apa ikut dengan mantan suami kamu?”

Pria itu tersenyum miring, menahan ledakan emosi yang akan menghancurkan barang di sekitarnya.

Nyatanya, Gerald terlalu sulit menekan emosinya.

“AAARGGGHHHH!”

Deretan rapi gelas berkaki tinggi dilempar kuat oleh Gerald. Pria itu hancur karena mengingat bagaimana luka yang diberikan Agnes padanya.

“Kamu menghancurkan perasaanku, Agnes!”

“Aku selalu berharap kamu menungguku! Kamu bisa menjaga cinta yang sudah aku berikan!”

“Tapi kamu menghancurkannya! Kamu menikmati sentuhan dari pria lain di saat aku memilih melanjutkan pendidikanku di luar negeri!”

Sekujur tubuh Gerald panas.

Dentuman sakit dan kepala yang berdenyut semakin menghadirkan sisi lain Gerald. Pria itu menutup luka dengan senyum manis dan sikap tenang di balik sorot dingin yang kerap dihadirkannya.

Gerald di masa lalu tidaklah tempramental.

Namun, kali ini ia akan menghancurkan Agnes lebih cepat.

Mengonyak harga diri dan membuat reputasinya sebagai General Manager sedang terancam di ambang batas kehancuran. Ia muak melihat tatapan polos dan menderita yang dihadirkan Agnes.

“Se—“

“—Buat masalah lagi untuk GM resort ini. Jika perlu, buat pikiran dia kacau dengan permasalahan yang jauh lebih rumit dari kemarin,” tekan Gerald dengan sorot tajam, penuh dendam masa lalu yang ia hadirkan kembali.

Ia menutup panggilan dari asisten pribadinya. Gerald akan mengambil hak-nya lebih cepat untuk membuat Agnes layaknya seperti perempuan murahan.

“Kamu akan mendapatkan perbandingan yang menakjubkan dari diriku, Agnes,” desis Gerald mengetatkan rahangnya.

“Kamu akan melihat sosok Gerald Ogawa yang baru. Pria tulus yang sudah kamu sakiti begitu dalam, kini nggak akan menunjukkan sikap baiknya lagi untuk menjadi pria bodoh yang bisa kamu permainkan,” lanjutnya mengepalkan kedua tangan.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status